Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10 ~ Semua Orang Punya Masalah

"Ibu, maafkan Mira ya. Karena kemarin, Mira udah jahat sama Ibu." Aku tunduk ketika mengucapkan kata – kata itu. Rasa bersalah menggerogoti diri. Sedang, Ibu hanya diam ketika mendengar kata – kata itu. "Aku pasti udah nyakitin hati Ibu." Begitu pikirku.

"Maafkan Mira ya, Bu. Mira sama Bulan pamit dulu ke sekolah." Aku mengambil tangan Ibu dan meletakkannya di dahi.

"Hati - hati, kalian." Ujar Ibu ketika aku dan Bulan hendak meninggalkan dapur.

"Robi udah siap?" Tanyaku pada Bulan.

"Udah, tu." Jawab Bulan.

"Da, Bi!" Kataku sampai melambaikan tangan pada Robi yang sedang memakai sepatu.

"Bye, Kak." Balas Robi.

"Kak Mira udah baikan sama Ibu?" Tanya Bulan ketika kami dalam perjalanan.

"Aku udah minta maaf tadi, tapi Ibu belum jawab apa – apa," jelasku.

"Bulan, kamu kalau mau pergi izin baik – baik sama Ibu." Tambahku.

Di tengah angin perjalanan, apalagi sedang berbicara di atas kendaraan suara akan terdengar samar – samar.

"Kak, bilang apa sih? Nggak jelas." Ucap Bulan.

"Nggak jadi deh." Ucapku.

Dua puluh menit perjalanan dari rumah ke sekolah, akhirnya sampai juga di SMP Bulan.

"Okey, udah sampai. Turun gih. Aku ada piket pagi nih." Jelasku.

Bulan turun dari atas motor dengan hati – hati.

"Kak, nanti siang aku keluar sekolahnya agak lama. Kak tungguin ya?" Pinta Bulan.

"Jam berapa emang?" Tanyaku.

"Jam 13.40 WIB." Jawabnya,

"Oh ya udah. Bye." Ucapku lalu segera meninggalkan Bulan.

***

Sesampainya di sekolahku, aku memarkirkan motor seperti biasanya.

"Selamat pagi Kak Mira," ucap salah seorang Adik kelas.

"Pagi, juga." Aku tersenyum manis padanya sambil berjalan menuju ke ruang kelas.

Pagi ini terasa lebih lega dari biasanya. Aku merasa lebih baik ketika usai meminta maaf pada Ibu. Rasa bersalah seorang anak sangatlah tidak nyaman. Apalagi, ketika melihat Ibunya bersedih.

"Amira..." Panggil Ria yang baru saja sampai.

"Kenapa lagi sih?" Tanyaku.

"Aku lagi sedih nih," ujarnya sambil duduk di dekatku.

"Because?"

"Ternyata Ronal cuman ngeghosting aku doang. Dia udah ada pacar njrr," ucap Ria dengan sedih.

"Nah, aku udah bilangkan kemarin. Ya udah, kamu jangan sedih lagi ya. Cowok kek gitu nggak pantes ditangisin. Kamu cantik, kamu bisa dapat yang lebih baik dari dia." Kataku sambil menepuk bahu Ria.

"Iya, tapi sakit Ra," ucap Ria.

Aku mengubah posisi duduk yang tadinya di samping Ria menjadi di depan Ria. "Kamu lihat aku. Kamu percaya nggak sama aku?"

"Percaya," jawab Ria sambil mengangguk.

"Kamu harus bangkit dari rasa sakit itu. Aku baru aja sakit hati kemarin Ri. Tapi, setelah aku merelakan semua rasa sakit itu, aku jadi lega dan bisa berpikir positif. Kamu harus bisa ya? Nggak apa – apa, pelan – pelan aja ya," jelasku dengan penuh kepercayaan.

"Hmmm, kamu memang teman aku yang terbaik. Aku percaya sama kamu." Ujar Ria.

Menjadi seorang teman bukan sekadar kerja tugas bersama, main sama – sama, jalan sama – sama dan buat dosa sama – sama. Hehehe aku bergurau. Tetapi lebih dari itu. menjadi seorang teman adalah kita mampu memberikan energi positif ke mereka, mampu mendengarkan mereka di saat mereka sedang terluka. Mampu menjadi penasihat yang bisa ia andalkan. Tidak perlu banyak teman jika teman kita hanya bisa memanfaatkan kita. Cukup ada satu teman yang terbaik yang tidak membawa kita kepada kehancuran. Itu, lebih dari kata cukup. Ingat kembali kalimat ini, "Pergaulan yang buruk, merusak kebiasaan yang baik."

"Ayo, kita sama – sama ulang dari awal Ri." Aku dan Ria saling berpelukan.

Tiba – tiba Langit datang. "Woii!"

"Njirr, kaget aku." Marah Ria,

"Ihh, Langit kamu paling hobi ya ngagetin orang." Ucapku kesal.

"Hahaha, suka aja liat kalian marah." Ucapnya sambil cakar pinggang.

"Kalian ngomongin apa lagi sih?" Tanya Langit. "Aku keknya mau certain sesuatu sama kalian," jelas Langit dengan mode serius. Biasanya Langit bercanda, tapi kali ini ia berbicara seakan – akan sedang ada masalah besar.

Aku dan Ria dengan serius ingin mendengarkan kata – kata yang keluar dari mulut Langit.

"Yee, serius amat muka kalian. Hahaha."

"Ihh, dasar orang lagi serius juga," kesalku.

"Iya, dasar tukang tipu," ucap Ria sambil mencubit tangan Langit.

"Aduh sakit. Okey, okey. Lepasin dan aku akan certain sekarang." Ucap Langit sambil merintih kesakitan.

"Benar, ya. Awas kalau kamu bohong lagi," tegas Ria dengan wajah kesal.

"Ceritain cepat, keburu jam pertama di mulai nih." Ujarku.

"Jadi, gini guys...Hmmm nggak apa – apa'kan kalau aku cerita?" Tanyanya.

"Nggak apa – apa!" Jawabku dan Ria serentak.

"Okey. Ibu sama Ayah aku mau cerai. Aku nggak mau mereka cerai. Kalau mereka cerai, aku harus milih ikut siapa? Aku nggak mau kehilangan dua – duanya. Selama ini, aku sabar sama sikap Ibu dan Ayah yang terus – terusan berantem di depan aku. Aku pikir mereka akan baikan. Tapi ternyata...Nggak seperti yang aku harapkan.

Aku terdiam mendengar masalah Langit. Ternyata orang yang sering becanda dan selalu tersenyum juga punya masalah yang lebih rumit mereka hadapi. Ternyata selama ini, Langit menutupi kesedihannya.

"Ya, ampun Langit. Aku turut prihatin ya sama kamu." Ujar Ria.

"Yang sabar ya, Langit. Kamu harus banyak berdoa buat orang tua kamu. Coba, kamu ajak bicara orang tua kamu baik – baik, kalau kamu nggak mau mereka pisah. Kalau masalah kek gini, emang rumit sih Ngit," Jelasku.

"Gimana mau bicara sama mereka? Ayah aja kadang nggak pulang rumah. Rumitlah Amira, aku hampir gila cuman gara – gara mikir masalah itu." Jelas Langit dengan raut wajah tampak stress.

"Semoga orang tua kamu cepat baikan ya. Kalau kamu ada masalah kek gini, cerita aja sama aku dan Ria," ujarku.

"Terima kasih, Amira. Terima kasih Ria. Aku akan berusaha supaya mereka nggak pisah." Ujar Langit.

"Semangat untuk kita bertiga!" Teriak Ria.

"Semangat!" Ucap aku dan Langit serentak.

Kami bertiga saling peluk satu sama lain. Menguatkan diri masing – masing. Semua orang punya masalah hidup masing – masing. And maybe,kita tidak pernah tahu masalah mereka seperti apa. Terkadang, kita merasa masalah kita yang paling rumit. Kita overthink sepanjang hari. Padahal, ada orang yang memiliki masalah besar dari yang kita miliki. Dari situ, kita sadar, bahwa kita bukanlah orang dengan kisah hidup yang paling menyedihkan. Setiap orang punya waktunya masing – masing. Hari ini kamu tertawa, besoknya kamu menangis. Untuk menjadi kuat pun kita butuh orang – orang sekitar kita. Mungkin, pilihan yang tepat adalah meminta saran pada orang yang senasib dengan kita. Karena mereka paling tahu bagaimana rasanya sedang terpuruk. Ingat, kita punya masalah, kita punya teman untuk berbagi, kita punya jalan keluar, kita punya kekuatan untuk menjalaninya. So, berjuanglah!

1.015 Kata

Jumat, 20 Mei 2022

Pukul 16.30 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro