Bab 5 ~ Insecure
Sepulang sekolah, Ria mengajakku untuk singgah di rumahnya. Ayah Ria yang menjemput kami. Awalnya, aku menolak ajakan Ria. Tetapi, karena sudah lama aku tidak berkunjung ke rumah Ria aku pun mengiyakan. Untungnya, hari ini aku tidak membawa kendaraan ke sekolah karena ban belakang yang pecah tidak sempat aku bawa ke bengkel untuk di tambal.
"Adek, kamu pulang dengan siapa Mir? Tanya Ria.
"Dengan angkot," jawabku.
Dalam perjalanan, kami berdua saling bicara. Di dalam mobil Ayahnya Ria, kami sedikit ribut. Namun, hal itu tidak membuat Ayah Ria marah. Malahan, saking recehnya obrolan kami Ayah Ria sampai ikut tertawa.
"Hahaha, apa yang kalian ngomongin? Cobalah diskusikan hal yang lebih penting," ujar Ayah Ria.
"Ada deh, Yah..." Kata Ria sambil tertawa.
"Om kerjaannya lancar?" Tanyaku berusaha membuka bicara.
"Yah, ditanyain nih sama Amira," ujar Ria.
"Alhamdulillah, semuanya lancar." Jawab Ayah Ria yang cara bicaranya persis seperti Ria. Sangat friendly. Aku merasa lebih lega ketika berani membuka biacara. Selama ini, aku hanya diam saat moment seperti ini.
Setibanya di rumah. Pembantu Ria mneyiapkan makan siang untuk kami.
"Udah lama aku nggak main ke sini," ujarku.
"Makanya, Mira sering – sering dong ke sini. Bila perlu bawa Adek – adek kamu sekalian. Nih, rumah sepi aja. Kamu beruntung punya adek." Jelas Ria. Menjadi anak tunggal ternyata sesepi itu.
"Senang sih, tapi pusing tau nggak, mana Adek – adek aku berantem tiap hari lagi. Belum lagi kalau aku belaian mereka, imbasnya ke aku." Jelasku.
"Yang sabar, hahaha." Celetuk Ria.
Makanan sudah dihidangkan. Ada ayam, udang, sayur brokoli dan sambal. Menu makanan di rumah Ria sangat berbeda dibandingkan dengan di rumahku.
Aroma begitu sedap yang membuat perut rasanya semakin lapar.
"Mari makan." Ayah Ria mempersilakanku ke meja makan.
Aku diperlakukan begitu baik di rumah ini terlebih di rumahku sendiri. Namun, entah mengapa ketika aku hendak memasukkan makanan ke dalam mulut, aku teringat orang – orang di rumah.
"Mereka makan apa ya?"
"Hei, Mir. Kok bengong. Makan gih," ujar Ria yang seketika menghentikan lamunanku.
"Selepas makan, aku pulang yah?" Pintaku pada Ria.
"Yah, aku ngambek nih. Masa baru datang langsung pulang sih Mir," ujarnya kesal.
"Iya, Amira. Main – main aja sama Ria dulu yah," pinta Ayah Ria yang membuat tidak enakan.
"Iya, Om." Jawabku.
Ria mengajakku ke dalam kamarnya. Katanya ia ingin menunjukkan sesuatu padaku.
"Nggak apa – apa aku masuk? Nggak enak aku." Ujarku.
"Nggak apa – apa. Toh selama ini kalau datang kamu cuman di ruang tamu aja." Jelas Ria.
Ketika masuk ke dalam kamar Ria. Aku langsung insecure.Kamarnya tertata rapih dan dipenuhi boneka di tempat tidur. Di dinding penuh dengan poster –poster Boy Band EXO. Berbeda dengan kamarku yang berantakan dengan buku, dan berdinding polos.
"Wah, keren banget kamar kamu Ri," pujiku sambil melihat – lihat.
"Kamu mau nunjukin apa?" Tanyaku.
"Wait, wait." Ujar Ria sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari.
"Tadaaa," Ria menunjukkan sepatu yang sedang viral saat ini.
"Wah, bagus yah," Ujarku.
"Kamu kapan belinya? Biar kita couplean." Tanya Ria yang sedang duduk di atas kasur.
"Nanti deh," Ujarku dengan perasaan insecure kepada Ria yang bisa mendapatkan apa saja. Dalam hati aku berkata, "Kapan aku punya barang – barang bagus kek Ria?" Aku terus membanding – bandingkan diri dengan Ria. Perasaan itu datang begitu saja tanpa kuminta.
"Amira, aku mau curhat nih," lirih Ria dengan serius dan duduk mendekatiku.
"Jadi, gini kamu kenal Ronal nggak anak kelas ISS?" Tanyanya.
"Kenal, anak yang putih banget kek Korea itu?" Ujarku.
"Nah, iya benar." Ujar Ria.
"Dia nembak aku dong," jelas Ria dengan mata melebar.
"Lah sejak kapan?" Tanyaku kembali.
"Kemarin, dan aku terima dong." Girangnya.
"Cepat banget, awas nanti di ghosting. Emang, kamu udah kenal dia orangnya kek gimana Ri?" Tegasku.
Segitu mudahnya Ria mengiyakan permintaan orang.
"Dia itu orangnya friendly, terus baik." Jelas Ria sambil senyum – senyum.
"Kamu, kapan punya pacar? Dari dulu perasaan jomlo mulu deh," ujar Ria.
"Kalau kamu punya pacar Mir, hidup kamu bakalan bahagia tiap hari. Ada teman buat cerita, jalan, dan lainnya." Tambahnya.
"Gimana mau pacaran, aku nggak dibolehin sama ortu. Lagian, pacaran itu bikin ribet nggak sih? Kamu jangan buat iri dong sama kamu," tuturku.
"Yah, hahaha makanya cepat cari pacar. Maaf dah, maaf." Ria meminta maaf.
Hari hampir sore, aku pun pamit kepada seisi rumah. Ingin lebih lama berada di rumah Ria. Namun, aku harus segera pulang karena, sore ada tugas yang harus aku laksanakan sebagaimana biasanya.
"Nanti kapan – kapan main ke sini lagi ya Nak," ucap Ayah Ria sambil mengelus kepalaku.
"Anjrr, baik banget Ayah Ria. Ayah atau Ibu aku aja nggak pernah kek gini."
Aku pun pulang ke rumah dengan ojek online yang Ria pesan untukku.
***
Setibanya di rumah, terlihat Ibu menungguku di depan teras rumah. Dengan muka masam Ibu bertanya, "Dari mana aja kamu Amira? Kamu bikin orang tua khawatir aja. Bahaya di luar sana."
"Gawat, apa Ibu akan marah?"
"Tadi, aku dari rumahnnya Ria Bu." Tuturku.
"Pok, pak." Tamparan Ibu melayang ke wajahku. "Lain kali kalau pulang telat kasih tahu Ibu!"
"Ibu, kenapa sih?" Tanyaku sambil menangis dan berlari ke dalam rumah.
Di dalam kamar aku menangis sambil tiduran. Bantal – bantal dibasahi dengan air mata. Baru saja tadi aku bersenang – senang. Sesampainya, di rumah aku langsung mendapat hal yang menyakitkan seperti ini.
Aku mulai merasa benci dengan cara Ibuku seperti itu.Ibu tidak bisa membicarakannya dengan baik – baik.
Aku membuka handphone dan mengechat Ria.
[Ri, Ibu aku marah karena tadi main ke rumah kamu tapi nggak izin.]
[Apa? Astaga, aku minta maaf ya. Semua ini salah aku.] Balas Ria.
[Kamu nangis?] Tanya Ria yang sepertinya mendengar isakanku.
[Ibu nampar aku tadi, Ri.] Balasku.
[Kamu yang sabar, ya. Gimana kalau aku langsung ngomong sama mama kamu, kalau tadi aku yang ngajak.] Ucap Ria.
[Udah, nggak apa – apa. Aku nggak mau nanti masalahnya tambah ruwet.] Balasku.
Tiba – tiba handphoneku kehabisan baterai.
"Yah...dasar handphone sialan!" Ucapku dengan kesal dan melemparkannya ke atas meja. "Biarin aja pecah sekalian."
Kelelahan menangis, aku pun tertidur tanpa mengganti seragam.
Rasanya raga ini lelah sekali saat dibaringkan. Mengapa aku dewasa dengan begitu cepat lalu lelah seperti ini. Belum juga berkata – kata dengan jelas, Ibu langsung melampiaskan amarahnya padaku. Aku sampai takut dengan sahabatku Ria kalau ia sampai datang ke rumah ini. Aku takut akan dipermalukan Ibu di depan Ria. Tidak hanya itu, yang lebih aku takutkan lagi adalah Ria akan meceritakan hal itu ke orang tuanya. Belakangan ini, aku merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Merasa kurang, serta padanganku terhadap Ibu mulai negatif. Namun, aku mencoba untuk memahami. Mungkin, karena ia lelah atau masalah yang ada di kantor.
***
1.069 Kata
Sabtu, 14 Mei 2022
Pukul.10. 46 WITA
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro