5). Exactly the Real
The game is already over, I think.
-F.M.
*****
Ferdian mengempaskan dirinya ke sofa usai melempar tas punggungnya sembarangan, sama sekali tidak peduli ketika tasnya memantul bebas hingga tergeletak menyedihkan di lantai.
Suasana hati Ferdian jelas tidak dalam kondisi yang bagus sehingga ketika dia mendengar bunyi khusus tanda akses pintu dibuka oleh seseorang dari luar, cowok itu tidak terpengaruh sama sekali.
Lagi pula tanpa melihat, Ferdian tahu siapa pelakunya karena hanya dia satu-satunya yang mengetahui kode sandi apartemennya, bahkan jika ditilik dari caranya membuka pintu.
Benar dugaan Ferdian, pelakunya adalah Orion Lovandra, adik kandungnya Luna Lovandra. Cowok itu selalu mendorong pintu apartemen dengan energi yang terlalu dilebih-lebihkan seakan engsel pintunya sudah karatan, sehingga bisa dibayangkan seperti apa kehebohan seorang anak di bawah umur yang hanya membuka pintu saja harus seberisik itu.
Keturunan Lovandra memang tidak bisa dianggap enteng jika berkaitan dengan visual karena wajah Orion juga bisa membuat adem hati dan pikiran siapa saja yang mengenalnya. Lebih tepatnya, cowok itu begitu manis dengan bibir penuh dan mata yang selalu memancarkan sinar jenaka hingga membuatnya kelihatan seperti sangat jarang emosian, berbeda dengan Ferdian yang sekali menatap saja bisa membuat tulang kaki serasa berubah menjadi jeli.
Meski begitu, kadar ketampanan mereka sama-sama bersaing dengan idol Korea Selatan generasi muda.
Orion menyerahkan tas bekal ke arah Ferdian yang masih menyembunyikan wajahnya ke dalam tangan besarnya, lalu berkata, "Tuh kan bener dugaan aku. Kak Iyan pasti lagi galau. Makan dulu ya. Galaunya bisa ditunda dulu, kan?"
"Taruh aja di meja," balas Ferdian singkat, masih bergeming dengan posisinya.
Orion menurut, dia meletakkan tas tersebut di atas meja kaca sofa, kemudian duduk di sebelah Ferdian dengan gaya seolah-olah apartemen itu adalah rumahnya sendiri.
Cowok itu menyilangkan sebelah kaki ke atas kakinya yang lain, lalu menatap Ferdian dengan tatapan penuh simpatik, kesannya jadi seperti dia adalah sang kakak yang ingin menghibur adiknya. "Kak Iyan, aku denger Kak Luna mau move on, ya?"
Walau Ferdian tidak sedang ingin berbicara pada siapapun, dia selalu tidak berhasil 'mengusir' Orion. Bukannya tidak berani, tetapi adiknya Luna mempunyai daya tarik unik atau lebih tepatnya, keingintahuannya atas sesuatu tidak membuatnya menjadi senang membocorkan rahasia seperti adik nakal lain yang pernah ditemuinya.
Buktinya, kebenaran yang selama ini disembunyikan oleh Ferdian masih tersegel aman tanpa ketahuan, tidak terkecuali Luna yang paling tidak boleh tahu soal rahasia ini.
Sejak awal, bisa dibilang, Orion adalah yang pertama dekat dengan Ferdian sebelum keluarga inti Lovandra, mengingat Luna tidak pernah sekalipun dekat dengan cowok atau bahkan berinisiatif untuk mengajak kenalan duluan. Namanya juga cewek, pasti ada rasa gengsi untuk menyapa duluan, apalagi dia mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata.
Orion bilang, dia merasa hidupnya menjadi lebih berwarna sejak mempunyai teman cowok seperti Ferdian mengingat tidak ada yang sejenis dengannya (papanya jarang berada di rumah karena sibuk bekerja). Selama kurang lebih empat tahun, hubungan mereka semakin dekat hingga Orion bisa mendapat akses masuk ke apartemen Ferdian dengan bebas, kapan pun dia merasa gabut atau ingin mengobrol.
Seseru itu. Ferdian juga merasa hidupnya tidak lagi stagnan seperti dulu. Makanya, dia bersyukur mempunyai keluarga Lovandra yang menyayangi dan menganggapnya bagian dari keluarga mereka.
"Kak Iyan mau aku bantu, nggak?" tanya Orion yang sekarang memasang ekspresi khawatir. Dia memang sepeduli itu pada Ferdian.
Ferdian akhirnya mengangkat wajah dari tangan besarnya, lalu menatap Orion dengan tatapan yang sarat akan keletihan. "Lo lupa sama sumpah lo?"
Meski letih, Ferdian masih mampu memberikan peringatan pada Orion dengan nada tegas, membuat cowok itu segera memanyunkan bibir bawahnya.
"Ya bukan gitu sih maksud aku. Aku pikir, itu sebelum Kak Luna memutuskan untuk lupain Kak Iyan. Kakak yakin nggak mau bilang ini semua ke Kak Luna?
"Kak Luna cantik loh, pasti banyak yang mau jadi pacarnya," lanjut Orion, sengaja memancing Ferdian karena dia masih saja bungkam. "Hanya aku yang tau dengan jelas gimana perasaan Kak Iyan sama Kakak aku. Bukannya ini udah saatnya ungkapin semuanya? Sebelum ter-lam-bat."
Orion bahkan sengaja menekankan kata terakhirnya, membuat Ferdian balas menatapnya dengan intens meski dia sadar kalau apa yang dikatakan adik Luna benar adanya.
Dilema. Ya, benar. Kata itu cocok ditujukan padanya sekarang, meski dia bisa menjamin kalau tidak ada yang bisa menebak seperti apa perasaan Ferdian yang sesungguhnya pada Luna.
Semua mengira kalau Ferdian adalah cowok narsis yang hanya mencintai dirinya sendiri, semua mengira kalau Ferdian tidak tahu cara mencintai seseorang, dan semua juga mengira kalau Ferdian tidak mempunyai perasaan khusus pada Luna. Tepatnya, mereka mengira kalau selama ini cinta cewek itu bertepuk sebelah tangan.
Sebenarnya, dia telah jatuh pada Luna. Sedalam itu atau bahkan mungkin lebih dalam daripada perasaan Luna untuknya.
Awalnya, Ferdian mengira itu hanya perasaan menyayangi seperti layaknya hubungan saudara, mengingat keluarga Lovandra memberinya kasih sayang tanpa syarat hingga membuat cowok itu begitu respek dan tersentuh. Kemudian, ketika cowok itu tahu bagaimana perasaan sayang Luna padanya berubah menjadi sayang layaknya terhadap lawan jenis--tepatnya empat tahun yang lalu, Ferdian mulai gelisah.
Gelisah karena Ferdian takut kalau dia juga merasakan perasaan yang sama pada Luna dan dia jelas tidak mau menyakitinya.
Orang bilang, mencintai itu bersedia terluka, tetapi Ferdian malah berhasil membuat Luna merasakan sepenuhnya rasa sakit itu.
Hingga sekarang.
Jika Ferdian mempunyai kekuatan untuk melumpuhkan saraf pada ulu hatinya, dia pasti telah melakukannya sejak dulu supaya Luna bisa move on darinya. Lebih cepat lebih baik. Namun nyatanya, empat tahun telah berlalu dan keduanya masih saja berada di posisi yang sama; Luna yang masih mempertahankan perasaannya dan Ferdian yang masih tega bermain tarik ulur dengannya.
Ferdian seperti kecanduan dengan kasih sayang Luna, tetapi dia terlalu pengecut untuk mengakui perasaannya sendiri dan membalas perasaan cewek itu.
Kejam? Tentu saja. Seharusnya Ferdian bersyukur dan tidak perlu memikirkan cara khusus supaya Luna bisa menjauh darinya ketika mendengar cewek itu mau berpindah haluan. Seharusnya dia tidak perlu ikut campur ketika mengetahui ada cowok seperti Yoga yang bersedia dekat dengan Luna. Dan seharusnya, dia tidak perlu segalau ini ketika mengetahui Luna terang-terangan menunjukkan ketidakpedulian lagi padanya.
Lantas, mengapa Ferdian tidak rela? Mengapa dia harus cemburu padahal dia juga yang sengaja menciptakan jarak di antara mereka? Mengapa takdir harus mempermainkannya sama seperti dia harus mempermainkan perasaan Luna?
"Nggak akan ada bedanya kalo dia tau," jawab Ferdian setelah berusaha menenangkan dirinya. "Yang ada dia bakal makin menderita setelah tau kebenarannya."
"Kalo belum dicoba nggak bakal tau, Kak Iyan. Walau dari luar Kak Luna keliatan kayak cewek cengeng yang bakal langsung nangis kalo tersandung, dari dalam aku ngenal dia karena aku adiknya. Kak Luna termasuk cewek tegar, Kak. Buktinya aja dia bertahan suka sama Kak Iyan sampai 4 tahun, ngalah-ngalahin rekor MURI."
Ferdian menatap Orion mencela setelah mendengar kalimat terakhirnya yang sarat akan humor, tetapi dia juga tidak protes karena sekali lagi dia merasa kalau apa yang dikatakan Orion itu benar.
"Kalo boleh aku tebak, apa jangan-jangan Kak Luna udah ditembak sama cowok lain? Soalnya aku nggak pernah liat Kak Iyan segalau ini. Patah hati banget kayaknya."
"Jadi bener?" pekik Orion walau Ferdian tidak kunjung menjawab. Aksi bungkamnya secara tidak langsung membenarkan pertanyaan yang diajukan tadi. "Ganteng nggak, Kak?"
"GANTENGAN GUE LIMA KALI LIPAT-LAH!" jawab Ferdian yang langsung ngegas tanpa bisa dicegah, membuat Orion auto kicep. "Tapi lebih gentle dia sih, soalnya gue denger sendiri dia yang nawarin buat bantuin Luna move on dari gue."
Penjelasan terakhir Ferdian berbeda jauh dari pernyataan awalnya yang emosi, sempat membuat Orion merasa lucu dengan sikapnya.
"Kak Luna bilang mau?"
Ferdian menggeleng. "Nggak jawab, sih."
"Jadi gimana dong?" tanya Orion, mau tidak mau merasa kasihan sama Ferdian. "Atau Kak Iyan jalani aja deh sama Kak Elina biar bisa lupain Kak Luna trus setelah berhasil, Kak Iyan putusin Kak Elina. Gimana? Usul yang bagus kayaknya."
Orion lantas dihadiahi pukulan di puncak kepalanya secara cuma-cuma oleh Ferdian yang menatapnya galak. "Lo nih ngomong mikir dulu, kek. Lo kira gampang? Lagian, di mana-mana yang namanya adik pasti lebih dukung kakaknya daripada sepupunya sendiri. Gimana sih lo?"
"Kan Kak Iyan bilang sendiri nggak mau Kak Luna tau yang sebenarnya," kilah Orion sembari mengelus kepalanya dengan memanyunkan bibirnya. "Kok jadi ribet, sih? Permasalahan Kak Iyan lebih kompleks dari drama Korea loh! Buktinya nolak pacaran dengan Kak Luna, tapi nggak rela ditikung trus juga nggak mau ngasih tau kenyataan yang sebenarnya."
Ferdian menghela napasnya dengan berat dan panjang, jauh lebih menghayati daripada biasanya.
"I'm so sorry, Bro. I think the best way is letting her go, right? Because the game is already over," kata Ferdian akhirnya dengan nada yang sarat akan kesedihan yang kentara.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro