Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilog

NB : Terima kasih saya ucapkan pada teman-teman semua atas dukungannya, baik dari sosialisasi dalam grup Wattpad Facebook, DM pribadi di akun wattpad hingga segala vomen yang disematkan dalam setiap cerita yang saya publish 😁. Tanpa kalian, karya saya hanyalah tulisan yang tidak akan berkembang bahkan dikenal sampai kapanpun.

Jika ada kata-kata atau ejaan yang masih salah, mohon maaf ya. Oleh karena itu sangat diharapkan pada teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran secara terbuka 💪.

Dan di atas semuanya, semoga cerita ini menghibur kalian semua ya.

Semoga saya masih diberikan kesempatan untuk terus berkarya agar bisa menghibur pembaca sekalian 🙏.

~~~~~

At the center of your world stay, I want to be myself now because I'm down for you. -F.M.

Like uncounting stars, my love is also uncountable and unmeasureable. -L.L.

*****

Semua teman yang sering berinteraksi dengan Ferdian (sebut saja mantan teman sebangku barisan belakang seperti yang dijuluki Virga), jelas sudah mengetahui kalau cowok itu adalah cucu Grup Samuel yang terkenal, tetapi mereka tidak menyangka kalau dia akan memanfaatkan embel-embel latar belakangnya untuk kepentingan reuni dadakan khusus angkatan sekelasnya dan lantas mengolaborasikannya dengan acara prom night adik kelas mereka.

"Yang nggak gue paham adalah..." Virga menyelutuk seperti biasa pada semua teman yang mau mendengarnya, "...acara ini sebenarnya beneran cuma reuni atau ada niatan pamer, sih?"

Krisna tahu-tahu mendekati Virga dan berbisik ke telinganya untuk menjawab, "Ini sebenarnya modus supaya gue bisa ketemu sama Elina. Biar ada alasannya gitu loh."

"Serius?" tanya Virga, ekspresinya menjadi kacau karena selain gagal paham, dia harus menunjukkan ekspresi kaget sekarang. "Kenapa harus pake acara seribet ini hanya buat ketemu Elina? Helllowww, zaman udah canggih, ma Bro! Apa karena lo nggak pernah pacaran jadinya kuper begitu?"

Krisna memasang ekspresi terhina lantas berniat untuk memberi pelajaran pada mulut Virga yang sama sekali tidak ada berakhlak ketika ekor matanya menangkap sosok Elina yang masuk ke Auditorium SMA Berdikari.

Elina bertambah cantik setelah lewat setahun, sukses membuat Krisna terpana hingga lupa kalau tangannya masih memeras kerah kemeja Virga.

Virga melepas paksa cengkeraman di dekat lehernya itu dan sebenarnya mau mengambil kesempatan untuk menerjang Krisna, namun diurungkannya karena tidak tega dengan cowok itu.

Yahhh... gimanapun kembali lagi ke julukan sayangnya Virga pada beberapa temannya; mantan teman sebangku barisan belakang.

Untungnya, nama Krisna Pramudya termasuk di dalamnya.

Virga melirik waktu di jam tangannya yang menunjukkan kalau reuni dan prom night akan dimulai setengah jam lagi. Cowok itu menunggu Nara dan beberapa teman lainnya yang masih belum hadir. Karena bosan, dia memilih memperhatikan adik kelasnya yang berpenampilan sesuai dress code yang disepakati; black and white.

Virga mau tidak mau teringat akan dress code angkatan mereka tahun lalu yaitu mask party. Lucunya adalah, cowok itu sempat salah mengajak dansa cewek yang dikiranya adalah Nara, hingga berujung daun telinganya menjadi sasaran karena disangka sedang selingkuh oleh Nara yang asli, kemudian diakhiri kehebohan semua orang selama tiga puluh menit berikutnya.

Mungkin itu sebabnya mengapa dress code tahun ini berubah. Ketua OSIS SMA Berdikari pastinya tidak mau kejadian seperti itu terulang lagi.

"Woi, Alvian Febriandy!" Virga lantas berteriak memanggil sang Ketua OSIS yang seharusnya sudah berubah status menjadi mantan Ketua OSIS.

Cowok yang bernama Alvian Febriandy lantas menoleh dan mendekati Virga setelah pamit sebentar dengan Clarissa Vindy, pacarnya.

Duo Alvian dan Virga lantas melakukan ritual salam-salaman ala brotherhood yang lagi ngetren dengan awalan kepalan tangan yang saling beradu dan diakhiri dengan lambaian tangan yang menjauh.

Cukup lebay sebenarnya, tetapi kembali lagi ke dunia SMA yang masih menikmati dunia mereka sendiri secara bebas.

Itulah sebabnya dunia SMA ngangenin, kan?

"Nara mana?" tanya Alvian. Sudah hal biasa bagi Alvian akrab dengan siapa saja bahkan dia bisa mengingat kebiasaan atau informasi umum dari semua teman yang bercakap-cakap dengannya. Namanya juga mantan Ketua OSIS, relasinya pasti banyak dan pergaulannya tidak perlu diragukan lagi.

Udah gitu ganteng lagi. Alvian benar-benar sempurna, sayang sudah ada yang punya. Virga sempat berpikir jika dia dilahirkan sebagai cewek, mungkin dia akan berbaris di barisan paling depan untuk meneriakkan nama Alvian sekeras-kerasnya, ngalah-ngalahin fans fanatik The Boyz.

"Belum datang nih. Katanya sih datang bareng Luna sama Ferdian."

"Oh gitu. Temen gue juga banyak yang belum dateng, sih. Yang cewek apalagi. Mungkin masih sibuk dandan. Biasalah, demi kecantikan. Padahal menurut gue yang alami lebih mempesona."

"Maksudnya, kayak cewek lo?" tanya Virga, ekor matanya segera melirik ke arah Clarissa berdiri. Cewek itu hanya berdandan seadanya meski juga layak disebut cantik. Lebih tepatnya persis seperti Alvian bilang sih, cantik alami.

Alvian mengangguk, lantas menunjukkan senyum lebarnya. "Cewek lo juga, kan? Denger-denger kalian pada kuliah di Trisakti, ya? Kedengarannya keren."

Virga mengangguk. "Nggak ada bedanya menurut gue, mau di Trisakti kek, di Binus kek, di UI kek, di UPH kek, asalkan--"

"Asalkan ada Nara, di situ ada lo, kan?" potong Alvian, sengaja dilakukannya untuk pamer kalau dia cukup memahami Virga. "Untuk yang ini gue setuju sama lo."

"Tumben. Lo kan dikenal karena perfeksionis, nggak mau research dulu nih mau kuliah di mana?" tanya Virga dengan sebelah alis terangkat. "Ckckckckck... bahkan Ketua OSIS pun bisa jadi korban bucin juga."

"Al, Pak Rio manggil lo nih," panggil Clarissa yang tahu-tahu mendekati duo Alvian dan Virga, menghalangi niat Alvian untuk membalas perkataan Virga. Padahal korban bucin tapi ngatain orang lain korban bucin. Kan nggak sadar diri namanya.

Tapi ya sudahlah ya. Alvian toh merasa apa yang Virga katakan tidak salah. Namanya menyukai seseorang, kita pasti tunduk pada cinta karena kita mencintainya dengan tulus. Jadi budak cinta bukan masalah besar, anggap saja panggilan sayang.

Maka, Alvian memilih untuk pamit setelah berhasil menyuntikkan penghiburan pada dirinya sendiri.

Virga lantas merasa tergoda untuk menjahili Clarissa. "Tadi Alvian bilang, cantik alami itu lebih mempesona. Artinya pasti ditujukan ke lo, kan?"

"Oh ya?" tanya Clarissa sambil cengar-cengir dan menyentuh kedua pipinya yang memerah.

"Bucin yang ini paling parah kayaknya," celetuk Virga. "Baru puji dikit loh padahal. Secara nggak langsung, lagi. Kalo langsung, gimana hayo? Bakal kayak cacing kepanasan pastinya, ya."

"Biarin. Bilang aja lo iri," balas Clarissa meski dia masih malu-malu.

Tepat pada saat itu, beberapa teman Clarissa datang yang Virga kenal sebagai Tamara Felisha, Vio Harvey, dan Talitha Venesya. Meski menyandang status laknat dan nilai akademiknya kurang, Virga bisa menghapal beberapa nama populer di sekolah.

Seperti Tamara Felisha dan Vio Harvey yang populer karena adalah anaknya Pak Rio sang Kepala Sekolah, sementara Virga bisa mengingat nama Talitha Venesya karena visualnya yang tidak bisa diremehkan.

Talitha ini sudah ada yang punya, pasangannya adalah si Vio ini. Begitu juga Tamara yang visualnya juga tidak kalah. Makanya Virga pernah bilang, kalo Elina melepas status lajangnya, saat itu SMA Berdikari akan berduka karena tinggal cewek itu satu-satunya visual yang tersisa.

Meski teknisnya Elina sudah jadi alumni SMA Berdikari, sih. Kan angkatan mereka sudah lulus setahun yang lalu.

"Gue denger acara prom night malam ini gabung sama acara reuni mantan kakak kelas kita. Ternyata bener, ya?" tanya Talitha polos setelah melihat Virga dan beberapa mantan kakak kelas lainnya.

Vio mengangguk. "Salah satu kakak kelas kita cucu Grup Samuel, soalnya. Jadi ada ikut support acara kita juga."

"Niatnya pasti pamer sih," celetuk Virga yang tidak tahan untuk tidak meng-ghibah-kan orang setiap mendapat kesempatan. "Kalo cuma reuni doang ngapain juga sampai ke sekolah, gangguin acara prom night kalian lagi."

"Menurut gue nggak apa-apa, sih." Tamara ikut nimbrung. "Menurut gue makin rame makin seru. Ambil positifnya aja, kalian kan udah pada kuliah, mana tau kami bisa nanya-nanya tentang pengalaman kuliah kalian."

"As expected, my smart Bunny," puji seseorang yang Virga kenal sebagai pacar Tamara, Nevan Anindira. Selain itu, dia juga adiknya Bu Naura Anindira, sang guru killer di sekolah. "Lo selalu sepositif itu sama semua hal di saat yang lain memikirkan jeleknya doang."

Virga merasa tersinggung karena secara tidak langsung Nevan menyindirnya. Tamara saja peka akan hal ini sehingga cewek itu segera menyikut pinggang pacarnya dan memberinya tatapan peringatan untuk menjaga omongannya. "Kayaknya gue harus mawas diri biar nggak dipukul rotan sama Bu Naura. Soalnya kalau adiknya sampai nangis, kakaknya pasti nyari gue."

Nevan langsung emosi, yang segera mengingatkan Virga pada seseorang. Makanya, cowok itu refleks tertawa karena membayangkan ekspresi orang itu dalam benaknya.

"Emosi lo persis banget sama Ferdian. Kalo dia dateng, lo harus kenalan sama dia ya biar gue bisa tes siapa yang lebih sabar."

"Ada yang manggil gue?" tanya Ferdian dengan nada waspada di belakang mereka, sukses membuat semua yang berinteraksi dengan Virga menoleh ke arahnya. Di belakang Ferdian, ada Luna dan Nara yang menyusul.

"Gue ketemu adik kelas yang karakternya persis kayak lo. Coba deh kalian debat, biar gue tau siapa yang lebih songong."

"Nggak ada kerjaan banget sih," protes Nara pada Virga. "Kamu itu udah mahasiswa, Ga. Jurusan Psikologi lagi. Bisa nggak sih setidaknya tunjukin sikap kamu sesuai jurusan?"

"Justru itu, Sayang. Aku mau ngetes kepribadian mereka pake intuisi aku sebagai anak Psikologi. Hitung-hitung nggak ada tambahan biaya atau bersyarat," jawab Virga sembari menarik senyum seringainya, membuat Nara memutar bola matanya dengan jengah sekaligus gagal paham.

"Nggak tertarik," jawab Ferdian dan Nevan yang secara tidak terduga menjawab hampir bersamaan, membuat semuanya takjub sekaligus merasa konyol.

"Kayaknya bener deh kata Virga, karakter kalian mirip," kata Talitha dengan mata meneliti duo Ferdian dan Nevan dengan lamat-lamat seakan sedang mempelajari mereka. "Your faces are look alike, too. Apa kalian ada hubungan saudara?"

"Hmm... nggak sih," jawab Tamara dan Luna serempak secara tidak disangka-sangka juga, membuat keduanya lantas saling bertukar pandang refleks.

"Kok gue jadi merinding ya," kata Clarissa sambil bergidik ngeri. "Ah, nggak tau deh. Gue nyari tempat duduk aja ya. See you, guys."

"Kami juga deh. Yuk," ajak Vio pada Talitha dan keduanya segera menyusul Clarissa.

Tamara sebenarnya berencana mau pamit juga, tetapi kata-kata dalam tenggorokannya terpaksa ditunda karena ekor matanya menangkap sosok cowok yang dikenalnya.

"Eh! Kyu!" panggil Tamara keras, membuat semua mata beralih pada cowok yang dipanggil oleh Tamara.

"Kyu?" tanya Virga, sontak dibuat gagal paham karena orang yang Tamara panggil rupanya adalah Yoga.

Yoga yang baru datang tiba-tiba membeku ketika mengenali Tamara yang memanggilnya. Karena tidak punya pilihan dan juga sudah banyak pasang mata yang menatapnya, cowok itu melangkahkan kakinya ke kerumunan kecil itu.

Sewaktu Yoga bergabung, Krisna dan Elina juga ikut bergabung, sementara Virga menatap Yoga dengan tatapan penuh selidik.

"Sejak kapan nama lo jadi Kyu?" tanya Virga curiga.

Yoga membuka mulutnya hendak menjawab tetapi sudah keduluan oleh Nevan yang sepertinya telah mempersiapkan hari untuk membuat perhitungan dengannya. "Lo kan yang sok ngajak kenalan waktu di bazaar sama Tamara-nya gue!"

Tuduhan Nevan lantas dihadiahi pukulan tepat di perutnya oleh Tamara sementara para 'mantan teman sebangku barisan belakang' menatap Yoga dengan tatapan horor seakan cowok itu adalah seorang penipu.

"Tapi nama lo kan Yoga. Kenapa bisa jadi Kyu?" tanya Virga lagi dengan nada mendesak dan sepertinya dia tidak akan bisa tidur nyenyak jika pertanyaannya tidak dijawab.

"Hmm... Kyu sebenarnya nama panggilan gue waktu kecil," jelas Yoga dengan nada agak canggung dan terkesan malu-malu karena dia menggaruk bagian belakang tengkuknya dengan kaku.

Luna akhirnya paham apa arti bahasa tubuh Yoga, sehingga cewek itu berpikir untuk menyelamatkan cowok itu dari situasi yang tidak mengenakkan ini. "Acara udah mau mulai. Yuk, kita pilih tempat duduk."

Rencana Luna berhasil karena sebagian besar yang ikut berkerumun tadi lantas setuju untuk bubar, termasuk Virga yang mau tidak mau harus menyerah karena Nara telah menarik tangannya.

Kini, tersisa Luna yang sengaja menunggu Yoga menjelaskan, ditemani oleh Ferdian di belakangnya.

Ya iyalah, mana mau kan cowok itu membiarkan Luna berduaan aja dengan Yoga?

"Is she your ex-crush? One-sided love?" tanya Luna terus terang, mengabaikan ekspresi canggung dari Yoga, apalagi dia sempat berjengit ketika mendengar pertanyaan cewek itu.

"Ditilik dari ekspresi lo kayaknya iya," celetuk Ferdian terus terang. "Kayaknya dari sini gue bisa nebak tipe idaman cewek yang lo suka dan lo rupanya nggak belajar dari pengalaman."

"Maksud lo?" tanya Yoga sementara Luna menyerang Ferdian dengan memberinya tatapan penuh peringatan.

"Mau gue kasih tips?" tanya Ferdian sombong seakan dia adalah pakar cinta terkenal.

Herannya, Yoga mau-mau aja menganggukkan kepalanya.

Ferdian mencondongkan tubuhnya lantas berbisik pada Yoga meski Luna masih bisa mendengarnya. "Mungkin lo perlu niru gue. Tapi kayaknya susah sih soalnya visual lo udah dari sananya begitu. Maksud gue, gimanapun bibit unggul ya tetap aja bibit unggul, jelas beda sama bibit jelek tapi berusaha diunggulin. Ibarat perasaan yang nggak mungkin bisa dipaksa jadi suka."

"Udah cukup belum nyakitin Yoga?" sindir Luna dingin. "Sombong banget sih jadi cowok."

"Tapi lo suka, kan? Sampe cinta mati malah," jawab Ferdian dengan tatapan menyebalkan, sementara Yoga terlihat seperti ingin ngamuk tetapi tidak jadi karena berusaha menahannya.

Yoga mengerti mengapa Ferdian seperti itu. Sama seperti Nevan yang menunggu hari untuk balas dendam, Ferdian juga demikian karena masih tidak puas dengan kedekatan cowok itu dengan Luna hingga sekarang.

Ya sudahlah ya. Jika tidak ingin terjadi pertengkaran di hari istimewa seperti ini, harus ada yang mengalah.

Jelas. Yoga yang HARUS mengalah.

~~~~~


Benar apa yang dikatakan Virga kalau acara reuni yang diadakan ini sepertinya hanya untuk memamerkan nama Grup Samuel dan sebagai formalitas supaya bisa memenuhi misi tertentu.

Seperti mendekatkan Krisna pada Elina, misalnya.

"Bro, thanks ya gue jadi punya alasan buat minta nomor hp Elina trus mewujudkan trik yang lo ajarin ke gue," ucap Krisna bahagia sembari menambah banyak-banyak daging ayam ke atas piring Ferdian.

Khusus acara malam ini, Grup Samuel mengadakan acara makan-makan yang lebih tepat disebut sebagai perjamuan ala hotel karena penyajiannya dalam model prasmanan. Semuanya tampak bahagia dengan fasilitas ini, bahkan Virga yang sempat mencemooh Ferdian sukses dibuat bungkam karenanya.

Siapa sih yang masih berani mencela jika sudah disuguhi makanan gratis?

Mendadak ada sepasang adik kelas yang sengaja mendekati mereka, lantas memberikan tatapan penuh haru tepat ketika Ferdian mau merespons ucapan Krisna.

Ferdian yakin sepertinya tidak lama lagi dia--yang berjenis kelamin cowok itu--akan menangis saking bahagianya.

"Kak Ferdian, makasih banyak ya udah menyediakan acara makan kayak gini. Kebetulan perut aku lapar banget waktu acara penyambutan tadi padahal aku udah makan tiga piring loh sebelum kesini. Kenalin Kak, aku Harris. Harris Evanesco."

"Eh, aku juga. Aku Vica Eleora, pacarnya Harris. Aku juga makasih banget sama kebaikan Kakak. Berkat Kakak, aku rasa acara prom night nggak sehoror itu soalnya aku benci banget pake gaun."

"Oh oke. Sama-sama," jawab Ferdian sambil tersenyum manis. "Makan yang banyak ya biar ada tenaga soalnya jadi bucin itu nggak gampang."

"Kakak pandai bercanda rupanya," puji Vica dengan mengayunkan lengannya ke depan dengan gemas, lantas mengajak Harris kembali ke surganya makanan setelah memberi hormat pada Ferdian.

"Gue tau lo nyindir gue," tuduh Krisna dengan mata yang dipicingkan. "Tapi nggak apa-apa. Mood gue lagi bagus hari ini."

"Oh, mood lo lagi bagus hari ini?" tanya Ferdian.

"Yoi. Emang napa?"

"Teriak ke semua orang sekarang. Bilang 'Ferdian jauh lebih ganteng dari gue'."

Ferdian mengira kalau Krisna tidak mungkin mau melakukannya atau setidaknya, cowok itu protes dengan perintahnya.

Rupanya Ferdian salah.

"FERDIAN JAUH LEBIH GANTENG DARI GUE! Puas?" tanya Krisna yang sepertinya telah disetel untuk tunduk pada Ferdian, sementara hampir semua mata tertuju pada mereka sekarang terutama pada Krisna karena teriakan absurdnya.

"Ternyata demi Elina, lo rela merendahkan gengsi lo. Sesuka itu ya sama dia?" tanya Ferdian setelah selesai memilih makanan dan melangkahkan kakinya ke tempat duduk di mana Luna berada, disusul Krisna di belakangnya.

"Ibarat roti yang serasa nggak lengkap tanpa selai, gue juga merasa gitu tanpa Elina," kata Krisna lugas, tanpa embel-embel canggung atau malu ketika menyampaikan perasaannya seakan cowok itu sudah terbiasa, membuat Ferdian mendengus tawa.

"I like your statement," puji Ferdian bersungguh-sungguh, lantas mendudukkan dirinya di sebelah Luna yang sedang menyantap makanannya sembari mengobrol ringan dengan Nara di sebelahnya.

Mereka semua menempati meja bundar ukuran besar yang memuat delapan kursi, yang disiapkan khusus untuk para alumni.

Pak Yunus duduk di antara mereka mengingat mereka memerlukan seorang guru untuk menemani acara mereka.

"Bapak nggak ogah liat saya, kan? Karena kita ketemu lagi," celetuk Virga karena Pak Yunus duduk tepat di sebelahnya mengingat hanya di situ satu-satunya bangku yang tersisa di antara meja yang lain.

"Beda artinya kalau kamu nggak lulus," jawab Pak Yunus. "Dan kayaknya kamu masih pacaran sama Nara, ya?"

"Kenapa, Pak? Kagum ya dengan kesetiaan saya?"

"Bukan. Bapak justru kagum sama kesetiaan Nara sama kamu. Kalo Bapak jadi Nara sih, ogah pacaran sama anak laknat kayak kamu," jelas Pak Yunus santai sembari menyantap makanannya dengan lahap.

"Issshhh! Bapak tega amat!"

Nara memanfaatkan kesempatan ini dengan mengacungkan dua jempolnya pada Pak Yunus yang segera disambut oleh beliau dengan mengacungkan jempolnya juga, lengkap dengan cengiran yang menunjukkan lesung pipinya. "Pak Yunus kerennnn!!!"

Virga semakin kesal dibuatnya.

Krisna yang mendengarnya segera tertawa diam-diam karena lokasi Virga duduk bersebelahan dengannya. Teknisnya, Krisna duduk diapit oleh Virga dan Elina.

"El," panggil Krisna.

"Hmm?"

"Kalo kita kapan?"

"Kapan apanya?"

"Pacarannya."

"Uhuk! Uhuk!" Elina sukses dibuat terbatuk-batuk sementara Krisna cepat-cepat mengambilkan air mineral untuknya.

"Kalo gue mati keselek, keluarga besar gue bakal tuntut lo loh!"

"Nggak apa-apa, sih. Kalo perlu konsekuensinya jadi perawat lo. Gue mau kok," sahut Krisna santai.

"Ya ampun, Krisna. Bucin banget sih lo," kata Nara yang tidak tahan untuk tidak memberikan komentar, mengingat cewek itu duduk di sebelah Elina yang teknisnya duduk di antara Krisna dan Nara.

"Masih kalah sama cowok lo," balas Krisna. "Sampai jadi mahasiswa aja mau satu jurusan sama lo. Kalo gue kan nggak gitu."

"Itu sih karena Elina belum nerima lo jadi pacarnya," timpal Virga yang tidak terima. "Gue yakin kalo kalian pacarannya udah dari dulu, lo mungkin bakal ikut Elina kuliah di UPH. Atau mungkin ikut impiannya juga jadi selebritis."

"Lo--"

"Kalo bucin tapi masih munafik, itu cari gara-gara namanya," timpal Ferdian, sengaja balas dendam atas perlakuan Krisna di masa lampau.

SKAKMAT!

Sekarang gantian Virga dan Ferdian yang saling melempar dua jempol mereka secara bersamaan.

Pak Yunus yang sedari tadi mendengar perdebatan mereka lantas bermaksud mengajak Yoga berbicara karena di antara semuanya, cowok itu satu-satunya yang paling kalem.

"Kalo kamu gimana, Yoga? Kamu belum punya pacar, kan?"

"Belum, Pak." Yoga menjawab sopan.

Pak Yunus segera mengelus punggung Yoga kebapakan dan menghibur, "Nggak apa-apa, Nak. Mungkin sekali-kali kamu perlu ngebucinin cewek."

"Siapa bilang Yoga nggak pernah ngebucinin cewek, Pak?" protes Ferdian ketus. "Semua yang duduk semeja sama Bapak pada korban bucin semua. Ayo, ngaku aja kalian."

Luna menatap pacarnya dengan tatapan datar, sementara sisanya menatap Ferdian dengan kesal karena tidak malu-malu membuka kartu di depan Pak Yunus.

"Menurut gue itu bukan sesuatu yang memalukan karena itu artinya kita mencintai dengan sepenuh hati," kata Ferdian lagi, sukses membuat takjub semuanya karena sempat mengira kalau cowok itu berniat untuk mengintimidasi Yoga juga. "Gue ngaku kalo gue ngebucinin Luna."

Pak Yunus segera mengacungkan jempolnya dengan bangga. "Pemikiran kamu makin dewasa. Apa karena kamu sempat menggantikan posisi kakekmu jadi Presdir Grup Samuel?"

"Bisa jadi, Pak. Tapi yang jelas ini semua berkat kegigihan Luna. Bapak tau sendiri kan berapa lama perjuangan dia ke saya," jelas Ferdian bangga, lantas mengalihkan tatapannya ke pacarnya. Acara tatap-tatapan mesra tersebut lantas disambut dengan ledakan teriakan 'cieeee' secara serempak.

Pak Yunus manggut-manggut. "Ah, Bapak jadi ikutan baper. Malah jadi keinget sama gebetan Bapak."

"Yang penting kan Bapak udah nikah," kata Virga berusaha menghibur, mungkin merasa sangat simpatik dengan Pak Yunus.

Pak Yunus mendadak seperti kehilangan napsu makan karena tangannya meletakkan sendoknya dengan gaya lesu, lantas mengembuskan napas panjangnya. "Tuh kan, kamu aja mengira kalo Bapak udah nikah."

"Apa? Jadi Bapak masih single?" tanya Virga sambil melongo, disambut anggukan lunglai Pak Yunus.

"Ahhhh, andai aja Bapak ikut jejak kamu ngebucinin gebetan Bapak dan pantang nyerah, mungkin sekarang Bapak yang dampingi dia di sana," keluh Pak Yunus, lantas melayangkan pandangannya jauh ke depan di mana panggung berada.

Semua mata yang semeja dengan Pak Yunus segera mengikuti pandangan beliau dan secara serempak menarik napas dengan syok.

"Jangan bilang kalo gebetan yang Bapak maksud itu, yang berambut cokelat?" tanya Virga dengan siaga seakan khawatir kalau target yang bersangkutan akan menguping pembicaraan mereka, padahal jarak dari meja bundar ke aula terlampau jauh.

"Jangan bilang kalo gebetan yang Bapak maksud itu, yang lagi duduk sama Pak Rio--sang Kepala Sekolah kita yang tercinta?" tanya Krisna dengan mata yang masih melotot.

"Jangan bilang kalo gebetan yang Bapak maksud itu, si guru killer di sekolah?" tanya Elina, berusaha untuk tidak percaya dengan dugaannya.

"Bu Naura ya, Pak?" tanya Luna terus terang, membuat Pak Yunus memasang wajah sedih dan lantas menganggukkan kepalanya dengan pasrah.

"Duh, Bapak kasihan banget," kata Virga simpatik, lantas langsung melupakan kekesalannya pada beliau hingga tak bersisa. "Apalagi kalo Bu Naura targetnya, itu di luar jangkauan, Pak."

"Kamu lagi menghibur atau mengejek Bapak, sih?" protes Pak Yunus kesal, ekspresinya segera berubah. "Ya udahlah ya, Bapak tau kalo Bapak nggak ada visual gantengnya, jadi udah pasti nggak ada harapan."

"Jangan ngomong gitu, Pak. Heh Virga! Mulut tuh dikontrol bisa nggak sih?" hardik Nara galak, sukses membuat kicep Virga.

"Maaf deh, Pak. Saya bukan sengaja. Lagian wanita bukan cuma Bu Naura kok. Kan masih ada Bu Valen, guru baru," hibur Virga lagi, berusaha menahan dirinya.

"Betul kata kamu. Lagian Bapak udah move on kok, tenang aja."

Pak Yunus lantas tersenyum begitu lebar seakan kesedihan tadi hanya berupa iklan, membuat semua yang duduk di meja tersebut saling lirak-lirik dan menggeleng-gelengkan kepala mereka secara hampir bersamaan.

Rupanya yang namanya guru juga bisa mempunyai sifat kekanakan seperti mereka, ya.

Tamat

Hai semuanya..😄
Karakter adik-adik kelas hanya sebagai cameo ya (diambil dari cerita saya sebelumnya yang 'My Zone is You').

Tenang aja, nggak ada hubungannya kok sama cerita sebelumnya, hanya pake visual dan nama mereka. Sifat mereka memang masih sama, tapi kalo kalian baca terpisah itu tetap bisa mengerti kok tanpa harus baca cerita sebelumnya.

Meskipun demikian, yang mau baca cerita yang kurang lebih gokil sama ada komedinya, dibaca juga ya cerita My Zone is You. Moga cocok.

Terima kasih sekali lagi, pembaca setia, yang sempat vote, komen, kasih review, dan yang pasti bener-bener mau baca full cerita aku ❤️.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro