Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18). Sacrifice

Loving you is my only responsibility. -L.L.

*****

Meski selama hampir setengah dekade Luna mengenal Ferdian dan cowok itu jarang terlihat berinteraksi dengan kedua orangtuanya, bukan berarti cewek itu tidak mengenal mereka sama sekali. Kedua orang tua Ferdian termasuk pribadi yang cukup ramah (dalam hal ini penilaian Luna lebih mengarah ke Helen karena Danny jarang berkomunikasi dengan keluarga Luna).

Luna ingat ketika dia bertemu Helen di hari pertama keluarga Michiavelly pindah ke apartemen sebelah apartemen keluarga Lovandra. Dengan senyum lebar yang membuat mata wanita itu melengkung persis seperti mata anak semata wayangnya, Helen membawa seloyang puding cantik buatannya sebagai formalitas dengan harapan hubungan antartetangga mereka bisa terjalin dengan baik di kemudian hari.

Niat baik tersebut tentu saja tidak sia-sia karena seperti yang diharapkan oleh kedua belah pihak, hubungan mereka semakin erat satu sama lain seiring berjalannya waktu, bahkan Helen dan Mia sama-sama mempunyai niatan untuk menjodohkan anak mereka masing-masing.

Sama seperti Mia yang memuji visual Ferdian hingga layak dijadikan menantu, Helen juga kagum dengan kecantikan Luna. Mereka sampai mengira kalau ini ada kaitannya dengan campur tangan semesta, hingga bisa mempertemukan kedua visual yang standarnya di atas rata-rata.

Helen selalu meluangkan waktunya untuk mengunjungi apartemen Mia sekedar mengobrol ringan setiap mendapat kesempatan, tetapi sayangnya kebiasaan itu hanya bertahan di tiga bulan pertama karena wanita itu mulai jarang tinggal di apartemennya sejak pekerjaan Danny yang tidak tetap. Dalam kurun waktu tertentu, papa Ferdian harus bersedia ditransfer dari satu kota ke kota lain sesuai perintah atasannya.

Ferdian ditinggal hidup sendiri di apartemennya sejak saat itu. Berawal dari momen itulah Luna jadi lebih sering berinteraksi dengannya, yang diawali dengan momen membawakan bekal makan siang untuknya hingga berakhir berteman dekat dengannya.

Hingga pada satu titik, Luna sudah mempunyai perasaan pada Ferdian dan ketika cewek itu sadar, dia sudah jatuh terlalu dalam.

Sudah terlambat untuk mundur.

Itulah sebabnya mengapa pada akhirnya Luna berani mengakui perasaannya pada Ferdian dan tidak menyerah menjadi bucinnya selama empat tahun lamanya karena cewek itu sadar dengan risiko yang dihadapinya setelah menyukai seseorang seperti Ferdian.

Bahwa mencintai memang gampang, tetapi melepaskan adalah kelemahan Luna Lovandra.

Katakanlah Luna adalah tipe setia, yang setelah menaruh perasaan pada seseorang akan sulit move on sekeras apa pun dia berusaha.

Namun, persepsi tersebut berlaku sebelum mengetahui rahasia yang sebenarnya. Alih-alih egois dengan mempertahankan Ferdian di sisinya, Luna tidak bisa mengabaikan kesedihan dari Helen juga. Bagaimanapun, beliau adalah teman ngobrol mamanya di kala bosan. Bagaimanapun, beliau sering perhatian pada Luna bahkan hal kecil sekali pun. Dan bagaimanapun juga, Helen adalah mamanya Ferdian.

Mama dari cowok yang dicintainya.

Akan lain cerita jika misalnya mama Ferdian mempunyai watak yang buruk atau tidak tulus menyayangi anaknya. Luna bahkan bisa merasakan kalau Helen menyayangi Ferdian dengan kasih seorang ibu.

Helen hanya terjepit situasi di saat wanita itu berusaha mempertahankan rumah tangga keluarganya dan terpaksa harus mengabaikan Ferdian. Teknisnya, mungkin saja Helen berpikir untuk memprioritaskan status keluarganya terlebih dahulu dan Ferdian bisa mengerti situasi ini.

Lagi pula, ada keluarga Lovandra yang bersedia memberikan perhatian lebih pada anak tunggalnya itu. Helen memang bisa merasakan kalau Mia benar-benar tulus menyayangi Ferdian dan wanita itu sangat berterima kasih padanya, yang terlihat jelas dari matanya yang berkaca-kaca karena terharu sebelum pergi menyusul suaminya.

Luna sudah menghapal nomor ponsel Helen dan segera menyimpan kontaknya dalam ponselnya sendiri sepulang dari apartemen Ferdian. Cewek itu lantas menekan tombol dial, menunggu beberapa saat sebelum telinganya mendengar suara yang tidak asing baginya.

"Halo?"

"Sore, Tante Helen."

Terdengar jeda di telepon, kentara sekali kalau Helen sedang berusaha mengingat suara yang tidak asing ini. Lantas terdengar pekikan kesenangan saat mengingat siapa yang meneleponnya. "Ya ampun, kamu Luna?"

"Iya, Tante. Lama nggak ngobrol."

"Apa kabar, Na?"

"Baik. Kalo Tante?"

Terdengar senyum yang Luna yakin kalau Helen sedang tersenyum getir. "Baik. Senang bisa ngobrol sama kamu. Kamu dapet nomor Tante dari Iyan, ya?"

"Iya, Tante. Tapi tolong rahasiakan ya, aku hubungi Tante juga tanpa sepengetahuan dia."

"Oh, oke. Hmm, ada yang mau kamu bicarakan, ya?"

"Iya, Tante. Ini tentang tawaran Tante untuk ngajak Ferdian ke Bandung. Aku udah tau semuanya, Tante. Maaf kalo aku lancang, tapi apa boleh aku tau cerita yang sebenarnya? Aku pikir, aku ingin tau cerita dari sisi Tante juga. Hmm, maksud aku... aku bukannya sok kepo atau... hmm bukan, maksud aku..."

"Tante paham, Na. Tapi sebelum Tante jawab, apa Tante boleh nanya?"

"Iya, Tante. Tanya aja."

"Sebagai seorang ibu, pastinya punya firasat kuat yang berkaitan dengan anaknya. Sama halnya dengan Tante yang punya firasat kalo kamu dan Ferdian udah pacaran. Apa bener?"

Gantian Luna yang memberi jeda selama beberapa saat hingga terdengar tawa Helen yang cukup renyah di telinga Luna. "No wonder he refuses me. It's about you, of course."

"Maaf, Tante."

"No. No need to apologize. It's not your fault. It's me. I leave him. Seharusnya Tante berada di sisinya selayaknya posisi ibu ke anaknya. Seharusnya Tante yang lebih dulu tau soal kisah cinta anak Tante sendiri. Benar yang dikatakan Ferdian, seharusnya Tante berada di sana, menemani dan mendengar keluh kesahnya. Seharusnya...."

Terdengar jeda yang kali ini diyakini Luna kalau Helen sedang menitikkan air matanya sekarang.

"Ini belum terlambat, Tante. Itu sebabnya aku menelepon Tante karena berpikir mungkin aku bisa bantu Tante sebisa aku."

"Kamu baik sekali, Luna. Tante lega kamu yang berada di samping Ferdian. Tante...."

"Ceritakan semuanya ke aku, Tante. Aku ingin tau kebenarannya. Setidaknya, aku akan pelan-pelan yakinkan Ferdian."

"Tante udah pikirkan ini waktu Iyan nolak Tante. Tante merasa nggak layak aja kalo paksa dia ikut Tante."

"Aku denger kalo perusahaan Kakek Iyan lagi nggak stabil ya? Kenapa, Tante?"

"Oh itu. Iya, Kakek Iyan kena stroke. Masih tergolong ringan sebenarnya, tapi Kakek Iyan sedang berpikir untuk menentukan pewaris berikutnya demi perusahaan keluarga. Sebenarnya satu-satunya yang cocok adalah Ferdian karena Tante adalah anak sulung dan umur sepupu Ferdian yang lain masih di bawah umur. Tapi menurut Tante ini bukan gagasan yang tepat setelah perlakuan Tante ke dia. Seperti yang Tante bilang tadi kalo Tante nggak layak jadi mamanya lagi."

"Izinkan aku bertanya, Tante. Kalo pada akhirnya Ferdian setuju, apa yang akan terjadi di kemudian hari? Apa Ferdian nggak bisa kembali lagi setelah jadi pewaris perusahaan keluarga Tante?"

"Kalo Ferdian setuju, dia bisa langsung ambil jurusan Manajemen dan kuliah di Bandung sambil mempelajari perusahaan milik kakeknya. Dan benar yang kamu bilang tentang Ferdian yang nggak akan bisa kembali ke Jakarta setelah setuju jadi pewaris karena pusat kantornya ada di sini, di Bandung."

"Oke, aku ngerti, Tante. Aku akan berusaha yang terbaik untuk yakinkan Ferdian."

"Tapi ada satu tambahan lagi, Na."

"Iya, Tante?"

"Begitu Ferdian setuju, dia harus bersedia dinikahkan dengan gadis pilihan kakeknya demi kepentingan bisnis. Karena hanya ini satu-satunya cara supaya Ferdian bisa langsung memerankan perannya sebagai pewaris yang sah.

"Luna, kamu denger Tante?" tanya Helen setelah jeda terpanjang yang pernah dilakukan oleh Luna.

"Iya, Tan. Aku denger."

"Tante tau kamu pasti terluka denger ini. Kamu tenang aja, Tante nggak satu pikiran sama papa Tante. Tante lebih dukung kamu sama Ferdian. Kamu percaya kan sama Tante? Makanya Tante masih belum ngomong ke Ferdian. Jangankan ikut Tante ke Bandung, denger berita ini pasti akan bikin dia stres. Makasih ya, Luna, kamu meluangkan waktu kamu untuk ngobrol sama Tante."

"Hmm, aku ngerti kok, Tante. Aku juga makasih sama Tante karena bersedia ceritakan semuanya ke aku. Hmm kalo sampai Ferdian lulus SMA, belum telat kan, Tante?"

"Kamu rencanain apa, Luna? Luna, Tante cerita ke kamu bukan supaya kamu mengorbankan diri kamu sendiri. Tante paham benar gimana sukanya kamu sama anak Tante. Tante nggak mungkin tega dan berani misahkan kalian...."

"Nggak, Tante. Ini nggak ada hubungan dengan Tante atau Ferdian. Ini keputusan aku sendiri. Tante mau tau apa makna cinta yang sesungguhnya menurut versi aku? Cinta itu adalah tanggung jawab kita sendiri, sisanya adalah takdir. Jadi untuk Ferdian, aku percaya sama jalan cerita yang ditakdirkan sama semesta. Aku memilih mencintai dia, tapi aku nggak bisa hanya berpusat pada dia dan mengabaikan orang-orang di sekelilingnya. Aku nggak bisa egois, Tante. Aku punya tanggung jawab karena udah menjatuhkan pilihan aku buat dia."

"Luna...."

"Mungkin itu sebabnya aku bersedia jadi bucinnya selama 4 tahun, Tante. Karena alih-alih memaksakan perasaannya ke aku, aku tulus mencintainya secara sepihak dan itu akan terus bertahan sampai kapan pun juga."

Luna mengerjapkan matanya dan baru sadar kalau sepasang netranya basah karena air mata.

"Atau ini bisa jadi karena Ferdian terus mengitari dunia aku jadi aku susah lupain dia," lanjut Luna dengan nada bercanda. "Tenang aja, Tante. Kami juga sama-sama masih muda. Mana tau kan kalo setelah pisah beneran, aku malah langsung dapet pacar baru. Muka aku kan nggak jelek juga, Tante. Hahaha...."

"Iya, bener. Kamu cantik, Luna. Banget."

"Jadi, Tante. Beri aku waktu paling lambat sampai lulus SMA, ya. Aku akan coba yakinkan Ferdian."

Lagi-lagi Luna mengikuti jejak Ferdian; munafik. Air matanya terus saja menetes, jelas tidak sinkron dengan nada yang sarat akan keyakinan dalam ucapannya.


Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro