Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 26 ~ Ayah, Kapan Pulang

Sudah sekian lamanya, Ayah tidak pulang. Ibu melarang Ayah pulang karena pendapatan ekonomi yang semakin menurun. Di tambah lagi, harus membiayai Adik - adik sekolah dan aku yang harus melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.

"Ibu, kapan Ayah pulang? Aku udah kangen sama Ayah," tanyaku pada Ibu yang sedang membaca sebuah koran.

"Kamu taukan kehidupan kita susah Amira. Kalau Ayah kamu pulang, kalian nggak usah sekolah aja." Ucap Ibu. "Beli beras aja, susah Amira."

Aku merasa hanya menjadi beban selama ini karena kami, Ayah tak jua pulang ke Indonesia. Aku berpikir tidak usah saja melanjutkan kuliah agar Ayah bisa pulang menengok kami anak - anaknya. Ayah sendiri mempunyai alasan mengapa belum juga pulang. Karena, jika Ayah kembali ke Indonesia di masa pandemi seperti ini, akan sulit jika kembali bekerja lagi ke negeri jiran. Ayah tidak mau kehilangan pekerjaannya yang cukup memberi gaji yang memuaskan.

Rasa bersalah itu ada. Rasa menahan rindu pada Ayah apalagi. Ketika rasa rindu menuntut kita untuk bertemu, namun keadaan begitu tidak mengizinkan. Itu adalah hal yang menyakitkan bagi seorang anak. Terkadang, rindu itu aku abaikan berlalu begitu saja agar tidak terpikirkan. Namun, sewaktu - waktu ketika melihat gambar Ayah, atau melihat Ayah orang lain. Rasa rindu itu muncul kembali.

"Kalau kalian rindu sama Ayah, ya telpon aja." Tambah Ibu. Aku bertanya - tanya tidakkah Ibu merindukan Ayah? Apakah Ibu juga rindu, tetapi rasa  rindu itu ia sembunyikan?

Aku menelepon Ayah agar rindu ini tersalurkan walau lewat media.

[Halo, Ayah.]

[Halo, Nak. Kalian lagi apa?]

[Ayah, kapan pulang? Nggak lama lagi, Amira tamat dan mau kuliah.]

[Ayah tidak tau nih Nak, kapan pulang. Nanti aja ya kalau misalkan keadaan udah membaik.]

[Ayah sayang nggak sih sama kita?] Air mataku sudah mulai menetes.

[Sayang, Nak. Nanti Ayah pasti pulang.]

"Robi, mau ngobrol sama Ayah nggak?" Tanyaku pada Robi yang sedang menonton televisi.

"Mau, Kak. Mau," Robi berlari ke arahku.

[Halo, Ayah. Ayah kapan pulang?] Tanya Robi sama sepertiku.

[Nanti Ayah pulang. Robi mau Ayah bawa kado apaan?]

[Robi mau Ayah beli'n mobil yang gede banget]

[Iya, nanti Ayah bawa ya.]

[Hore, makasih Ayah.]

Banyak hal ingin dibicarakan kepada Ayah secara langsung. Namun, tidak ingin membuat Ayah merasa beban batin, aku harus menyimpannya dalam hati sendirian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro