Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Slow Motion Indah

Setiap langkahmu adalah slow motion yang sangat indah. Kehadiranmu menjadi dentuman dasyat akibat dari getaran cinta yang kupendam di hati.  (Naima)

***

Meeting yang seharusnya terlaksana sore tadi menjadi batal hanya gara-gara telepon singkat dari Mama. Padahal waktu silaturahmi ke rumah Naima masih  tiga jam lagi. Mama seperti tidak tahu waktu atau lebih tepatnya tidak melihat jam.

Mama meminta Sean pulang secepatnya supaya Sean bisa mempersiapkan dirinya dalam rangka bersilaturahmi ke rumah Naima. Menurut Sean, Mama terlalu berlebihan melakukan persiapan mengingat rumah Naima jaraknya hanya beberapa langkah saja dari rumah. Hanya butuh beberapa detik hingga sampai ke rumah Naima yang letaknya berhadapan dengan rumahnya.

Sean memacu mobilnya supaya lebih cepat sampai ke rumah. Di dalam perjalanan Mama tak henti-hentinya menelpon dan tiap menelepon, Mama tidak mengucapkan kata apapun selain kata "cepat." Mama seolah tidak mempercayai Sean dan berprasangka buruk seolah Sean akan kabur selamanya demi menghindari perjodohan yang diidam-idamkan Mama.

***

"Kamu sudah siap Sean?" tanya Mama setelah selesai berdandan heboh.

"Sudah Ma," jawab Sean singkat.

Sean mengamati Mama yang berpenampilan berbeda dari biasanya. Mama mengikalkan rambutnya, make-up Mama juga tidak seperti biasanya. Mama juga memakai dress mahal berwarna hitam lengkap dengan aksesoris keluaran brand favoritnya yaitu Channel.

"Kenapa kamu lihatin Mama seperti itu?" kata Mama dengan nada sinis. Mama seperti tidak nyaman dengan cara lihat Sean pada Mama.

"Ya aneh aja Ma, cuma ke depan rumah gini aja Mama dandan heboh, biasanya juga pakai daster ke rumah Cik Wati" gerutu Sean.

"Kamu itu ya, kita berdandan heboh bukan kenapa-kenapa. Ini semata-mata menghargai mereka, Mama sih bisa saja ke rumah Cik Wati pakai daster, tapi di mana letak formalitasnya? Apalagi kamu mau tunangan sama Naima," protes Mama.

"Mama benar Sean, kita ke sana karena menghargai mereka," sambung Papa yang sudah siap dengan kemeja kotak-kotaknya.

Sean tak menjawab apapun, kini ia merasa terpojok karena komentar Mama dan Papa.

"Sean, nanti Mama harap kamu jangan bersikap buruk. Kamu harus banyak senyum apalagi kalau kamu beradu pandang dengan Naima kamu harus senyum. Dan kamu juga harus nurut omongan Mama, enggak boleh bilang enggak atau mikir dulu. Waktu buat mikir udah habis," kata Mama bernada menasihati lebih tepatnya memaksa.

"Iya, Ma," jawab Sean seperti jawaban robot.

"Nanti manggil bundanya Naima jangan Cik Wati, panggil Bunda," tambah Mama.

"Kak Soni aja boleh manggil Cik Wati," lagi-lagi Sean protes dan menyeret nama kakaknya.

"Nanti Mama ajarin Soni supaya manggil Bunda juga," jawab Mama tak mau kalah.

"Ayo kita berangkat," potong Papa.

Sean bangkit dari duduknya. Ia memanyunkan bibirnya.  Wajahnya terlihat malas. Hatinya protes keras karena bersilaturahmi bermodalkan dengkul. Kalau tahu begini bukankah lebih baik dari dulu Sean mengenalkan Betty Lavia pada Mama hingga perjodohan ini tidak terjadi.

Sean menghembuskan napasnya, semua sudah terlambat. Ia sendiri tidak tahu di mana keberadaan Betty. Betty menghilang setelah Sean terang-terangan mengatakan kalau diantara dirinya dan Betty adalah sahabat dan bodohnya Sean mengatakan kalau cinta itu tidak bisa dipaksakan. Setelah Betty menghilang dari hidupnya ia justru merindukan Betty.

Maksut hati menganggap Betty sahabat supaya gadis itu selalu di samping Sean. Tapi kenyataannya Betty menghilang dan tak tahu di mana keberadaannya. Sean tak mengerti kalau Betty hanya ingin menjadi kekasih Sean.

"Kita jalan kaki ke rumah Naima?" tanya Sean tak percaya setelah lamunan tentang Bettynya buyar.

"Ya terus naik apa? Apa naik helikopter?" jawab Papa asal.

"Apa bagusnya Pa? Cuma di depan rumah gini aja? Kayak enggak ada cewek lain!" lagi-lagi Sean protes.

"Udah ayok!" Mama menarik tangan Sean dan mengamit lengan Sean supaya Sean tidak kabur.

***

Tepat pukul delapan malam, keluarga Sean memenuhi silaturahmi rencana perjodohan. Bunda dan Ayah Ima menyambut kedatangan mereka. Sementara Ima mengintip dan mencuri dengar pembicaraan.

Satu persatu keluarga Sean memasuki ruang tamu. Pertama masuk adalah tante Diana-- Mama Sean, Lalu diikuti Om Muzakir -- Papa Sean. Lalu diikuti Sean, si pria bening ganteng dan rupawan.

Ketampanan Sean makin terlihat berlipat-lipat menggunakan kemeja barwarna biru langit. Bagi Ima belum ada pria yang mengalahkan ketampanan Sean. Setiap langkah Sean adalah slow motion yang sangat indah. Kehadiran Sean di rumahnya menjadi dentuman dasyat akibat dari getaran cinta yang terpendam di hati Ima. Ima masih mengintip. Sungguh dadanya berdebar hebat kala makhluk planet mars itu pertama kalinya akan ia lihat dari dekat.

"Ima, sini sayang," panggil Bunda.

"Ma, Ma buruan ke sana hampiri pangeran lo!" desak Neli. Neli adalah sahabat Ima yang sengaja Ima ajak ke rumah untuk menghilangkan rasa groginya.

"Gue gak PD," kata Ima.

"Demi apa! Sean ganteng banget. Buruan gih pandangi dia dari dekat. Jangan cuma pandangi pakai teropong,"  bisik Neli.

"Tapi, Nel. Lo punya obat ngilangin grogi enggak?" kata Ima.

"Mana ada, udah buruan," kata Neli.

Ima pun barjalan pelan sambil membawa nampan berisi minuman. Tadi Bunda berpesan pada Ima ketika Bunda memanggilnya Ima datang dengan membawa nampan berisi minuman. Dengan langkah penuh rasa grogi Ima membawa nampan berisi minuman tanpa melihat Sean sedikitpun. Sebab jika ia melihat Sean, sudah pasti minuman di tangannya akan tumpah semua.

Ima meletakkan gelas pada masing-masing tamu. Sementara Bunda dan Mama Sean asik bercakap-cakap. Sekilas Ima mendengar Tante Diana --Mama Sean-- calon mertua memuji kecantikan Ima. Hal itu membuat Ima semakin gede rasa dan rasa groginya meningkat satu level.

Kini giliran Ima mengantarkan gelas berisi minuman jatah Sean. Kegrogian menambah satu tingkat karena pujian Mama Sean membuat langkahnya tersandung karpet dan benar saja tubuh Ima terhuyung dan hampir terjatuh. Untung saja Sean sigap berdiri dan menangkap tubuh Ima sementara minuman di tangan Ima tumpah mengenai kemeja biru langit Sean dan beberapa percikan mengenai celana putih yang dikenakan Sean.

Di belakang dinding Neli justru tertawa terpingkal-pingkal melihat kejadian yang menimpa Ima. Neli yakin kalau Ima memang benar-benar grogi di depan Sean.

Ima masih dalam dekapan Sean. Kini mata mereka saling bertatapan. Mata indah Sean menatap mata Ima. Ini pertamakalinya mereka saling bertatapan.

"Oh, aku leleh," batin Ima.

"Ehem," Sean mendehem seolah memberi aba-aba, "udahan pelukannya!"

"Ima, hati-hati dong. Jadi basah kemeja Sean kan!" suara Bunda menghentikan lamunan Ima.

"Sean kamu enggak apa-apa? maaf Sean," tanya Ima sambil menggosok-gosok kemeja Sean yang basah karena tumpahan minuman

"Oh enggak apa-apa cuma basah dikit kok," jawab Sean dengan suara baritonnya.

"Hah... Suaranya merdu banget!" jerit Ima dalam hati.

Sean tersenyum sekilas lalu kembali duduk di sofa. Sementara Ima kembali ke dapur meletakkan nampan dan mempersiapkan makan malam.

"Aduh Kak, maafin kelakuan anak saya. Saya yakin dia grogi. Lagian siapa sih yang gak grogi ketemu Sean, ganteng banget," kata Bunda dengan pipi bersemu merah.

"Enggak apa-apa Wat, Sean itu kuat kok, kalau cuma kena siraman minuman itu mah kecil. Sean siap kok kena siraman yang lebih besar lagi," goda Mama.

"Wah siraman apa itu kak? Siraman seember air tiap bangun pagi ya? Ima juga sering kena siraman itu," jawab Bunda tersipu-sipu.

"Ha ha ha, itu iya juga sih Wat. Tapi yang lebih dasyat adalah siraman cinta dari Naima," jawab Mama tertawa.

"Uhuk, uhuk!" tiba-tiba Sean terkejut. Ternyata Mamanya bisa juga menggombal receh. Kata-kata receh Mama membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk.

"Sean, pelan-pelan minumnya dong," desis Mama.

Sean hanya menanggapi dengan anggukan, pria itu mencoba meneguk air putih untuk meredakan batuknya.

Setelah Sean membaik, obrolan mereka berlanjut, Ayah mulai bertanya-tanya tentang Sean pekerjaan Sean dan semua tentang Sean untuk mengenal Sean lebih jauh. Ribuan pujian dilontarkan Ayah dan Bunda hingga pemuda itu senyum-senyum dan terlihat makin ganteng. Sean tetap terlihat ganteng walau kemejanya basah gara-gara tumpahan minuman yang ditumpahkan Naima.

Di belakang, Neli masih tertawa terpingkal-pingkal. Yang membuat Ima kesal, Neli tertawa hingga air matanya keluar. Untung saja Neli ingat ini bukan rumahnya, kalau saja Neli berada di rumahnya, gadis itu akan tertawa sambil berguling-guling di lantai.

"Neli ih! Temennya dapat sial dia malah ketawa!" protes Ima dengan wajah kesal.

"Lagian lo gokil banget sih, pake jatoh segala numpahin minuman lagi, untung kegantengannya gak berkurang," jawab Neli masih dengan tawa lucu.

"Neli gak lucu ih," kata Ima sambil mencubit Neli.

"Ha ha ha, udah yok. Kita beresin meja makannya. Biar Sean dan calon mertua bisa dinner dengan nikmat," sambung Neli.

Mendengar kata "calon mertua" yang dilontarkan Neli, Ima menjadi senyum-senyum sendiri. Bahagia sekali rasanya jika tante Diana dan om Muzakir jadi mertuanya dan Sean menjadi suaminya. Seperti mimpi saja.

"Cie... yang saling pandang-pandangan sama cowok ganteng," Neli menggoda Ima dengan menyiku lengan Ima.

"Ahhh Neli," jawab Ima pura-pura kesal.

From Author :

Makasih banyak buat teman-teman yang ngasih feedback. Banyak kata dan kalimat yang acakadut, nanti kalau ada waktu aku bakalan benerin.
See you...


Neli Sahabat Naima.

Cik Wati, Bundanya Naima

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro