Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16 ~ Dia Bukan Pengaruh Buruk

"Jadi, gimana Mir? Aku udah dapat cowoknya loh," tanya Ria ketika aku sedang membaca buku.

"Kayaknya, nggak jadi deh Ri." Ujarku dengan wajah murung.

"Kenapa emangnya Mir?" Tanya Ria.

"Ibu nggak ngizinin aku Ri." Jelasku.

"Emang kenapa? Karena Ibu kamu mau kamu fokus belajar?" tanya Ria.

"Tepat banget," aku menghentakkan buku ke atas meja.

"Tumben kamu marah," ujar Ria sambil tertawa kecil.

"Lagi kesal aku Ria. Masa pacaran aja nggak bisa sih." Ucapku kesal.

Perasaan kesal menggerogotiku pagi itu. Tidak biasanya, aku seperti ini. Aku penuh amarah pada Ibu. Menjadi seorang remaja penuh dengan perasaan penasaran terhadap berbagai hal. Namun, rasa penasaran itu dihancurkan dan dihilangkan oleh orang tua sendiri. Pikirku, bagaimana aku bisa menjadi orang yang lebih banyak pengalaman dan pengetahuan, jika aku tidak pernah mencoba hal – hal yang ingin aku pelajari? Aku bercita – cita menjadi Psikolog. Aku harus mempelajari berbagai karakter orang. Menurutku, pacaran adalah salah satu jalannya untuk mengenal seseorang lebih dalam. Mungkin, berteman dengan orang banyak juga cukup untuk mengenal berbagai kepribadian orang. Namun, naluriku berkata, aku harus pacaran. Menjamin atau tidak, aku ingin mencobanya.

"Kamu punya kepikiran nggak sih buat nipu orang tua kamu gitu?" Tanya Ria.

"Nipu? Aku nggak berani Ri. Aku nggak tau gimana jadinya kalau aku ketahuan nipu." Jelasku.

"Aku juga nggak berani ngajak kamu buat dosa, hahaha." Canda Ria.

"Dasar Ria mah, hahaha." Aku tertawa kecil.

Apakah dosa, jika seorang anak membantah orang tua hanya karena ingin keluar dari zona nyamannya? Bagiku, ini adalah pertanyaan yang cukup rumit terjawab. Terkadang aku takut dilabeli anak durhaka, sehingga aku mengikuti semua perintah orang tuaku.

"Aku boleh nggak mampir ke rumah kamu Mir?" Tanya Ria.

"Hmmm, boleh mampir aja. Nanti kita buat rujak bareng," ujarku.

"Wah, mau – mau." Ria kegirangan.

"Ajak Langit boleh nggak?" Tambahnya.

"Boleh, kasitau aja. Ibu aku nggak marah kok." Aku berusaha agar mereka tidak takut dan segan datang kerumah. Mereka selalu berpikir bahwa Ibuku adalah sosok yang kejam karena selalu keras padaku dalam segala hal. Mengenai sekolah, pergaulan, urusan pacaran, pekerjaan, tentang apa yang kita pakai dan apa yang kita ucapkan. Semua hal harus diperhatikan. Bagaikan hidup di zaman Ratu Elisabeth. Salah sedikit saja, langsung dibantai habis – habisan. Bedanya, aku dibantai dengan kata – kata.

Lalu, bagaimana dengan kesehatan mentalku? Kuat tidak kuat harus dijalani. Jika ada kalimat yang mengatakan seperti ini, "Hanya orang lemah yang lari dari masalah" jangan dihiraukan. Kamu hanya manusia biasa bukan superhero. Jatuh, bangkit lagi! Itu prinsipku.

***

Di siang hari yang sepi, tibalah kami di rumahku yang tidak seberapa besar.

"Ini ketiga kalinya aku datang ke rumah ini," ujar Langit sambil melihat – lihat sekeliling rumahku.

"Aku mah, lebih dari itu." Celetuk Ria,

"Ya, udah masuk yuk." Aku mempersilakan kedua sahabatku itu masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah terlihat Ibu sedang duduk santai memainkan handphone.

"Selamat siang, tante." Ria mengucapkan salam seraya menunduk. Begitu pulang dengan Langit. "Selamat siang, Bu."

"Selamat siang," sapa Ibu dengan suara lembut.

"Kalian tunggu aja dulu ya di sini, aku ganti baju dulu." Ujarku.

"Kalian, mau ngerjain PR?" Tanya Ibu pada Ria dan Langit yang sedang duduk diam menungguku keluar dari kamar.

"Eeee..." Ria menyenggol tangan Langit.

"Eeee kami mau silaturahmi aja Bu. Iya, silaturahmi." Ujar Langit dengan senyuman palsu dan tatapan sinis ke Ria.

"Sekalian, makan rujak tante. Hehehe." Tambah Ria.

Mereka berdua begitu canggung berbicara pada Ibuku. Mulut mereka seperti diperban dan susah digerakkan. Padahal, Ibuku tidak akan menerkam mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro