Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07 - Masa Depan Konvensional


HAYDENS bagaimanapun juga tetaplah sebuah akademi dengan gedung-gedung pengajaran yang kotak padat, setinggi tiga lantai, dan warnanya biru dongker bercorak putih-merah. Semua gedung mengelilingi gelanggang besar di tengahnya, yang bisa terbagi menjadi beberapa bagian lagi. Wilayah Haydens mencakup rekaan bioma terestrial dan chaparral—tentu dalam skala yang lebih kecil. Asrama anak perempuan dan laki-laki berada di satu gedung besar, namun terpisah oleh lobi dan ruang makan. Di seberangnya ada gedung pengajaran (termasuk kelas, ruang guru, ruang ekstrakurikuler, dan sejenisnya), kemudian gedung utama di sisi sentral gelanggang.

Tepat pukul lima lewat tiga puluh pagi, sebuah alarm keras berbunyi di setiap kamar. Bagi para senior yang telah mendengar itu sebelumnya, tentu akan segera bangun dan bersiap. Sementara kebanyakan anak tahun pertama kaget setengah mati, termasuk Alphia yang sampai jatuh dari ranjangnya. Hanya segelintir yang tidak terlalu kaget, seperti Eiries yang langsung bangkit mencuci muka--tanpa cengo atau menahan jantung berdebar.

"Apa kamu tidak kaget?" ringis Alphia. "Telingaku saja seperti hampir tuli."

"Kalian hanya belum terbiasa," tanggap Eiries. Alphia mulai berpikir jika Eiries punya ibu yang galak atau semacamnya sehingga lebih terlatih.

Sesuai agenda yang tertera pada gadget, semua siswa harus melakukan rutinitas khusus sejak senin hingga jumat itu. Bangun pagi buta, berseragam, turun ke gelanggang untuk pelatihan fisik, lalu sarapan. Alphia sudah memiliki gambaran tentang itu, dan seolah-olah dirinya hendak pingsan saja. Di sekolah yang sebelum ini, Alphia bukan tipikal anak yang banyak melibatkan fisik. Dia lebih suka hal-hal yang santai seperti menonton film atau bermain gim video. Ketika dihadapkan pada hal berat begini, wajar jika dia harus beradaptasi dari nol. Bahkan setelah dia pernah menempuh kiloan jarak dari Festherchapel ke Scramton sendirian.

Tembok jaring-jaring kawat yang rapat diaktifkan, muncul dari tanah membagi gelanggang itu untuk wilayah perempuan dan laki-laki. Mereka dipisah karena tingkat kemampuan berlatihnya berbeda. Alphia pun sudah tersenggal-senggal ketika melakukan push-up, sehingga ia sempat bertelungkup di atas semen seperti ingin mati. Tapi, memang anak perempuan tahun pertama akan merasa sangat tersiksa. Kecuali, mungkin, Eiries yang tampaknya sudah sering berolahraga dan cukup mahir.

Setelah pelatihan fisik, seluruh siswa diberi waktu tiga puluh menit untuk bersiap sebelum ke ruang makan. Alphia harus mandi secepat kilat dan berseragam rapi dalam waktu singkat—mulai menyisir, kali ini tanpa merenung seperti kebiasaannya. Sementara Eiries dengan rambut yang pendek bahkan tidak perlu menyisir (terbentuk alami begitu saja).

Mereka pergi ke bawah ketika sebagian anak perempuan lain di lantai mereka juga baru mengunci kamar. Mereka tak butuh banyak barang, hanya gadget yang disakukan dan kesiapan menerima pelajaran. Di dalam gadget itu sudah ada peta wilayah Haydens, jadwal pelajaran, dokumen sanksi pelanggaran, dan informasi terkait yang siswa butuhkan. Meski dulunya internet pun kebutuhan terbesar mereka, protokol Haydens benar-benar memalanginya.

Ketika makan pun, mereka diberi waktu tertentu. Koki Haydens menyediakan sepiring sarapan di meja-meja panjang, dan anak-anak hanya punya tiga puluh menit untuk menyantap. Khusus di ruang makan, tempat duduk tidak diatur berdasarkan gender maupun usia.

"Susah untuk makan terburu-buru," ungkap Alphia ketika memotong daging merahnya cepat-cepat. "Lagipula, itu tidak sehat."

"Yah, tak perlu buru-buru," Eiries menenggak air mineralnya tepat setelah suapan terakhir. "Kalau kamu lapar, tanpa sadar pun makanan di piring akan kandas sangat cepat."

Pundak Alphia segera merosot, nafsu makannya bisa hilang. Tapi, dalam sekejap, Alphia kembali teringat mengapa dia ada di sana. Dia dipercayai oleh Marshall. Dia berhutang budi pada Albert yang telah memenuhi kebutuhannya. Dan dia, dari dirinya yang terdalam, ingin membebaskan Adargan. Dia ingin segalanya kembali seperti sedia kala. Apa Alphia akan mengecewakan semua orang hanya karena tidak bisa berlekas-lekas?

Tidak, tentu saja. Alphia segera menuntaskan urusannya dengan sarapan pagi itu, lalu beranjak menyusul Eiries yang sudah lebih dulu pergi. Antara gedung asrama dan pengajaran, butuh waktu tempuh yang lumayan. Di selasar itu, Alphia berusaha tidak berlari meski kakinya sangat ingin. Sementara beberapa anak lain ada yang sudah berlari, bahkan salah satunya menyerempet Alphia hingga terjatuh—

Dia memang akan tersungkur jika seseorang tidak menangkapnya. Alphia, dengan jantung berdebar yang masih kaget, kini menatap lantai yang nyaris diciumnya. Sedetik saja seseorang itu terlambat, bisa-bisa Alphia sudah masuk unit kesehatan di hari pertama.

"Hampir," kata anak laki-laki itu.

Alphia melepas genggaman tangannya yang dingin. Sangat dingin dan keras seperti es beku. "Terima kasih."

"Menuju Ruang Z?" tanyanya ketika mereka jalan beriringan.

"Ya," jawab Alphia. Dia tahu bahwa kelas-kelas di Haydens dibagi menjadi dua angkatan: Prima (usia lima belas sampai tujuh belas) dan Beta (usia delapan belas sampai dua puluh). Kelas setiap angkatan terdiri dari usia yang variatif, sehingga senior dan junior dapat berada dalam satu lingkungan. Senior dianggap mampu menjadi pengarah bagi para junior. Termasuk orang ini, yang Alphia sangka lebih tua setahun di atasnya.

"Aku Ramirez."

"Alphia."

Mereka memasuki Ruang Z ketika batas waktu masih tersisa lima belas menit. Alphia heran sekali, sebab perkiraannya dia akan terlambat. Meskipun, kelas itu memang sudah ramai dengan para siswa yang entah berbincang atau membaca. Tidak boleh ada kegiatan berat di kelas Indoor. Dia menemukan Ethan di pojok paling belakang dan hendak menyapanya, tapi tidak jadi ketika anak laki-laki itu mengisyaratkan agar Alphia jangan mendekat.

Aku tak bisa memaksa, pikir Alphia sambil menghela napas. Dia beralih menghampiri Eiries yang sedang menggulir layar gadget, yang ketika itu juga mengerling ke belakang pundak Alphia.

"Siapa?" tanya Eiries. Kesannya dia agak sangsi dengan kehadiran Ramirez yang jelas-jelas asing.

"Ramirez," kata Alphia. "Kami baru bertemu tadi."

Eiries memutuskan tidak peduli. Dia kembali menatap layar gadget.

"Hei," bisik Ramirez. "Kamu ingat kata Mr. Libra Smith tentang larangan teknologi canggih? Anak-anak dari metropolis masih suka menyeludupkan mainan mereka, tapi selalu tertangkap oleh petugas istimewa Haydens ketika razia pertama."

"Mainan?" Alphia menganga.

"Tentu saja bukan mobil balap," Ramirez memperbaiki topinya, "melainkan notebook hibrida, sinema hologram, gadget sungguhan--bukan yang terbatas seperti sekarang—dan semua barang itu memakai internet."

"Nekat sekali. Bukankah itu membuat keberadaan Haydens bisa mencolok? Lagipula, kita di sini untuk berlatih. Tidak masalah tanpa barang-barang itu," tanggap Alphia.

"Boleh, boleh diterima." Ramirez mengangguk. "Kalau begitu, kupikir kamu tidak tertarik dengan ini?"

Alphia terkesiap ketika Ramirez mencondongkan tubuh untuk memasangkan sesuatu di telinganya. Sebuah telepon kepala nirkabel yang transparan. "Apa ini?" bisik Alphia sambil agak menunduk, mengawasi anak-anak lain yang beruntungnya tidak menyadari itu.

"Zapt. Komunikasi lewat pikiran."

"Bagaimana bisa lolos razia?"

"Rahasia."

"Tapi, kalau ketahuan?"

"Tidak akan. Cobalah untuk mengaktifkannya."

Alphia meraba bagian Zapt yang menyembul, merasakan bunyi bip di telinganya. Kemudian, dia mendengar suara Ramirez bahkan saat anak laki-laki itu tidak menggerakan bibir. "Kamu dengar suaraku?"

"Aku dengar."

"Ini untukmu, jadi simpanlah baik-baik. Jangan ceritakan pada siapa pun."

"Tunggu. Kenapa aku?"

"Artinya, kamu gadis yang beruntung."

Tahu-tahu, pundak Alphia ditarik pelan dari belakang. Eiries mngernyitkan kening. "Apa yang dia lakukan padamu? Kamu tahu, Alphia, dilarang pacaran di Haydens."

Alphia terbelalak. "Tidak, Eiries. Dia tidak melakukan apa-apa. Hanya ...." Alphia berpikir bagaimana cara mengatakan perkara Zapt yang adalah ilegal dan rahasia. Tapi, Ramirez menangkap tanda cemas dari raut Alphia dan segera menginterupsi.

"Siapa namamu? Eiries? Teman Alphia?" Ramirez menukas sambil berbalik ke belakang.

"Apa urusanku denganmu?" ketus Eiries.

Ramirez mengulurkan tangannya ke telinga Eiries dengan cepat sehingga gadis itu hanya berhasil menepis udara. Padahal, Eiries sudah jengkel sekali dan berharap akan puas saat pukulannya menyinggung Ramirez.

Eiries meraba-raba telinganya. "Apa yang barusan—"

"Shhh," Ramirez meletakkan telunjuknya di depan bibir, "di sini ada kamera pengintai. Semua suara bisa didengar kecuali bisikan. Dan pertanyaanmu sangat berbahaya."

"Tapi, pertanyaanku saja kamu potong--"

"Ini adalah Zapt. Alat komunikasi pikiran," selanya tanpa berdosa. "Sekarang, yang memilikinya hanya aku, kamu dan Alphia. Kita bisa berkomunikasi tanpa diketahui guru. Cobalah."

Eiries agak ragu, tapi dia melihat Alphia dengan antusias yang besar. Tampak sangat meyakinkan. Akhirnya, dia menyalakan Zapt dan bicara. "Jadi, kalian dengar pikiranku?"

"Ya!" jawab Alphia dan Ramirez serentak.

Eiries terperangah. "Ini gila. Untuk apa kita berkomunikasi tanpa diketahui guru?"

"Apa saja. Kita tidak tahu ada apa di masa depan," tutur Ramirez. "Kalian bisa nonaktifkan ini sekarang."

Seorang pria memasuki ruangan sehingga semua anak meninggalkan urusannya. Mereka duduk tegap dan menatap ke depan. Dia merapatkan kerah seragamnya dengan tegas, menunjukkan sisi perfeksionis yang sedikit arogan. "Selamat pagi. Saya ingin satu orang dari kalian yang akan memimpin kelas. Berdiri dan perkenalkan dirimu!"

Semua anak bergeming kecuali seseorang, dengan dagu mengedik dan tingkat kepercayaan diri super tinggi. Oh, Alphia tahu orang itu: anak laki-laki yang parfumnya sangat mengganggu indra pernapasan. Alphia kasihan kepada siapa pun yang duduk di dekatnya.

"Favre dari Necroshire."

"Favre ... hm, baiklah. Kamu yang akan bertanggung jawab untuk Ruang Z selama setahun ke depan. Duduklah!" titah pria itu. "Kalian semua harus mematuhinya, karena dia adalah pemimpin sekarang, dan ini akan masuk ke dalam penilaian kami. Sebelum kita mulai, silakan berdoa dengan kepercayaan kalian."

Semua siswa di ruangan itu menunduk sesaat.

"Oke, perkenalkan. Saya Tarence, guru homeroom kalian. Saya juga mengajar Tekno di Haydens. Dengan saya, kalian akan memahami teori teknologi dan praktiknya. Ada yang ingin bertanya?"

Seorang gadis berkacamata mengangkat tangan. Ah, Alphia juga tahu yang ini. Dia anak yang tadi menyerempetnya di selasar gedung sampai nyaris jatuh. "Kenapa kita belajar teknologi kalau teknologi di Haydens terlarang?"

"Oke, kita akan luruskan kesalahpahaman kalian. Teknologi tidak terlarang di Haydens--kita punya gadget dan kartu pemindai. Yang tidak boleh adalah peranti dengan radiasi tinggi atau internet yang bisa tertangkap radar. Dan kebanyakan teknologi canggih kalian di metropolis besar seperti itu."

"Lalu, teknologi apa yang kita pelajari?" celetuk gadis lain di sebelahnya.

"Khususnya untuk pertahanan. Sebagai contoh, kubah pelindung translusens yang mengelilingi Haydens. Masih ingin bertanya? Saya pikir ini sudah cukup jelas. Sebagai pembuka, lihatlah ini." Mr. Tarence menyalakan mesin proyeksi versi lama yang menayangkan dokumentasi perkembangan teknologi di Adargan.

"Kita hidup di era teknologi yang berkembang pesat, tentu dengan sisi baik-buruknya tersendiri. Misalnya penciptaan perdana android sempurna oleh cendekiawan kita, Profesor Whittaker. Satu-satunya pencipta kecerdasan artifisial dari Adargan yang bergabung dengan cendekiawan dari negara lain. Inilah teknologi mahakaryanya."

Alphia tertegun. Android pada zaman itu digunakan hanya sebagai penelitian, dan sedikit percobaan dalam pekerjaan manusia. Bukan malah dibentuk sebagai tentara perang bengis. Endsburg benar-benar kejam! Mr. Tarence tidak menjelaskan alasan android ciptaan Profesor Whittaker disalahgunakan. Dia sendiri berkata bahwa hal itu belum pernah dipublikasikan. Bisa karena apa saja yang mereka tidak pernah duga.

"Tadi hanya sebagai pengantar. Sekarang, kalian akan dibagi perkelompok untuk proyek peranti mutakhir. Saya tidak akan menjelaskan bagaimana, tapi kalian harus mengobservasinya sendiri. Ini daftar kelompoknya," Mr. Tarence menggeser layar tampilan di mesin proyeksi, "silakan bekerja."

[]


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro