4). Lemme Help You, Luna
I was going to come closer to you,
but I stopped because of another sun. -F.M.
*****
Mendadak seakan memberikan sebuah pertanda, ada Yoga yang berjalan di belakang Ferdian tepat ketika Luna sedang berusaha untuk tidak memberi perhatian lebih pada cinta yang tidak mungkin berbalas itu.
Yoga tersenyum lebar pada Luna di detik yang sama, lantas menunjukkan lesung pipinya yang begitu manis.
Ibarat kopi, jika Luna sekarang merasakan kepahitan hingga membuatnya tidak nyaman, mungkin Yoga adalah pemanis yang akan menetralkan rasa pahit tersebut.
Tidak disangka-sangka, senyuman Yoga cukup memberikan efek yang menguntungkan, setidaknya perasaan Luna menjadi jauh lebih baik sekarang.
"Morning, Luna." Senyum Yoga yang sepaket dengan lesung pipinya masih saja nangkring di wajahnya.
"Manis banget sih," celetuk Nara, seketika tidak jadi kesal pada Virga gara-gara senyum manisnya Yoga. "Coba aja ya kita sekelas sejak kelas X, mungkin kita yang bakal pacaran sampai sekarang."
"NARA, LO ANGGAP GUE APA?" tanya Virga ngegas, sampai lupa ber-aku-kamu saking emosinya sementara Yoga merasa bersalah karena menjadi pemicu pertengkaran mereka. "DI SINI SAKIT BANGET, TAU!"
"Siapa suruh ngeselin?" balas Nara tidak peduli. "Gitu-gitu kalo bukan berkat gue, lo udah lama diusir dari sekolah!"
"Iya deh iya, aku nurut sama kamu. Tapi plis deh, masa Yoga mau kamu embat juga? Si Luna dikemanain nanti?"
"Hmm... walau kamu murid laknat, ternyata kamu cowok yang peka juga ya," puji Nara bersungguh-sungguh atas pertanyaan terakhir Virga yang berarti dia paham tentang hubungan Luna-Ferdian yang tidak akan ada kepastian.
Sedangkan Ferdian, dia sekarang menatap tajam Virga karena pertanyaan terakhirnya. "Cowok di dunia ini banyak, nggak cuma dia doang."
"Yang pastinya bukan elo orangnya," balas Luna pedas, segera mengalihkan tatapan tajam Ferdian ke arahnya, yang langsung mengira kalau aksi Luna tersebut semata-mata karena ingin membela cowok culun itu.
"Oh, jadi Yoga Pradipto orangnya?" pancing Ferdian, jelas-jelas menyindir sekaligus menghina.
Pertanyaan yang cukup singkat tetapi sangat terus terang sehingga efeknya mampu membuat tubuh Yoga menegang di bangkunya. Oleh karena Luna tidak mengharapkan situasi kecanggungan yang akan menyelimuti mereka nantinya, cewek itu memilih untuk mengabaikan pertanyaan itu.
Lagipula, bukankah jawaban itu sama sekali tidak penting bagi Ferdian?
Tetapi siapa sangka, Krisna Pramudya yang baru saja tiba di kelas, memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang Ferdian dengan berkata, "Nggak mau ngaku sayang tapi kepo banget. Kan munafik namanya."
"Apa lo bilang?" hardik Ferdian yang mungkin jika dikonversikan ke dalam komik, akan ada asap yang mengepul dari puncak kepalanya.
Krisna tampak senang bisa menistakan rivalnya di kelas, ketika melihat bagaimana emosi Ferdian yang ngalah-ngalahin singa ngamuk sekarang. "Lo marah? Ngerasa dong?"
"Ferdian Michiavelly itu hak patennya gue! Siapa aja yang berani dekat-dekat atau main mata sama dia, harus berurusan sama gue!" teriak Elina yang segera mendekati bangkunya sendiri untuk melindungi pangerannya.
"Nggak salah lo? Gue nggak lagi main mata sama dia!" kilah Krisna yang kontan saja memasang ekspresi terhina atas ancaman Elina tadi.
"Tapi lo kan mandangin mata baby-nya gue! Cuma gue yang boleh tatap-tatapan sama Ferdian!" balas Elina dengan galak, membuat Krisna auto memutar bola matanya dengan jengah. Bahkan Ferdian sempat mendengus tawa konyol karena perkataan teman sebangkunya.
"Dasar cewek gila!"
"Lo yang gila!"
"Lo!"
"Lo!"
"DIAM!!!!"
"LO YANG DIAMMMM!!!" teriak Elina sekencang-kencangnya, sukses memancing semua orang menatap mereka berdua dengan tatapan yang jika diartikan menjadi; tuh-kan-mereka-bertengkar-lagi.
"Kalo mau nge-ghibah silahkan aja, Ga. Gue tau lo mau menyumpah setelah liat pertengkaran mereka," saran Virga yang sedari tadi meneliti ekspresi Yoga yang tampak syok dengan situasi yang tidak disangka-sangka ini.
"Ups, sori. Kentara banget ya ekspresi gue? Soalnya gue nggak pernah nyaksikan debat mereka secara live kayak gini," ucap Yoga dengan senyum manisnya.
"Dari luar sempurna tapi di dalam hancur kayak kapal pecah. Itu kan maksud lo?" tanya Luna sambil nyengir. "Sepupu gue memang sering terlibat pertengkaran sama Krisna soalnya satunya suka menistakan Ferdian dan satunya lagi suka membela Ferdian."
"Kalo gitu, apa lo sering terlibat pertengkaran sama Krisna?" tanya Yoga polos. "Maksud gue, lo suka sama Ferdian juga, kan?"
"..."
"Bukan gitu caranya bertanya, Bro." Virga menunjukkan rasa empati pada Yoga ketika teringat akhlak baiknya yang memberikan kesan tidak terlupakan atas fasilitas unlimited kuota. Gitu-gitu, Virga termasuk pribadi yang tahu berterima kasih. "Gue kasih tau ya, cewek itu paling benci sama yang namanya terus terang. Lo harus basa-basi dulu. Semakin panjang, semakin baik."
"Teori dari mana itu?" tanya Nara dengan nada protes.
"Teori Mister Aditya," jawab Virga lugas, dengan tatapan begitu serius, mengalahkan salah satu pakar cinta ternama.
"Jadi gue harus gimana?" tanya Yoga dengan ekspresi innocent-nya yang cukup khas hingga membuat Luna mendengus geli dan tertawa setelahnya. Tawanya begitu lepas hingga memancing tatapan ingin tahu beberapa temannya, termasuk Ferdian.
"Santai aja sama gue, Ga. Lo lucu juga ya kalo lagi canggung gini," puji Luna, sementara Yoga membeku di bangkunya karena terpesona dengan kecantikan cewek itu.
"Iya, santai aja kali sama kita. Nggak perlu basa-basi kayak ajarannya Misterrrr Aditya," sindir Nara sambil melirik Virga. "Satu sekolah juga udah pada tau kalo Luna itu bucinnya Ferdian...
"... cuma baru-baru ini udah berencana mau move on kok," lanjut Nara setelah menyadari tatapan mata Luna yang terkesan horor.
"Oh, gue paham," kata Yoga sambil manggut-manggut. "Gue doain lo bakal ketemu cowok yang lebih baik suatu saat, ya. Setidaknya, dia yang bersedia jadi bucinnya elo."
"Elo maksudnya?" tanya Ferdian tiba-tiba dari sebelah kiri Nara karena teknisnya bangku mereka sejajar, sukses membuat Yoga terlonjak dari bangkunya. "Culun-culun gini, ternyata lo lebih licik dari rubah, ya."
"Dan sejak kapan lo mulai mengurusi hal yang bukan urusan lo?" tanya Luna yang tidak tahan untuk tidak protes, apalagi ekspresi Ferdian sekarang layak dihadiahi pukulan tepat di puncak kepala seperti perlakuan Nara ke Virga tadi.
Elina tampak tidak senang, mendadak menghentikan debatnya dengan Krisna karena sikap absurdnya Ferdian, tetapi matanya langsung berbinar ketika mendengar penjabaran dari pujangga hatinya.
"Karena nggak ada yang lebih sempurna dari gue, jadi gue rasa omongan si culun ini hanya berupa modus aja," kata Ferdian dengan nada sok seperti biasa. "Visual gue komplit, nggak ada yang terlewatkan; ganteng, pinter, kaya, tinggi, kulit cerah, body oke, mempesona, dan juga menggemaskan."
Ferdian lantas menunjukkan senyum termanisnya pada Luna hingga matanya melengkung sedemikian rupa, jelas mengoptimalkan visualnya.
Luna menelan salivanya dengan susah payah, karena senyuman dari Ferdian telah menekan sarafnya entah bagian mana hingga berhasil melemahkan dirinya.
"Ampun deh," celetuk Nara pelan sementara Elina memekik keras-keras karena Ferdian telah membuatnya meleleh seperti mentega yang dicairkan. "Kalo senyuman Ferdian aja udah bikin Luna klepek-klepek, gimana bisa move on dari dia, coba?"
"Aku punya ide," balas Virga yang ikut berbisik ke pacarnya supaya tidak kedengaran oleh yang lain. "Mungkin Ferdian perlu kita jampi-jampi biar mau jadi bucinnya Luna. Kamu punya kenalan?"
Alih-alih setuju, Nara menatap Virga dengan tatapan datar lantas berkata, "Untung aja ya, aku nggak punya kenalan dukun. Karena kalo ada, kamu bakal jadi sasarannya duluan biar kecintaanmu sama gim bisa dihilangkan."
Virga langsung speechless mendengar gagasan ini.
~~~~~
Bel pulang telah berdering lima menit yang lalu, tetapi Luna dan Yoga pulang telat karena harus membawa buku tugas ke ruang guru. Sebenarnya ini adalah tugasnya Luna karena hari ini jadwal piketnya, hanya saja Yoga berinisiatif untuk menemani dan membantunya membawa sebagian buku, mendahului Ferdian yang sebenarnya hendak menawarkan diri juga.
Sebagai sesama pria, Yoga tahu sebenarnya Ferdian juga memiliki perasaan pada Luna, hanya saja cowok itu masih belum menyadarinya atau bisa jadi, dia tidak ingin mengakuinya.
Juga, Yoga merasakan tekad Luna untuk berhenti menyukai Ferdian, meski dia juga tahu ini tidak gampang.
Karena Yoga juga pernah menyukai seseorang dan dia bisa merasakan seperti apa rasanya cinta bertepuk sebelah tangan itu.
"Luna."
"Ya, Ga?"
Mereka berjalan beriringan sepulang dari ruang guru dan berencana kembali ke kelas untuk mengambil tas mereka.
Yoga berhenti, disusul oleh Luna dengan kernyitan di alisnya.
"Gue cuma mau bilang kalo gue bersedia bantu lo. Hmm... anggap aja buat jaga-jaga kalo suatu saat lo butuh bantuan gue."
Luna tampak lega lantas tersenyum lebar karena sempat parno oleh ekspresi Yoga yang mendadak serius tadi. "Gue kira apa. Oke, makasih ya tawarannya. Lo baik banget."
"Hmm, bantuan ini juga termasuk bantuin lo buat lupain Ferdian."
Langkah Luna berhenti secara mendadak setelah sempat melangkahkan kakinya beberapa kali, lantas menoleh kembali ke arah Yoga dengan ekspresi kaget.
"Jangan salah paham dulu, Na. Soalnya gue bisa rasain tekad lo buat move on dari Ferdian sebesar itu. Gue pikir, kalo ada yang bisa gue bantu, kenapa nggak, kan?"
"Tapi itu artinya gue manfaatin lo, Ga. Gue tau gimana rasanya di-PHP-in jadi menurut gue itu bukan ide yang bagus," kata Luna setelah jeda beberapa lama. "Gimanapun, thanks ya. Perasaan gue jadi lebih baik sekarang."
"Bagus dong, itu artinya gue bisa jadi teman yang berguna buat lo," kata Yoga dengan ekspresi gembira, menunjukkan senyum paketnya lagi. "Dan gue nggak keberatan kok dimanfaatin sama lo. Mau tau alasannya?"
Yoga melanjutkan langkahnya, disusul oleh langkah Luna di sebelahnya. "Kalo kita pikirkan dari sudut pandang yang realistis, lo itu cantik banget, Na. Jadi, siapa sih yang bakal nolak walau dimanfaatkan sekali pun?"
Langkah Luna berhenti lagi, kali ini dibarengi dengan ekspresi syok yang membuat bibirnya ikut terbuka lebar. "Itu candaan paling konyol yang pernah gue denger, Ga. Yang serius dong."
"Gue serius," kata Yoga dengan tatapan yang jelas tidak bisa dianggap sedang main-main meski bibirnya masih tersenyum. "Poin plusnya kalo ending-nya kita jadian beneran, gue pasti bakal jadi cowok yang paling bahagia."
"Dan kalo nggak jadian beneran, gimana?"
"Setidaknya gue udah berusaha. Gimanapun, cinta bertepuk sebelah tangan itu nggak enak banget. Gue udah pernah rasain soalnya.
"Dan gue rasa, gue nggak tahan liat lo berusaha sendiri. Jadi, gue serius soal bantuin lo. Lo mau, kan?" tanya Yoga lagi setelah jeda kembali menyelimuti mereka dan Luna masih bungkam.
Koridor di sekitar mereka sepi, tetapi mereka tidak tahu kalau sejak tadi ada sepasang telinga yang mendengar semua percakapan mereka tanpa terlewatkan karena posisi keduanya cukup strategis; berdiri tepat di dekat jendela kelas mereka.
Dan jendela tersebut sejak tadi terbuka lebar, di dalamnya ada seorang siswa yang masih melaksanakan tugas piketnya.
Name tag-nya tercetak nama Ferdian Michiavelly.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro