XIII. Terpojok
Pergi dengan Johan, bukan berarti juga akan pulang dengan lelaki yang telah menyakitinya tersebut. Hanum menghubungi Gibran untuk menjemputnya. Selain agar tidak terkesan memberi kesempatan pada lelaki itu, ia juga tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman berlanjut pada Gibran. Bagaimana jika ada seseorang yang melihat mereka berduaan dan melaporkannya pada Gibran? Maka, perang dingin akan dimulai lagi seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
Johan pun bertindak sebagaimana laki-laki sejati. Ia tidak meninggalkan Hanum begitu saja di restoran tempat mereka bertemu Veronica. Walau perempuan itu menolak keras pulang dengannya, tapi tidak dapat menolak ketika ia memutuskan menemani untuk menunggu hingga Gibran tiba. Meskipun kerisihan ditampakkan dengan jelas oleh Hanum, tidak membuat Johan menyerah begitu saja.
"Reuni kampus nanti kamu akan datang, kan? Aku udah siapkan hal spesial untuk kamu." Johan mencoba membuka obrolan, guna mengurangi kecanggungan di antara mereka.
Hanum tidak menjawab sama sekali. Selain karena tidak ingin menjawab, ia juga tidak tahu tentang reuni yang dimaksud oleh Johan. Arletta tidak menyampaikan apa pun padanya mengenai hal ini. Begitu pun dengan Gibran. Mungkin mereka juga belum tahu informasinya, atau nanti saja dia tanyakan.
"Kalau misal kamu nggak datang, aku juga nggak akan datang, lho," tambahnya masih mencoba mencairkan suasana.
Hanum benar-benar tidak peduli dengan apa yang dilakukan lelaki tersebut. Datang atau pun tidak, itu bukan urusan lelaki itu sama sekali. Johan bertingkah seperti mereka memiliki keakraban tertentu saja. Hanum bergidik geli.
"Kamu kenapa menarik diri lagi dari aku, Num?" tanya Johan yang kesal diabaikan.
"Emangnya aku harus dorong diri ke kamu, gitu?" ketus Hanum tampak tidak suka dengan topik yang dipilih Johan—sebenarnya, apapun topiknya tidak akan disukai oleh Hanum. Ia sudah benar-benar muak dengan lelaki bermuka tebal tersebut.
"Bukan gitu. Kita udah dewasa, bukan lagi anak kuliahan yang labil. Aku juga udah minta maaf ke kamu tentang hari itu. Kamu juga udah terlihat baik-baik aja selama ini, kenapa sekarang kamu balik marah lagi? Aneh bagi aku." Johan mengutarakan apa yang dirasakannya pada Hanum.
Hanum mendesis. "Hanya karena udah kejadian bertahun lalu, kamu membawa kata dewasa untuk melupakan kejadian itu? Apa kamu pikir orang yang udah berumur sekali pun nggak akan menyimpan luka atas kejadian masa lalu? Lantas, dengan begitu mereka juga nggak bersikap dewasa? Kamu menghina aku di depan umum. Kamu bilang nggak suka dengan aku, tapi kamu nggak pernah menolak aku dengan tegas. Kamu selalu menerima perlakuan baik yang aku kasih untuk kamu. Kamu menikmati makanan yang aku buatkan. Dan akhirnya hanya menghinaku seperti sampah jalanan yang nggak pantas dipungut." Hanum menekankan kalimat akhir persis seperti apa yang dilontarkan oleh Johan ketika itu.
"Sekarang kamu mau mendekatiku. Kenapa? Karena aku udah seperti bunga di taman yang layak dipetik?" tanyanya sarkas.
Johan menatap perempuan di sampingnya dalam diam. Seingatnya, sejak tujuh tahun lalu, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini dari Hanum. Ketika dulu dirinya menolak perempuan tersebut dengan kasar dan hina, perempuan itu hanya pergi dan menghindar dengan jelas. Jika mereka berpapasan di kampus, maka Hanum akan berpura-pura tidak melihat. Tidak pernah sekali pun ia mendengar suara nyaring perempuan itu menyapanya dan tertawa sebagaimana yang biasa dilakukan. Bahkan, ketika mereka sudah bekerja di tempat yang sama sekali pun, Hanum hanya banyak diam dan tidak menanggapinya sama sekali, walau dirinya terus menempel seperti permen karet.
Seminggu ini ia melihat hal lain dari Hanum. Perempuan itu terus berbicara dengan ketus padanya dan mengungkit kejadian lama. Ini semakin menarik. Ia semakin tertantang untuk mendapatkan perempuan ini, tidak peduli jika dia sudah bertunangan sekali pun.
"Ya, aku mendekatimu, dan aku akan membuatmu tergila-gila lagi padaku seperti dulu," jawabnya penuh percaya diri.
Tidak disangka, Hanum tertawa keras mendengar jawabannya. Setelah sekian lama, akhirnya ia melihat Hanum tertawa lagi untuknya. "PD banget aku bakal suka lagi sama kamu. Maaf, ya, untuk jatuh cinta dua kali pada orang yang salah itu namanya bodoh. Dan aku bukan perempuan bodoh," tandasnya dengan senyum jenaka.
Johan mendesah. Jawaban tersebut di luar perkiraannya. Harga dirinya kini terluka. Seolah Hanum menganggap derajatnya begitu rendah.
Belum sempat Johan memberi tanggapan, orang yang ditunggu oleh Hanum tiba.
"Hai, sayang," sapa Hanum langsung menggandeng Gibran yang baru turun dari mobil. Matanya melirik pada Johan yang menunjukkan raut kecemburuan.
Gibran yang kaget akan sikap Hanum, dengan senang menyambut sapaan tersebut. Sudah lama ia tidak mendapat panggilan itu dari tunangannya.
"Kamu kenapa di sini?" tanya Gibran pada Johan dengan nada tidak suka.
"Aku bersama Hanum sejak tadi. Aku menemaninya," jawab Johan angkuh.
Gibran tersenyum. "Kamu gigih sekali. Aku sarankan untuk segera menyerah. Dia akan menikah denganku. Jangan buang waktumu untuk mendekati perempuan yang udah punya pasangan. Jaga harga dirimu baik-baik, brother." Gibran menepuk pundak Johan seolah sedang memberi nasihat pada teman baiknya.
Johan mengepalkan seluruh jarinya. Rahangnya mengeras. Matanya memanas karena amarah. Sepasang kekasih ini sedari tadi merendahkannya.
Gibran menyadari ketegangan diri Johan, ia pun mendekat dan berbisik, "Akui aja kekalahanmu. Kamu nggak akan bisa miliki apa yang udah aku dapatkan. Kamu tahu, kan, aku orang yang akan terus memegang sesuatu yang udah menjadi milikku."
Johan semakin menjadi mendengar kalimat tersebut. Sekali pun dia divonis kalah, menurutnya ia belum kalah sama sekali. Mereka masih bertunangan. Belum ada pengikat yang sah antar keduanya.
"Kamu pun tahu, aku orang yang nggak mudah menyerah," balasnya dengan gigi yang gemeletuk.
Hanum tidak peduli dengan apa yang kedua lelaki itu bicarakan. Tampaknya mereka berdua memang saling membenci antar satu sama lain. Dan sepertinya, alasan kebencian tersebut bukan hanya karena dirinya, melainkan ada hal lain yang tidak diketahui oleh Hanum. Entahlah. Hanum hanya perlu melepas diri dari Johan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro