Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16). Possessive

Following my deeper feelings, I go to you right now. -F.M.

*****

Luna tahu akan tiba masanya ketika hubungannya dengan Ferdian diresmikan, akan diketahui oleh publik termasuk teman-teman dan keluarganya sendiri. Meski dia tahu dengan jelas kalau mama dan adik laki-lakinya sangat antusias menjodohkannya dengan Ferdian, yang pastinya akan menganggap ini sebagai kabar baik, tetap saja dia yakin respons mereka akan sangat lebay.

Ternyata dugaan tersebut sangat tepat.

Luna tidak mengira kalau mereka akan berpapasan dengan dua keluarga intinya tepat di depan lift yang terbuka dengan dramatis, lantas secara refleks melepas genggaman tangannya dari tangan Ferdian tetapi terlambat karena mata Mia seperti telah disetel untuk sensitif dengan situasi seperti ini.

Mia menarik suaranya seperti sedang melihat artis idolanya hadir di hadapannya sementara Orion yang seharusnya jarang keluar rumah karena suka mager jam segini, lantas menaikturunkan alisnya dengan tatapan nakal pada mereka.

"I smell something romance here," ledek Orion dengan senyum nakalnya yang segera memancing Luna merasakan sensasi kupu-kupu terbang dari dalam perutnya. "Padahal aku harusnya main gim jam segini, tapi ternyata firasat aku justru membawa aku untuk menjadi saksi cinta kakak aku. Hmm... nggak buruk juga."

Luna mengalihkan pandangannya ke segala arah sementara rona merah mulai menguasai wajahnya lagi. Sepertinya akhir-akhir ini cewek itu jadi sering dilanda sindrom kepiting rebus yang sulit dicegah.

Mia menyikut pinggang anak bungsunya seakan memperingatinya untuk menjaga sikapnya, tetapi tindakan wanita itu selanjutnya malah memperparah keadaan. Dengan tatapan seakan sudah tiba masanya melepas anak perempuannya di hari pernikahannya, Mia menghela napas dengan tatapan penuh haru.

"Ternyata anak Mama udah dewasa," kata Mia sembari menarik tangan Luna untuk keluar dari lift supaya mereka bisa berbincang dengan nyaman. Ferdian juga ikut keluar dan pintu lift menutup kembali di belakang mereka tidak lama kemudian. Keempatnya lantas menyusuri koridor untuk mencapai apartemen mereka.

"Mama bahagia sekali. Selamat, ya. Mama bilang juga apa, Nak Ferdian itu lagi nyari waktu yang tepat buat meresmikan hubungannya sama kamu. Kamu aja yang nggak sabar sampai mau move on segala padahal nggak ada kandidat yang cocok buat gantiin Nak Ferdian. Bener apa bener?"

Suara Luna seperti sedang tersumbat dalam pita suaranya, tetapi itu bukan menjadi prioritas utama Mia. Wanita itu lantas menoleh ke belakang di mana calon menantunya sedang berjalan beriringan bersama Orion.

Orion cukup tinggi hingga bisa merangkul sekeliling bahu Ferdian dengan bahagia seakan tidak ada lagi yang diinginkannya selain ini.

"Kalo gitu nanti kalian makan bareng di apartemennya Nak Ferdian aja ya biar romantis. Nanti Tante suruh Luna bawa tas bekal porsi dua orang."

"MAMA! YA NGGAK GITU JUGA!" protes Luna ngegas. Napasnya kontan memburu saking malunya dengan aksi mamanya yang selalu membuatnya gagal paham. "Ini jelas ilegal, Ma! Masa Mama malah ijinin aku satu apartemen berdua doang sama dia?"

Ferdian tertawa di belakangnya, sementara Mia menatap Luna mencela lantas berkata, "Kan kalian udah resmi. Emangnya kalo satu apartemen berarti lakuin hal ilegal? Nggak, kan? Kalian baru fresh jadian tapi kamu udah mikir aneh-aneh. Lagian kamu kayak nggak pernah ke apartemen Nak Ferdian aja. Dulu waktu kalian masih temenan bukannya kamu sering ke sana buat diskusi kelompok atau belajar bareng?"

Luna langsung kicep setelah mendengar semua ini dan jelas malu karena disangka telah merespons dengan ambigu. Lantas seakan tidak cukup mengintimidasi anak sulungnya, Mia melanjutkan, "Lagian mau ilegal juga nggak apa-apa, sih. Nak Ferdian kan udah Mama patenkan jadi menantunya Mama."

Luna membelalakkan matanya hingga ukuran maksimal dan membuang napas kekesalan yang telah mencapai batas kesabarannya, sementara Ferdian meliriknya dengan tatapan nakal meski responsnya tidak sinkron dengan gelagatnya.

"Makasih izinnya, Tante. Tapi aku lebih memilih hubungan yang legal dan aku yakin Luna juga maunya begitu."

"Cieeeeee," ledek Orion semerdekanya sementara Mia mengacungkan kedua jempolnya dengan bangga.

"Oke kalo gitu kamu cepetan ganti baju sama siap-siap, harus wangi." Mia memberi perintah pada Luna begitu langkah mereka sampai di apartemen mereka dan Ferdian meneruskan langkahnya sedikit lagi untuk mencapai apartemennya sendiri.

Oke fix, Luna sudah sangat yakin kalau ini semua bukanlah mimpi.

~~~~~


"Gue nggak mau lo duduk sama dia," kata Ferdian tegas keesokan harinya di kelas. Seakan tidak cukup menunjukkan hubungan mereka pada seisi sekolah karena datang bareng dengan tangan saling terkait satu sama lain, Ferdian juga tidak memperbolehkan Luna sebangku sama cowok lain.

Apalagi cowok itu adalah Yoga Pradipto.

Luna mengerti dengan situasi ini. Wajar jika Ferdian mulai posesif dan menunjukkan kalau segala hal yang berhubungan dengan dirinya adalah miliknya juga, tetapi tetap saja cewek itu merasa bukan hal besar hanya karena dia duduk sebangku dengan Yoga.

Lagian Yoga sudah tahu dengan jelas kepada siapa Luna menyerahkan seluruh hatinya.

Menurut Luna ini adalah asumsi yang berlebihan karena dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya.

Benar saja. Virga adalah yang pertama tidak tahan untuk tidak menyeletuk ketika memahami keributan kecil apa yang terjadi di kelas.

Untung saja hari masih awal sehingga kelas belum terlalu ramai.

"Si Yoga mau lo kemanain?" tanya Virga sementara Nara menghela napas panjangnya dan menatap Luna dengan tatapan simpatik.

"Who cares?" balas Ferdian sembari mengangkat kedua bahunya dengan cuek sementara Yoga juga mengangkat kedua bahunya meski dalam situasi yang berbeda. Cowok itu jelas tidak mau repot-repot meladeni Ferdian hanya karena merebut tempat duduk.

Lagi pula Yoga sudah tidak punya alasan lain lagi untuk mempertahankan Luna di sisinya. Tidak karena dia sudah tidak punya kesempatan lagi.

Oleh karena itu, Yoga beranjak dari bangkunya sendiri, hendak meninggalkan bangkunya ketika tiba-tiba saja Luna menarik tangannya yang sukses membuat Ferdian dilanda kecemburuan yang hebat.

"Lo lebih milih dia?" tanya Ferdian tidak percaya.

"Stop being childish, Yan! Semua jelas tau kayak gimana perasaan gue ke lo dan lo masih aja mau bersikap kekanakan begini? Gue sama Yoga hanya teman sebangku. Dari awal gue yang ajak dia duduk sama gue jadi gue rasa gue nggak bisa ngusir dia."

"Kalo gitu lo pindah. Gantiin Elina," perintah Ferdian sambil menyeringai. "Masalah udah selesai, kan?"

"Trus si Elina mau lo kemanain?" tanya Virga dengan ekspresi menyebalkan. "Lo kalo ngomong gampang banget, sih. Lo coba bayangin deh gimana perasaan orang yang lo usir semerdeka lo!"

"Diem lo! Udah gue bilangin, itu semua bukan urusan lo! Urus aja pacar lo sendiri!"

"Lo!" Virga ngamuk, lantas menubruk Ferdian dengan dada bidangnya dan meraih kerah kemejanya dengan tatapan penuh amarah meski tinggi badannya tidak sebanding dengan Ferdian karena dia lebih pendek.

Luna berusaha melerai mereka tetapi sia-sia saja karena tenaganya jauh lebih lemah dari mereka. Sementara itu, Yoga menepuk pundak cewek itu selagi menghela napas panjangnya yang membuatnya menjadi pribadi yang menyedihkan.

"Gue nggak mau memicu pertengkaran, Na. Walau gue nggak pernah berteman baik sama Ferdian tapi gue bisa maklum kenapa dia bersikeras mau pisahin lo dari gue. Gue nggak bakal tersinggung, kok. Jadi gue yang pindah, ya?"

Luna membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu tetapi diurungkannya karena tepat pada saat itu dia melihat sosok Elina yang masuk ke kelas, diikuti Krisna di belakangnya.

Luna mendadak mendapat ide sehingga dia segera mendekati Elina, mengabaikan Ferdian yang sekarang menatap punggungnya dengan tatapan yang gagal paham dan Virga yang masih meremas kerah seragam cowok itu, tidak jadi meninjunya. Meskipun demikian, kepalan tangannya masih waspada di udara.

"El, lo duduk sama gue. Oke?" pinta Luna. "Biar Yoga duduk sama Krisna aja."

"Trus si Lisa mau lo kemanain?" tanya Virga yang mendadak seperti disetel untuk peduli dengan pihak yang terbuang.

"Dasar sok peduli lo!" ejek Ferdian geram hingga membuat giginya menggertak.

"Ogah gue duduk sama lo!" tolak Elina pada Luna dengan galak.

"Etdah, jadi lo mau tetap duduk sama Ferdian? Masih mau jadi bucin, ya?" tanya Krisna dengan tatapan tidak percaya. "Luna udah pacaran sama Ferdian, emangnya lo nggak tau atau sengaja nggak mau tau?"

Elina langsung kicep ketika mendengar semua ini tetapi demi menjaga keanggunannya, cewek itu berdeham seakan tidak peduli lantas berkata, "Gimanapun, gue nggak mau duduk sama saingan gue."

"Kalo gue, lo mau?" tanya Krisna terus terang, lantas mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya membentuk isyarat pistol, kemudian mengarahkannya tepat di depan wajah untuk memamerkan visualnya seakan sedang melakukan pemotretan.

"Apalagi elo! Gue bisa kejang-kejang nanti!" tolak Elina mentah-mentah.

Luna mulai kesal, apalagi ketika dia melihat Lisa yang datang lantas memasang raut wajah sedih setelah mengetahui akar masalahnya.

"Jadi gimana?" tanya Nara. "Atau lo duduk sama gue aja ya, Na? Virga duduk sama Yoga aja."

Ekspresi wajah Luna segera berbinar mendengar gagasan ini tetapi harus kecewa karena mendengar Virga menyanggah, "Gue kan harus duduk sama pacar gue!"

Pernyataannya segera dihadiahi jitakan di puncak kepala oleh Ferdian yang balas menatapnya dengan galak. "Nah jadi lo paham kan mengapa gue harus duduk sama Luna? Gue kan pacarnya!!!"

"Baru sehari doang pacarannya udah belagu aja!" celetuk Krisna, membuat Ferdian mengalihkan tatapannya dengan kekesalan yang bertambah hingga dua kali lipat.

"Ini kok jadi ribet gini sih?" keluh Nara sementara cewek itu mengecek waktu di jam dinding kelas. "Debatnya udah lebih dari lima belas menit, loh. Bentar lagi bel masuk nih."

"Oke, gini aja. Gue duduk sama Lisa dan masalah selesai," kata Luna dengan nada tegas lantas mengambil tasnya dan duduk di bangku yang semula adalah milik Krisna yang bersebelahan dengan jendela.

"TRUS GUE GIMANA?" tanya Ferdian, Elina, dan Krisna serempak. Yoga sementara itu memilih untuk tetap duduk imut di bangkunya sendiri, memutuskan untuk pasrah saja dengan hasil akhirnya.

"Lo duduk sama gue!" perintah Krisna pada Elina, membuat cewek itu memelototkan matanya dengan ekspresi tidak terima.

"Kenapa gue harus duduk sama lo?"

"Emang lo mau tetap duduk sama Ferdian? Nggak, kan? Dan juga di antara gue sama Yoga, lebih dekat gue-lah sama lo walau kita sering debat absurd! Tambahan lainnya juga, gantengan gue ke mana-mana!"

"Idih! Pede banget!" hina Elina sementara Ferdian sebenarnya mau ikut-ikutan meledek saingannya juga, tetapi tidak jadi karena prioritasnya sekarang adalah Luna.

Meski kesal dengan keputusan akhir Luna yang memilih untuk duduk dengan Lisa ketimbang dirinya, setidaknya dia masih bisa memakluminya. Dan juga, tempat duduk pacarnya sudah lebih dekat, yaitu tepat duduk di depannya meski teknisnya posisi tersebut menyilang karena Luna duduk bersisian dengan jendela.

Ferdian jelas menolak duduk dengan Yoga, tetapi dia tidak mempunyai pilihan lain karena keputusan finalnya adalah Elina duduk bersebelahan dengan Krisna, berhubung penjabaran cowok itu bisa dibilang masuk akal.

Elina tidak mungkin duduk sama Ferdian setelah tahu sepupunya berpacaran dengan bucinnya, sementara jika membandingkan antara Krisna dengan Yoga, jelas Krisna-lah yang lebih sering berinteraksi dengan cewek itu.

Yoga duduk tepat di belakang Luna dan harus tahan banting dengan sikap posesif Ferdian yang sepertinya telah menyetel alarm dalam otaknya setiap melihat gerak-gerik Yoga yang ada hubungannya dengan pacarnya.

"Kalo lo berani main mata sama Luna, lo berurusan sama gue!" ancam Ferdian galak sementara Yoga langsung dibuat gemetaran karenanya.

Luna memicingkan matanya galak ke arah Ferdian sementara cewek itu memutar tubuhnya menghadap cowok itu. "Jangan galak-galak sama ex-seatmate gue!"

Dari kejauhan, Virga mengembus napasnya dengan tatapan penuh simpatik.

"Gue baru inget kalo gue harus berpisah sama tethering unlimited gue."

"Bagus sekali ya, Virga!" hardik Nara sarkastik. "Jadi lo nyesel sekarang? Iya?"

Virga kaget karena gumamannya terdengar oleh pacarnya yang lantas segera dibuat kicep ketika berhadapan dengan tatapan galak milik Nara.

Virga bersyukur karena nyawanya diselamatkan oleh bel masuk yang berdering tepat pada saat itu juga.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro