Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 29

Hay.... hehe maaf baru update, ini aja aku nulis sambil ngerjain tugas kampus..

Maaf yaa kalian jadi nunggu lama...

langsung aja deh yaa happy reading dan jangan lupa vomment ;)

***********

Author POV

Aldric menatap layar ponselnya. Ini semua terasa seperti mimpi. Tubuhnya seolah tidak memiliki tenaga untuk bergerak, bahkan untuk bernafas pun ia merasa sesak. Bagaimana mungkin Lili pergi secepat ini.

Ia mengontak Alex untuk memastikan berita itu, ia berharap ini semua bohong. Sungguh Aldric masih berharap untuk memiliki kesempatan dengan Lili. Nomer Alex sangat susah dihubungi, itu membuat ia semakin kacau, Aldric memutuskan untuk mengontak Monica.

"Halo Icha.." sapa Al secara langsung setelah telpon diangkat.

"Ha-halo Al," suara serak Monica menjelaskan semua. Al menggigit bibirnya menahan getir. Teryata semuanya benar.

"Lili pergi?" hanya itu yang bisa ia tanyakan.

Monica terisak kecil, "Brother, cepat pulang.. opa Arsen bilang mungkin nanti sore atau besok pagi Lili akan dimakamkan."

Ponsel meluncur jatuh kelantai. Semua tawa dan pertengkaran, semua pembicaraan sebagai dukungan kini hanya tinggal kenangan. Aldric hanya bisa menatap kosong, semuanya begitu cepat, rasa cintanya begitu cepat, rasa sakitnya juga begitu cepat. Ia memutuskan untuk pulang hari ini juga. Meskipun dengan pulang ia tidak akan sempat melihat jasad Lili tapi setidaknya ia bisa mengunjungi makam Lili.

Di rumah sakit, Ares hanya duduk diam. Ia meneriakan nama Lili dan menangis dalam hatinya. Semua menangis dan bersedih tapi semua pun tau, yang paling sedih disini adalah Ares. Ia tidak menangis, tapi dari situlah semua orang tau, kesedihannya bahkan tidak bisa diungkapkan hanya dengan menangis histeris. Kini ia merasa seperti ada rongga kosong, entah bagaimana caranya ia harus melanjutkan hidup.

Sandra duduk disamping Ares, ia mengelus bahu Ares pelan "Mama yakin, Lil akan mendapat tempat yang indah di sana,"

"Yah.. doakan saja ma," jawab Ares. Raut sedih tergambar jelas diwajahnya. Ia sudah memaafkan mamanya, mungkin ini semua memang sudah takdir hidupnya.

"Maafkan mama.. semua karena mama, seandainya mama tidak membuatmu bertengkar dengan Lil.." isakan Sandra lolos begitu saja. ia baru merasakan, ternyata dirinya begitu menyayangi Ares dan kedua cucunya.

Ares menggeleng lemah, "Mama tidak salah, nanti kita bicara lagi dirumah sekarang tolong ma.. Ares sedang tidak ingin bicara dengan siapapun," pinta Ares. Sandra mengangguk mengerti. Ia tersenyum dan mencium kening Ares. Dalam hati ia terus berdoa untuk cucunya.

Bian menatap ruang ICU tempat tim dokter yang masih berjuang untuk membuat jantung Lili bekerja kembali. Apa kau tidak ingin bangun? daddy sudah kembali pada kita sayang, harusnya kau bisa bertahan sebentar agar semuanya tidak sai-sia, batin Bian.

-----

Lili menatap sekeliling. Mencari sumber suara yang terasa tidak asing ditelinganya. Ini suara daddy nya, iya dia yakin sekali. Lili menoleh pada Malika "Mommy.. apa kau mendengar suara daddy?" tanya Lili.

Malika tersenyum lembut pada Lili, "Tentu saja mom dengar, ada apa sayang?"

Lili menatap mommy nya dengan ekspresi serius. "Kenapa daddy menangis?"

"Karena ia menyayangimu sayang, ia mencintaimu lebih dari nyawanya sendiri. Baginya merelakanmu pergi itu sama saja dengan merelakan bagian dirinya pergi. Kau tau kenapa?" tanya Malika dan hanya dianggapi gelengan oleh Lili. "Karena ia tidak mau melihatmu sakit terlalu lama, daddy mu masih sama dengan yang dulu sayang, ia masih mencintaimu, dan selalu seperti itu meski ia lupa padamu,"

Air mata Lili mengalir. "Tapi.. bukankah dad membenci Lil? Dad bahkan tidak mau bicara pada Lil.."

"Daddy tidak pernah membencimu, mommy yakin itu. Sayang.. mom tau kau ragu untuk ikut dengan mom." Ucap Malika. Jemari lentiknya bergerak menghapus air mata yang keluar dari mata bulat Lili. "Sekarang mom akan menjelaskan sedikit padamu, jika kau menyerah dan memilih pergi maka kau tidak akan sampai pada keindahan yang kau tunggu sejak kau masih kecil anakku, kau ingat impian mu sejak kecil?"

"Daddy mengenal Lil, dan kami akan hidup bahagia, Lil, kak Bian, daddy, dan mommy yang selalu mengawasi dari jauh." Jawab Lili dengan polos.

"Tepat sekali, itu semua akan hilang padahal sedikit lagi semua akan tercapai, kau hanya tinggal berjuang sedikit lagi sayang."

"Berjuang sedikit lagi?"

Malika menganggukan kepala "Berjuang untuk bertahan, dengan resiko kau akan merasakan sakit akibat kecelakaanmu."

Lili berpikir sejenak, pada akhirnya ia tersenyum dan mengangguk "Aku akan kembali pada daddy mommy.."

"Kau serius? Mungkin kau tidak akan bisa hidup normal seperti sebelumnya. Apa kau bisa menahan sakitnya?" tanya Malika ragu.

"Apa dengan Lil kembali dad tidak akan menangis?" Lili mengembalikan pertanyaan pada mommy nya.

"Daddy mu akan tetap menangis, tapi jenis tangisannya yang berbeda, dad akan menangis bahagia karena kau kembali padanya,"

"Kalau begitu Lil akan kembali, sesakit apapun jika itu membuat daddy berhenti bersedih Lil akan lakukan, dimana jalan untuk kembali mommy?"

Malika mengelus rambut panjng putrinya "Kau akan temukan jalannya jika niatmu benar-benar kuat untuk kembali, pergilah sayang.. mom akan menunggu kalian di sini," ucap Malika. Lili memeluk mommy nya dengan erat kemudian berlari mencari jalan keluar.

Lili terus berlari meskipun sedari tadi ia sama sekali tidak menemukan pintu keluar dari lorong ini. Suara langkahnya terdengar nyaring di penjuru lorong putih itu. Lili berlari hingga ia merasa tubuhnya semakin sakit. Daddy, Lil tidak akan menyerah, Lil akan mencari jalan keluar dari sini untuk daddy dan yang lain, batin Lili.

-------

Garis pada layar mulai bergerak sedikit demi sedikit. Dokter yang menangani Lili tersenyum sumringah, ia segera menyuruh perawat untuk mengabari keluarga pasien.

Seorang perawat keluar dari ruang ICU. Perawat itu memanggil Ares. Ares yang sedng menuduk langsung mendengakkan kepala, ia berjalan menghampiri perawat itu.

"Entah apa yang Anda bicarakan pada pasien, tapi selamat.. anak Anda telah melewati masa kritisnya, semangat hidupnya sangat besar," jelas sang perawat.

Ares terdiam cukup lama hingga ia mengucapka syukur berkali-kali. Terima kasih sayang, terima kasih kau mendengar panggilan daddy, batin Ares. Ia menyalami perawat itu dan mengucapkan terima kasih banyak.

Dokter mengajak Ares bicara di ruangannya. Dokter memberi tahu bahwa sekarang alat-alat bisa dilepas, keadaan Lili sudah membaik dan tinggal menunggu Lili sadar untuk memastikan kondisinya. Ares keluar dari ruangan itu dengan bahagia. Sekarang Lili sudh bida dipindah ke ruang rawat biasa. Ares menempatkan Lili diruang VVIP.

Semua merasa senang. Mereka berencana mengadakan syukuran kecil-kecilan atas kesembuhan Lili. kali ini mereka berkumpul diruang rawat Lili. Alex berjalan menghampiri Lili, ia tersenyum dan menggenggam tangan Lili "Kau tau, hari ini kau membuat semua orang menangis sedih dan berakhir dengan tersenyum bahagia, aku yakin kau tidak akan bisa meninggalkan om Ares,"

Aldric tiba di Indonesia setelah menempuh perjalanan hampir 22 jam. Ia memutuskan untuk kerumah Lili besok pagi karena ini sudah tengah malam. Untuk malam ini ia memilih pulang kerumahnya.

Dania nampak kaget melihat anaknya sudah ada di depan pintu rumah. Ia memeluk Aldric untuk melepas rindunya, sudah satu setengah tahun mereka tidak bertemu. Dania melihat wajah prustasi anaknya, ia tahu pasti alasan mengpa anknya jauh-jauh datang kemari. Pasti belum ada yang mengabari perkembangan terakhir Lili, batin Dania.

Dania mengajak Aldric masuk, seisi rumah sedang tidur termasuk Ara, yaa Ara memang tetap tinggal disini dan Dania sudah menganggap Ara sebagai anaknya sendiri.

Dania menatap wajah anaknya yang semkin dewasa dan tampan, beruntung Aldric tinggal dengan pamannya disana, jadi ia tak perlu merasa kawatir. "Istirahatlah dulu sayang, mama akan membuat susu hangat untukmu,"

Aldric menggelengkan kepala "Nggak ma.. aku mau tidur di pangkuan mama, udah lama kita nggak menghabiskan waktu bersama, bolehkan?" tanya Aldric. Dania tersenyum dan mengangguk, Aldric lagsung meletakkan kepalanya di pangkuan mamanya tercinta, mamanya memang tempat ia bersandar ketika merasa lelah. Dania emutuskan untuk memberi tahu pada Aldric esok sebelum ldric berangkat kerumah Lili

Dirumah sakit Ares tertidur di sofa yang tidak jauh dari tepat Lili tidur. Kali ini yang menunggu Lili hanya Ares karena Bian sudah pulang dua jam yang lalu. Bian harus beristirahat karena besok ia harus keluar kota.

Jemari Lili bergerak, matanya terbuka perlahan. Atap putih, hanya itu yang Lili kenali, ia mengitari pandangannya hingga jatuh pada Ares yang sedang tertidur. Lili tersenyum, hingga kepalanya tiba-tiba terasa sangat sakit dan ia meringis "Aww.." Suara serak Lili berhasil membangunkan Ares.

Ares yang melihat Lili sudah sadar langsung berjalan menghampiri Lili. Ditatap putrinya yang pagi tadi hampir menjemput ajalnya. Sebuah senyum lega tercetak jelas, ia mengelus rambut Lili perlahan.

"Hay dad.." suara Lili hampir seperti bisikan. Ares membalas sapaan Lili dengan tawa bahagianya. Ia menggenggam tangan Lili dan menciuminya.

"Terima kasih sayang, ohh daddy sangat senang, dad berjanji apapun yang Lil minta daakan menurutinya," ucap Ares. Lili berusaha tersenyum meski sakit dikepalanya semakin menusuk.

"Daddy, Lil ingin tidur, apa dad mau menemani Lil?" ia memutuskan untuk tidur, mungkin dengan tidur sakit dikepalanya bisa berkurang. Ares menuruti permintaan Lili, ia mengelus rambut Lili hingga Lili tertidur pulas.

Pagi harinya seorang dokter mengecek kondisi Lili, Lili yang ingin menanyakan kondisi kepalanya memita dokter untuk menyuruh Ares keluar. Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin membuat Ares semakin cemas.

Saat Ares sudah di luar dokter Rafa segera menanyakan keadaan Lili "Entahlah dokter, rasanya aneh, tubuh Lil seperti kaku, dan kepala Lil sangat sakit, apa kepala Lil bermasalah?"

"Itu wajar, kau sudah tidur hampir dua tahun, jadi mau tidak mau kau harus kembali berlatih untuk berjalan, untuk kepalamu kita harus mengeceknya, semoga saja itu hanya sakit kepala biasa." Dokter itu pamit dan Ares kembali masuk.

-----

Lili POV

Daddy duduk di dekat ku, ia sedang mengupas apel merah segar. Ku tatap daddy, ini seperti mimpi, daddy yang melihatku dengan senyum bahagianya. Mommy kau benar, ini yang ku inginkan. Daddy mengulurkan apel padaku.

"Aaaa.." ucap daddy. Sepotong apel yang terlihat enak sudah ada di depan mulutku. Aku tertawa dan membuka mulutku "Kau harus banyak makan, dad ingin putri daddy kembali seperti dulu." Aku melihat tanganku, dan meringis melihat betapa kurusnya diriku saat ini. Pantas daddy menyuruhku untuk makan lebih banyak.

"Daddy.. Lil senang bisa kembali pada dad."

Dad menganggukkan kepala "Dad lebih senang Lil masih ingin hidup dengan daddy, maafkan daddy karena selama ini hanya membuat Lil sedih, i love you sugar."

"Love you more dad, hidup dengan dad adalah hal yang sangat membahagiakan untuk Lil, jangan bicara begitu," jawabku. Dad tersenyum dan memeluk diriku,  ia mengecup kepalaku, bisa kurasakan daddy melakukan itu dengan penuh rasa sayang. Daddyku kembali, ini sudah lebih dari cukup.

Terdengar ketukan pintu, aku menatap pintu itu. Dad menyuruh orang itu masuk, aku terbelalak melihat wajah Al, ohh sudah berapa lama aku tidur, mengapa banyak yang sudah berubah.

Al berjalan pelan kearahku, ia menatapku dan matanya tampak berkaca-kaca "Kau kenapa?" tanyaku. Ia hanya diam, buket bunga yang ia pegang meluncur jatuh kelantai. Ia langsung memelukku hingga aku merasakan sesak."Al lepaskan, aku tidak bisa bernafas."

Al yang menyadari kebodohannya langsung meleaskanku "Ma-maaf gue cuma terlalu senang," aku menggelengkan kepala melihat tingkahnya.

Opa datang bersama oma dan nenek, aku terkejut melihat nenek, tapi dad sudah menjelaskan semuanya. Aku menerima nenek, lagi pula aku memang tidak pernh benar-benar membenci nenek.

Alex datang dengan Ana aku berteriak girang memanggil nama mereka. Alex tersenyum dan mengacak rambutku sedangkan Ana memelukku dan menangis. Aku bisa memahami perasaan mereka saat melihatku.

Kak Bian, hari ini aku belum mellihatnya, aku sangat merindukannya. Kata daddy kak Bian sedang keluar kota, aku sempat kecewa tapi tidak apa-apa, lagi pula di sini banyak yang menemaniku.

Tidak terasa sudah tiga minggu setelah aku sadar. Yang aku tau kepalaku semakin sering terasa sakit. Rasa mual juga sering muncul, sering kali aku muntah dan merepotkan daddy. Entahlah aku kenapa, besok dokter akan menjelaskan semuanya. Aku hanya bisa berharap bahwa kondisiku baik-baik saja.

Keesokan harinya dokter menjelaskan bahwa aku mengalami cidera kepala berdasarkan pemeriksaan dan gejala-gejala yang timbul. Setidaknya hanya itu yang ku ketahui dari cerita daddy.

Dua minggu setelah itu keadaanku semakin memburuk, aku sadar tak jarang aku mengalami kejang secara tiba-tiba. Aku sangat penasaran apakah separah ini, akhir- akhir ini aku juga mengalami kesulitan dalam hal bicara dan menggerakkan anggota tubuh padahal sebelumnya seminggu setelah aku sadar dari koma aku sudah mulai bisa berjalan dengan normal.

Kali ini aku sedang duduk di taman rumah sakit. Aku hanya bisa duduk di kursi roda ini. Daddy yang duduk disampingku hanya bisa diam dengan tatapan menerawang.

-------

Author POV

Ares duduk menerawang, memikirkan kondisi putrinya yang semakin parah. Kecelakaan itu berdampak buruk bagi Lili. Ia mengalami cedera kepala, nampak ringan tapi ternyata sangat fatal. Dua minggu yang lalu dokter memanggil Ares keruangannya untuk memberi tahu kesehatan Lili.

Flash back on

"Berdasarkan pemeriksaan putri Anda mengalami cedera kepala akibat benturan keras saat kecelakaan itu,"

"Cedera kepala? Apa itu parah?"

"Ya.. putri Anda sudah mengalami gejala-gejalanya, seperti sakit kepala yang berkepanjangan, sering mual dan muntah, dan mungkin putri anda bisa mengalami gejala lainnya seperti kejang, kesulitan bicara, kesulitan menggerakkan anggota tubuh, disorientasi, keluar darah dari telinga dan hidung serta gejala-gejala lainnya."

"Separah itukah? Apa bisa diobati?"

"Begitulah, kemungkinan untuk sembuh itu ada meskipun itu kecil dan membutuhkan waktu yang cukup lama karena itu berhubungan langsung dengan otak dan sarafnya,"

Flashback off

Benar saja semakin kesini Lili tak jarang mengalami kejang secara mendadak. Lili juga sudah mulai sulit dalam bicara dan bergerak. Ares tidak sanggup bicara yang sebenarnya pada Lili. Ia hanya bisa bicara secukupnya.

Lili yang melihat air mata Ares yang mengalir langsung menggerakkan tangannya secara perlahan "Dad..dy me-nangis?" tanya Lili. Ares tersenyum dan menggelengkan kepala. Ia menggenggam tangan lili dan mencium punggung tangan Lili.

"Mata dad hanya sedikit sakit, Ohh iya apa Lil merasa sulit bicara?" tanya Ares. Lili mengangguk polos, Ares mengulurkan buku catatan kecil dan pena berwarna ungu yang cantik. "Untuk Lil, jika Lil merasa sangat sulit bicara, gunakan itu." Setidaknya saat ini tangan Lili masih berfungsi dengan baik meskipun terkadang bergetar jika menggenggam sesuatu. Lili tersenyum senang dan mengangguk, terkadang ia memang lelah jika sedang berusaha untuk bicara. Ia mengucapkan terima kasih pada daddynya.

Sore ini Aldric, Alex dan teman-temannya pergi menjenguk Lili. Aldric memang belum kembali ke Amerika. Ia belum ingin kembali kesana terlebih kondisi Lili yang memburuk. Mereka menyapa Lili secara bergantian.

"Hay Lil lo makin cantik," sapa Sean.

Lili menyipitkan matanya, ia ingin menyapa tetapi ia lupa nama Sean "Ha-hay Abil.." balas Lili. Semua terbelalak kaget, Lili salah memanggil orang, LAGI. Ini sudah yang keempat kalinya. Ares hanya menatap miris, keadaan Lili semakin buruk.

Alex berjongkok agar sejajar dengan Lili yang sedang duduk di sofa ruang rawat, ia menatap Lili "Kau kenal aku kan? kau kenapa?" tanya Alex. Mereka memang tidak tau penyakit Lili. Lili menundukkan kepala, ia bukan tidak tau bahwa beberapa kali ia salah memanggil orang. Beberapa kali bahkan ia tidak tau dirinya sedang ada dimana.

"Ma-maaf Alex," hanya itu yang bisa Lili ucapkan karea Lili pun tidak tau apa yang terjadi dngan dirinya. Alex mengelus puncak kepala Lili dan memeluknya, tolong jangan lupakan aku, batin Alex.

Lili sudah bisa pulang kerumah dokter menyarankan agar Lili melakukan rawat jalan. Ia berusaha melakukan aktivitas seperti biasa. Berjalan, makan, ia tidak ingin dibantu sama sekali. Emosinya memang mudah tersulut akhir-akhir ini. Hanya Ares dan Bian tetap selalu berjalan di samping Lili karena takut Lili akan terjatuh.

Lili terduduk di depan jendela kamarnya. Menatap langit gelap penuh bintang, ia menggenggam pena yang diberikan Ares padanya. Tangannya tidak bisa berhenti bergetar, ia menangis dan menulis sesuatu.

Mommy, aku akan bertahan seburuk apapun keadaanku saat ini, untuk daddy

*************

Nahhh segitu dulu.. maaf yaa bisa updatenya malem, hehe

Besok part 30 dan itu adalah part ending... yeee

Thanks buat readers yang selalu nunggu love you daddy, dapet salam cium nih dari Lili dan Ares :* :* :*





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro