Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 21-Ares POV 3

Hayyyy readers happy sunday...

Maafyaa baru bisa update, kemaren otakku lagi ngandet jadi kekurangan ide deh. hehe

Apa kabar semua? semoga baik yaa

Langsung aja deh happy reading yaa jangan lupa vomment ;)

*******

Ares POV

Aku meminta restu pada seluruh keluarga Malika di Jerman dan mereka semua merestuiku. Keluarga kami sudah datang ke Indonesia untuk membicarakan tanggal pernikahan dan konsep resepsinya. Ketika semua sudah dipersiapkan dengan matang aku baru menyadari bahwa belum meminta restu pada mama. Yahh kupikir mama akan merestuiku, ia pasti senang mendengar aku akan menikah dan tinggal di Indonesia.

Aku berniat kerumah mama sore hari setelah pulang kantor. Lebih baik Malika tidak kuajak sekarang, nanti saja jika aku sudah mendapatkan izin dari mama batinku.

Aku sudah ada didepan pintu rumah mama, kuketuk pintu itu dan yang keluar adalah asisten rumah tangganya "Ohh den Ares, mau ketemu nyonya? kebetulan sekali nyonya sedang ngobrol dengan non Fandra. Mari den silahkan masuk" aku mengikutinya masuk kedalam rumah.

Mama langsung menyambutku dengan girang, ia memelukku dan mencium pipiku "Ares mama kangen, kamu ini kemana saja sih?"

Aku tersenyum dan menyalaminya "Maaf ma akhir-akhir ini Ares sibuk di kantor Opa" mama menarikku duduk disampingnya.

"Iya tadi Fandra sudah cerita" Mama mengelus rambutku "Ares kebetulan sekali kamu kemari, mama ingin bicara sesuatu. Mama ingin menjodohkan kamu dengan Fandra, kamu senangkan?" aku terbelalak kaget mendengar ucapan mama yang terakhir. Kulirik Fandra yang duduk didepanku, ia tersenyum padaku dan kulihat pipinya bersemu merah. Apa-apaan ini, bukankah Fandra hanya menganggapku sahabat batinku.

"Maaf ma, Ares tidak bisa" jawabku dengan singkat. Aku tidak mungkin menerima perjodohan di tengah persiapan pernikahanku dengan Malika. Lagi pula jika tidak ada Malika aku juga tidak akan menerima perjodohan ini, karena bagiku Fandra adalah sahabat tidak lebih.

"Loh kenapa? bukankah kamu sudah sangat dekat dengan Fandra? Harusnya kamu senang dong Ares. Fandra itu gadis yang cantik, pintar, baik, berasal dari keluarga terpandang jadi bibit bebet bobotnya sudah jelas"

Kugelengkan kepalaku melihat sifat mama yang tidak berubah. Daddy sudah menjelaskan kenapa mama dulu meninggalkan aku dan dirinya, harta yah itulah alasannya.Kuhela nafasku agar tidak terbawa emosi "Maaf ma sepertinya kau salah paham, aku dan Fandra memang dekat tapi kami hanya bersahabat tidak lebih" aku lalu berpaling pada Fandra "Maaf Fandra jika kau salah mengartikan kedekatan kita selama ini".

Mama terlihat kesal padaku "Ares kamu itu jangan bodoh, kamu pasti akan menyesal menolak Fandra. Ia adalah gadis yang sangat tepat untukmu"

"Tidak ma, maaf Ares tidak bisa menerima perjodohan ini. Tujuan Ares kemari ingin memberitahu mama bahwa sebulan lagi Ares akan menikah" aku harus memberitahu mama secepatnya agar ia menghentikan ide konyolnya itu. Kulihat mata Fandra langsung berkaca-kaca. Maafkan aku Fandra sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu ucapku dalam hati.

"APA? MENIKAH? Kau jangan gila Ares. Dengan siapa kau ingin menikah? kenapa tidak meminta izin padaku dulu" Mama berdiri dari duduknya, ia terlihat sangat emosi mendengar ucapanku tadi. Aku tau kali ini memang salahku, biar bagaimanapun mama adalah ibu kandungku.

"Maaf ma Ares memang salah, Ares akan menikah dengan Malika dan Ares harap mama datang dihari bahagia Ares"

"TIDAK, jangan harap mama akan datang karena mama tidak merestuimu. Hah apa bagusnya si Malika itu daripada Fandra? pokoknya mama ingin kamu membatalkan pernikahanmu dengan si Malika itu dan menerima perjodohanmu dengan Fandra" Mama menoleh pada Fandra "Tenang sayang tante akan membuat Ares menerima kamu" keputusanku untuk tidak membawa Malika kemari ternyata sangat tepat.

"Aku tidak bisa membatalkan pernikahanku ma, cobalah mengerti aku. Ares sangat mencintai Malika, mama harus mengenalnya jika mama sudah kenal dengannya pasti mama juga akan menerimanya"

"MAMA BILANG TIDAK YA TIDAK" mama berteriak kearahku "Batalkan pernikahanmu sekarang juga dan menikahlah dengan Fandra".

Emosiku akhirnya tersulut karena sifat egois mama "Ma jangan rusak hubungan kita yang baru saja membaik" ucapku dengan suara dingin. Mama terbelalak kaget mendengar nada bicaraku, ia lalu menundukan kepalanya. Mungkin aku keterlaluan tapi ini sudah membuatku hilang kesabaran.

Fandra berdiri dan mengusap pipinya yang sudah dibanjiri air mata "Ares aku ingin bicara padamu" ia langsung melangkahkan kaki keluar rumah dan aku mengikutinya. Kami duduk ditaman depan rumah mama. Kutatap wajah Fandra yang terlihat prustasi, ia sesekali mengusap air matanya yang jatuh "Siapa itu Malika? kau tidak pernah cerita" ia bicara padaku tapi pandangannya masih menerawang kedepan.

"Maaf Fandra aku belum sempat bercerita, Malika adalah gadis yang dikenalkan Opa padaku. Awalnya kami berteman dengan baik tapi dari pertama bertemu entah kenapa aku langsung mencintainya dan saat mengenalnya aku semakin mencintainya. Aku mencintai segala yang ada pada Malika karena dia adalah Malika yahh Malikaku"

Fandra menoleh padaku "Kalau begitu aku mengenalmu lebih dulu daripada Malika. Kenapa Ares? kenapa bukan aku yang kau cintai, apa kurangnya aku"

"Aku tidak tau Fandra, yang kutau sejak bertemu Malika, ia seperti pusat duniaku. Aku selalu ingin dekat dengannya dan aku sadar ia adalah gadis yang aku cari. Tidak ada yang salah denganmu Fandra hanya saja mungkin aku bukan jodohmu. Carilah laki-laki yang mencintaimu, aku akan mendoakan yang terbaik untukmu"

"Tidak mau, aku hanya mau kamu Ares" Fandra memelukku erat.

Kulepas pelukan itu dengan paksa "Maaf Fandra aku tidak bisa"

Ia menatapku sakit "Baiklah Ares, kau boleh menikah dengan Malika tapi kau lihat saja apa yang akan kulakukan pada hubungan kalian. Aku akan buktikan bahwa aku lebih baik daripada Malika"

"Apa yang akan kau lakukan Fandra?"

Ia tersenyum licik padaku "Merebutmu kembali Ares, aku akan merebutmu seperti yang dilakukan Malika sekarang. Malika akan merasakan sakit yang lebih daripada ini karena dia telah merebutmu dariku"

"Kau gila Fandra, ia sama sekali tidak merebutku" aku langsung pergi meninggalkan Fandra. Sungguh aku tidak menyangka bahwa ia bisa segila ini. Kupikir ia adalah gadis yang baik tapi ternyata ia sama seperti mama, yah sama-sama berotak licik.

"HAHA KITA LIAT ARES KAU AKAN KEMBALI PADAKU NANTI" Fandra berteriak padaku tapi aku tetap mengacuhkannya, yang terpenting sekarang adalah pergi dari rumah ini secepatnya. Malika tidak boleh tau tentang ini, aku tidak ingin membuatnya hatinya tidak tenang. Biar ini menjadi urusanku, masalah restu dari mama aku akan berusaha agar mama bisa merestuinya dan masalah ancama Fandra aku akan membuat perhitungan dengannya jika ia berani menyakiti Malika sedikit saja.

----

Persiapan pernikahanku dan Malika sudah selesai. Kami hanya tinggal menunggu hari ijab yang akan diselenggarakan tiga hari lagi. Mama masih belum memberikan restu tapi aku tetap berusaha membujuknya. Beliau adalah ibu kandungku, itulah faktanya jadi mau tidak mau restunya adalah bagian penting dari pernikahanku.

Hari itu aku memutuskan untuk kerumahnya lagi. Yah lagi pula tidak ada salahnya untuk mencoba siapa tau mama sudah berubah pikiran.

Kebetulan saat sampai dirumahnya, mama sedang duduk ditaman rumahnya. Kuhampiri ia dan duduk disampingnya "Mama ijab kabulku insya Allah akan diselenggarakan tiga hari lagi. Apa kau yakin tidak ingin merestuiku?"

Mama melirikku dan menghela nafas "Apa restu mama itu penting?" ucapnya sinis.

"Tentu saja, bagiku restu dari mommy Nadin dan mama itu penting karena kalian berdua adalah ibuku"

"Tapi tetap saja mama selalu jadi yang kedua untukmu. Mama tau kesalahan fatal mama tapi mama inikan tetap ibu kandungmu. Mama hanya ingin kamu menikah dengan Fandra, tapi kamu tidak mau menurutinya"

"Maa kenapa kau memaksa aku untuk menikahi Fandra?"

"Mama sudah janji pada keluarga Fandra akan menjodohkan dia dengan kamu, mama malu Ares karena kamu menolak perjodohan ini. Mama itu sudah kehilangan muka didepan keluarga Fandra"

"Seharusnya mama bertanya dulu pada Ares sebelum menjanjikan itu"

"Ya ya mama tau mama memang selalu salah, tapi coba pikirkan lagi Ares. Fandra terlalu sempurna untuk dilewatkan"

Aku tersenyum pada mama "Daddy pernah bicara padaku, ketika kau mencintai seseorang mau ada orang lain yang sesempurna apapun tetap saja orang yang kau cintai yang paling sempurna dimatamu" mama menatapku heran.

"Beruntung sekali sih Malika itu. Selama hidup mama, tidak pernah ada yang mencintai mama begitu"

Aku terkekeh mendengar ucapan mama "Pernah ma daddy dulu menganggap kau yang paling sempurna, dulu dad mempunyai cinta yang sempurna untukmu ma tapi kau saja yang menyia-nyiakan itu" mama terpaku lama. Ucapanku benar akan hal itu, mamalah yang mengabaikan cinta tulus dari daddy.

Mama menundukkan kepala "Jangan membahasnya lagi Ares" aku tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Jadi mama merestuiku?" tanyaku sekali lagi.

"Hem mau bagaimana lagi, tidak direstui juga kamu akan tetap menikah kan?" aku tertawa mendengar sindiran mama. Kupeluk dirinya dan mengucapkan terimakasih. Setidaknya urusan restu sudah selesai batinku.

Hari ijab kabul akhirnya tiba. Aku sudah ada di masjid komplek perumahan yang ditinggali Opa. Semalaman aku mendapat teror dari Fandra tapi aku sama sekali tidak mengubrisnya. Biar saja bagiku jika ia tak menyentuh Malika aku akan membiarkannya.

Aku sedang berhadapan dengan penghulu dan ayah Malika. Jantungku berdegup kencang, badanku sudah memgeluarkan keringat dingin sedari tadi. Aku sudah tidak tau seaneh apa tampangku sekarang ini. Yang kutau kedua adikku sibuk menertawaiku di kursi deretan tempat keluargaku duduk.

Tepat pukul 10.00 WIB ijab kabul dimulai, aku menjabat tangan ayah Malika "Saya nikahkan dan kawinkan kamu, Ares William Pradipta bin Arsen Pradipta dengan putri saya Malika Zahwa binti Gafin Soler dengan mas kawin uang tunai sebesar sembilan puluh sembilan juta dan seperangkat alat solat dibayar tunai"

Kutatap mata om Gafin dengan pandangan sungguh-sungguh, dengan satu tarikan nafas kuucapkan dengan lantang "Saya terima nikah dan kawinnya Malika Zahwa binti Gafin Soler dengan mas kawin tersebut tunai" dan seketika ruangan langsung sunyi. Hatiku bergetar, rasanya tidak bisa digambarkan. Kuharap ini adalah pernikahan pertama dan terakhir untukku.

Penghulu menyuarakan "Bagaimana para saksi? sah?" dan dijawab sah oleh seluruh orang yang berada di dalam masjid ini. Untaian doa mengalun indah dipenjuru masjid ini. Kata syukur tiada hentinya kuucapkan atas berkah yang diberikan padaku.

Malika yang tadi ada didalam ruangan keluar dan ini pertama kalinya aku melihat Malika sebagai istriku. Ia menatapku dengan senyum indahnya, sungguh Malika adalah bidadariku yang sangat cantik.

-----

Pernikahan kami sudah berjalan selama tiga bulan dan selama itu aku semakin mengenal Malika. Dia adalah wanita yang sangat manja padahal saat belum menikah yang kukenal Malika adalah orang yang mandiri tapi aku aku tidak keberatan dengan sifat manjanya itu. Hubungan kami berjalan dengan lancar yah kadamg ada perdebatan kecil tapi disitulah warna bagi pernikahan kami.

Aku dan Malika menetap dirumah yang aku beli dua minggu sebelum menikah dengannya. Rumah yang cukup besar dan ini hasil dari tabunganku. Aku mulai membangun usaha restoran dan cafe dengan meminjam modal pada daddy. Restoranku berada di kawasan Jakarta Barat sedangkan cafeku ada dikawasan Jakarta Pusat.

Pagi itu kami berencana akan pergi ke cafe untuk mengontrol keadaan cafe. Dimobil kami bercanda mengenai film kartun yang tayang setiap minggu. Setiap bicara dengan Malika aku memang tidak pernah kehabisan bahasan. Semua terlihat menarik jika dibicarakan dengan Malika.

Aku mengecek berkas-berkas keuangan cafe selama dua bulan ini dan Alhamdulillah perkembangannya sangat baik. Mungkin sebentar lagi aku akam membuka cabang di Aussie dan negara-negara lain. Malika meminta izin untuk berjalan-jalan disekitar cafe ini dan aku menyetujuinya asalkan ia berhati-hati.

Setengah jam kemudian Malika kembali dengan wajah yang sulit kuartikan "Malika kau kenapa?" tanyaku sembari mendekatinya.

Saat akan mengelus rambutnya ia menepis tanganku "Kita pulang sekarang Ares, ada yang ingin aku bicarakan" ucap Malika datar. Ia langsung meninggalkanku dan berjalan ke mobil. Aku sebenarnya bingung tapi kuputuskan untuk bertanya dirumah saja karena sekarang Malika terlihat kacau.

Malika berlari kedalam rumah setelah kami sampai dihalaman. Kugelengkan kepalaku bingung dan pergi menyusulnya. "Ada apa Malika?" tanyaku dengan lembut.

"Siapa itu Fandra? kenapa kamu tidak pernah cerita kalau kamu pernah menghamilinya Ares?" aku bagaikan tersambar petir mendengar penuturan Malika barusan.

"Apa maksudmu? Fandra itu sahabatku dan aku tidak pernah menghamilinya"

"BOHONG.. Aku sudah tau semuanya Ares. Tadi Fandra datang padaku dan mencaci maki aku. Dia bilang bahwa aku wanita murahan karena mengambilmu darinya padahal kalian berdua akan menikah karena dia sudah mengandung anakmu" tangis Malika mulai pecah "Ares kamu jahat.. harusnya kamu tidak lari dari tanggung jawab"

Aku kehabisan kata-kata, bagaimana mungkin aku melupakan ancaman Fandra "Malika tolong dengar penjelasanku"

"Tidak perlu Ares, semua sudah jelas. Aku ingin minta cerai, kamu harus bertanggung jawab atas kehamilan Fandra"

"AKU TIDAK MENGHAMILI FANDRA" kuucapkan itu dengan penuh penekanan.

Malika mengusap air matanya "Ares aku tidak tau segalanya tentang dirimu. Kita menikah saat kita belum saling mengenal satu sama lain. Bagaimana aku bisa memgetahui kamu bohong atau tidak"

Kuhela nafasku "Selama kita tinggal bersama apa aku terlihat seperti laki-laki yang bej*at itu?" tanyaku dengan getir. "Aku memang bukan laki-laki yang sempurna agamanya tapi aku setidaknya tau bahwa itu dilarang dalam hukum agama kita"

Malika menggelengkan kepala "Aku butuh waktu untuk sendiri Ares. Aku akan pergi kerumah nenek" ia melangkahkan kakimya tapi apu menarik tangannya.

"Biar aku saja yang pergi. Kamu tetaplah dirumah, jaga diri baik-baik. Kamu bisa menelfonku jika butuh sesuatu. Tenang saja aku tidak akan mengganggumu selama kamu butuh waktu untuk sendiri" kulangkahkan kaki keluar rumah. Aku memutuskan untuk mencari Fandra dan meminta penjelasan.

Kuhampiri rumah Fandra tapi satpam rumahnya bilang bahwa Fandra sekarang tinggal di apartemen. Aku membenturkan kepalaku berkali-kali ke stir mobil karena prustasi. Aku butuh teman untuk bercerita, kuambil ponsel dan menelfon mommy tetapi ponsel mom tidak aktiv. Oh kerumah mama saja, mungkin cerita padanya bisa mengurangi bebanku. Kulajukan mobilku menuju rumah mama.

Ketika aku ingin keluar dari mobil setelah sampai rumah mama aku melihat Fandra yang sedang tertawa dengan mama di teras rumah. Aku memutuskan untuk perlahan mendekat agar bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Bagus sayang, kamu pintar. Biar tau rasa tuh si Malika" ucap mama disela tawanya.

"Haha iya dong tante. Aduhh coba tante tadi liat wajah sakit hatinya perempuan itu" balas Fandra. Kukepalkan tanganku menahan amarah yang sudah dipuncak, bisa-bisanya mama ikut campur dalam menghancurkan rumah tanggaku.

"Jadi mama terlibat" suara dinginku membuat kedua orang itu menatapku kaget.

Mama melebarkan matanya " Ehh A..Ares kamu disini. Sejak kapan nak?"

Kuberikan senyum sinisku padanya "Sejak mama tertawa puas karena berhasil menghancurkan rumah tanggaku"

"Ma..maksud kamu apa sih? mana mungkin mama begitu. Mama kan sudah merestuimu"

"Jangan mengelak ma. Sungguh aku tidak menyangka kau masih saja jahat, aku sudah berusaha menjadi anak yang baik untukmu ma" aku menoleh pada Fandra yang terlihat tenang "Sudah puas kau menyakiti hati Malika?"

"Hah itu belum seberapa dari sakit hatiku padamu"

"Lebih baik kau cepat menjelaskan yang sebenarnya pada Malika kalau kau tidak mau celaka" suara dinginku membuat wajah Fandra memucat.

"Memangnya kau mau apa?"

Aku menyeringai padanya "Aku bisa berbuat apa saja Fandra, menyakitimu itu sangat mudah bagiku. Kau salah mencari musuh karena aku tidak suka bermain halus dengan musuhku" Fandra terlihat semakin ketakutan. Dan memang itulah tujuanku.

"Ma kalau sampai aku mengetahui mama ikut campur lagi. Aku tidak akan tinggal diam" kutinggalkan mereka berdua dengan emosi yang masih dipuncak.

Aku memutuskan untuk tinggal dirumah Opa. Diawal Opa dan Oma curiga tetapi aku meyakinkan bahwa aku tinggal disini karena Malika sedang sibuk dengan rumah singgahnya. Sudah tiga hari kami berpisah, tapi aku setiao hari memelfon bi Novi untuk menenyakan kabar Malika. Kuharap masalah ini bisa selesai, karena sungguh aku tidak siap untuk bercerai dengan Malika.

Aku berdiri dibalkon kamar yang menghadap ketaman. Mommy daddy aku merindukan kalian, kuharap setelah masalah ini selesai aku bisa membawa Malika kesana. Saat menikmati angin yang menerpa wajahku tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang.

"Ares.. aku ingin minta maaf" ini suara Malika. Apakah aku sedang berhayal.

"Seharusnya aku lebih percaya padamu. Hiks hiks kamu pasti marah sekali padaku" aku berbalik kearahnya. Kuusap pipinya yang penuh air mata.

"Dari mana kamu tau aku disini? dan bukankah kamu sedang marah?" tanyaku dengan ragu.

"Aku tau dari Opa" Malika menggelengkan kepalanya "Aku sudah tau semuanya, Fandra sudah menjelaskan semua padaku. Maafkan ak"

Kupotong ucapannya dengan sebuah ciuman singkat dibibir tipisnya "Sudahlah jangan dibahas lagi" aku menyatukan kening kami "Yang terpenting sekarang masalah kita selesai" aku menatap matanya dalam lalu kucium kening, mata, pipi, dan terakhir bibirnya yang sudah menjadi candu untukku "Jangan pernah ucapkan kata cerai" tegasku.

Malika tersenyum dan langsung memelukku "Tidak akan, emm Ares aku kangen banget" serunya dengan manja. Aku terkekeh geli dan mengelus rambutnya. Kami menghabiskan waktu bersama dengan aku memeluknya dari belakang dan meletakkan daguku dibahunya.

----

Kami memutuskan untuk pindah ke Aussie. Meninggalkan masalah yang kemarin. Kehidupan kami disini sangat bahagia sampai beberapa bulan kemudian Malika hamil. Aku semakin protektif padanya, kularang ia untuk melakukan kegiatan yang tidak terlalu penting. Hingga tiba waktunya Malika melahirkan, kebahagiaan kami bertambah oleh hadirnya pangeran kecil kami yang kuberi nama Fabian Arkan Pradipta. Kehidupan kami bertiga sama seperti keluarga bahagia lainnya. Bian tumbuh menjadi anak yang pintar dan ceria.

Setiap minggu kami berkunjung kerumah mom karena hari minggu biasanya adalah hari untuk berkumpul keluarga besar kami. Mama dan Fandra akhirnya ikut menetap di Aussie, aku sempat kawatir tapi karena Fandra sudah minta maaf akupun mempercayainya, kami kembali menjadi sahabat baik. Sesekali ia berkunjung bersama mama kerumahku untuk melihat Bian.

Itulah masalalu terakhir yang kuingat. Entah setelah kebahagiaan itu apa yang terjadi sampai Malika harus meninggalkanku. Kuharap nanti ada yang bisa menjelaskan semua tentang ini. Karena aku sangat ingin mengingat Lili, melihat matanya yang terkadang menatapku sedih itu membuatku terluka. Aku tau hatinya pasti sakit karena aku melupakannya.

Lili anak gadis itu memang sangat mirip dengan Malika. Lili, kuharap kau tetap bersabar sampai nanti aku bisa mengingat semua. Sungguh beruntungnya diriku memiliki anak sepertimu nak.

********

Yeeee hihi part ini selesai

Bye guyss see you in the next chapter ;)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro