01
"Kau tidak pulang?" Itu adalah kalimat sama yang Thomas tanyakan pada Rafayel untuk kedua puluh kalinya minggu ini.
Sudah hampir dua minggu Rafayel berada di rumah Thomas. Pria bersurai dusky purple itu sungguh menerapkan kalimat "anggap saja rumah sendiri", karena Rafayel memang sudah menganggap kediaman managernya tersebut sebagai rumahnya sendiri sekarang. Lihat saja kertas, pensil, dan segala macam alat lukis yang bertebaran di lantai; membuat sang empunya rumah hanya bisa menghela napas pasrah melihat kondisi rumahnya sekarang.
"Tidak," jawab Rafayel tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel di tangannya. "Kenapa? Kau keberatan aku tinggal disini?" tanyanya sinis.
'Iya.'
Oh, tentu saja jawaban itu hanya bisa Thomas ucapkan di dalam hatinya.
"Bukan seperti itu. Kalau terus disini bagaimana kau menyelesaikan lukisanmu? Pamerannya 3 minggu lagi, Raf."
"Aku akan menyelesaikannya."
Thomas mendesah lelah mendengar jawaban tersebut. "Kau juga mengatakan itu dua minggu yang lalu."
"Kau tahu aku hanya bisa konsentrasi jika melukis di studioku."
"Kalau begitu pulang saja."
"Tidak mau. Sudah kubilang di rumahku ada hantu, Thomas. Bagaimana jika dia mencekik dan membunuhku? Linkon city akan kehilangan seniman terbaiknya dan kau akan kehilangan boss tampan yang loyal sepertiku."
'Dan boss yang membuat frustasi. Jangan lupakan itu.' Thomas kembali membatin.
"Tidak ada hantu, Rafayel. Aku sudah memeriksanya ketika kau menyuruhku mengambil barang-barangmu disana."
"Pokoknya aku tidak mau pulang." Rafayel tetap teguh pada pendiriannya.
Thomas berusaha memutar otak guna menemukan cara untuk membujuk atasannya itu agar mau pulang ke rumah. Thomas bukannya tidak suka Rafayel tinggal di rumahnya. Dia akan membiarkan Rafayel tinggal selama yang atasannya itu mau jika saja tidak ada pekerjaan yang harus segera Rafayel selesaikan.
"Memangnya kau tidak rindu pada ikan mas merah kecilmu?"
Ketukan jari Rafayel di ponselnya terhenti begitu mendengar penuturan managernya. Thomas yang melihat reaksi Rafayel bersorak dalam hati. Dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat, Thomas kembali berkata. "Ketika aku memeriksanya waktu itu, dia terlihat sangat murung. Mungkin dia merindukanmu."
Rafayel terdiam beberapa saat, "Kau benar. Kurasa dia merindukanku," gumamnya pelan.
Berhasil!
"Iya kan? Itu artinya kau harus-...."
"Kau harus membawa Cleo kemari, Thomas. Aku juga merindukannya."
Jawaban Rafayel yang tidak sesuai ekspektasi membuat senyuman Thomas luntur seketika.
'Bukan itu maksudku!'
"Kau harus pulang, Rafayel," ucapnya tegas.
"Kenapa kau begitu gigih mengusirku dari sini?" Rafayel menatap Thomas dengan kesal.
"Aku tidak mengusirmu. Aku hanya memintamu untuk bertanggung jawab pada pekerjaanmu. Itu saja."
"Tapi..."
"Begini saja, agar kau merasa tenang kita akan melakukan pengusiran setan di rumahmu," usul Thomas pada akhirnya. Sebenarnya dia tidak percaya ada hantu di rumah Rafayel, namun demi kesejahteraan bersama, Thomas akan menenangkan atasannya ini terlebih dahulu.
Rafayel seketika berbinar mendengar tawaran itu. "Benarkah?"
"Iya. Aku akan membantumu."
Menerima tawaran Thomas, Rafayel akhirnya setuju untuk pulang ke rumahnya sendiri. Lagipula selain merindukan ikan mas kecilnya, Rafayel juga merindukan pemandangan laut di dekat rumahnya.
********
Ketika Rafayel mendengar Thomas mengatakan soal pengusiran setan, dia tidak pernah menyangka cara yang digunakan managernya itu adalah 'ini'.
"Kau yakin ini bisa mengusir hantu?" tanya Rafayel skeptis.
"Tentu saja. Aku melihatnya di internet," jawab Thomas yakin.
"Dengan cara menaburkan garam di sekitar rumah? Serius?"
"Kau tidak percaya?"
"Tentu saja tidak."
"Kau tidak akan tahu sebelum mencobanya." Thomas menaburkan garam terakhir di teras Rafayel. "Nah, selesai. Kalau begitu, aku pulang sekarang."
"A-apa? Kau akan langsung pulang?" tanya Rafayel panik.
"Tentu saja. Aku punya banyak pekerjaan yang menungguku di rumah."
"Tapi..."
"Sampai jumpa." Tanpa menunggu jawaban Rafayel, Thomas langsung berjalan cepat menuju mobilnya yang terparkir di halaman.
Sepeninggal Thomas, kini tinggal lah Rafayel seorang diri. Kepala berhelai dusky purple itu mendongak untuk menatap studio sekaligus rumahnya yang sudah ditaburi garam oleh Thomas. Semoga saja cara aneh ini berhasil mengusir hantu yang bersembunyi di rumahnya.
Rafayel tidak tahu kenapa tiba-tiba rumahnya jadi berhantu. Saat pertama kali mendapatkan rumah ini, semuanya tampak normal-normal saja. Tidak ada kejadian aneh atau sejenisnya yang dialami oleh Rafayel. Hingga sekitar dua minggu yang lalu, Rafayel mulai mengalami hal-hal yang janggal. Mulai dari barang-barangnya yang berpindah tempat, pintu atau jendela yang tertutup dengan sendirinya, dan tak jarang pula Rafayel melihat sekelebat bayangan yang melintasi ruangan.
Menelan ludah gugup, pria berusia 24 tahun itu mencoba menenangkan diri. "Tenang, Rafayel. Ini rumahmu. Tidak ada yang bisa menyakitimu disini. Lagipula, ini siang hari. Mana ada hantu yang muncul di siang bolong seperti ini," gumam Rafayel seraya mulai berjalan menuju kamarnya.
Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba Rafayel berhenti saat merasakan hembusan angin dingin menyapu tengkuknya. Tak sampai disitu, seniman muda itu juga merasakan kehadiran seseorang tepat di belakangnya.
Rafayel berharap itu adalah Thomas yang mungkin kembali untuk mengambil barangnya yang tertinggal, namun harapan itu pupus saat sosok di belakangnya itu membuka suara.
"Ra-fa-yel~"
Suara lirih itu berhasil membuat jantung Rafayel seolah berhenti berdetak. Dengan rasa takut yang mulai melingkupi dirinya, Rafayel menoleh ke belakang hanya untuk mendapati sesosok perempuan bergaun putih tengah balas menatapnya.
"Akhirnya kau kembali. Hihihihihi."
"AAAAAAAAAAAAAAAAARGH!"
.
.
.
Words : 795
Senin, 25 Maret 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro