Extra Part
Hayyy guys...
Maaf baru bisa update.. di cek mulmednya ada siapa...
Aku langsung ke extra part nggak ke epilog karena memang cerita love you daddy tidak menggunakan prolog.
Untuk kalian yang ingin membaca lanjutan kisah Lili bisa menunggu sequelnya ;)
Langsung deh happy reading guys :)
Jangan lupa vomment :D
*************
Author POV
Perjalanan Lili untuk sembuh tidaklah mudah, ia harus melakukan beberapa kali oprasi pembedahan dan itu sungguh membuat Lili lelah. Ia sering termenung di depan kaca melihat tubuhnya sendiri, tidak ada rambut panjang, tidak ada pipi yang bulat, dan tidak ada rona wajah. Rambutnya kini pendek dan tubuhnya kurus pucat.
Namun Ares dan Bian selalu bersamanya, mereka membuat semangat hidup Lili semakin bertambah meskipun ia merasa tubuhnya sudah tidak kuat menahan rasa sakit yang teramat sangat. Lili berjuang untuk daddy dan kakak yang ia sayangi. Seperti janjinya pada mommy, ia akan tetap bertahan seburuk apapun kondisinya.
Hingga oprasi terakhir dilakukan, hingga kini Lili hanya perlu melakukan beberapa perawatan dan terapi saja.
Lili berdiri menghadap jendala, sudah tiga tahun ini ia menjalani pengobatan dan serangkaian terapi. Sekarang kondisinya berangsur membaik meski ia masih sering jatuh ketika berjalan. Tidak apa-apa, baginya ini sudah sangat baik dari sebelum ia melakukan pengobatan rutin.
Kini Lili bisa bernafas lega, kehidupannya di sini sangat damai. Hari-harinya penuh tawa dan kebahagiaan. Ares tak pernah membiarkan Lili bersedih dan menyerah dengan penyakitnya. Lili menerawang, sebenarnya ia rindu omanya, ia rindu opanya, ia rindu seluruh keluarganya, dan ia rindu pada Alex.
"Sugar.. sudah siap?" tanya Ares. Hari ini adalah jadwal Lili untuk check up kepada dokter Raphael. Lili menoleh pada daddynya kemudian menganggukan kepala.
Dokter Raphael menjelaskan tentang perkembangan kesehatan Lili yang mengalami kemajuan. Ares sangat percaya pada Raphael karena ia adalah dokter neurologis yang andal dan kebetulan ia adalah sahabat Ares ketika tinggal di Australia.
Mereka kembali kerumah, rumah itu dibeli Ares setelah satu bulan tinggal di Jerman. Rumah bernuansa garden ini membuat Lili merasa nyaman. Ares sengaja membeli rumah ini karena ia tahu persis apa yang putrinya sukai.
"Dad.. Lil lupa meletakkan ponsel dimana," ucap Lili dengan polos. Daya ingatnya memang masih buruk, ia bahkan sudah kembali melupakan Ana, Aldric dan yang lainnya.
Ares tertawa dan mengacak rambut putri kecil yang sangat ia sayangi ini. Ares menuntun Lili untuk duduk di sofa ruang tamu. "Biar dad yang mencarinya, Lil duduk saja, jika ingin apa-apa panggil daddy atau bi Novi, mengerti?" Lili tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Hari ini hanya ada mereka bertiga karena Bian sedang pulang ke Indonesia, beberapa bulan ini Bian harus sering pulang ke Indonesia untuk mengurus kantor di sana karena Arsen sedang sakit.
Lili sangat ingin pulang ke Indonesia untuk menjenguk opanya tapi ia belum siap, belum saatnya ia kembali. Ares datang dengan ponsel dan segelas susu di tangannya. Lili tersenyum melihat wajah daddy nya yang terlihat sangat bahagia. "Thank you dad.." ucap Lili.
"Yes honey, jadi hari ini Lil ingin apa?"
Lili meletakkan gelas di meja kemudian kepalanya bertopang pada dagu, ia menatap daddynya "Lil ingin dengan daddy saja, hari ini Lil ingin belajar memasak, dad ingin mengajari Lil kan?"
Ares tertawa, putrinya memang tidak pernah menuntut apapun, selama ini Lili hanya meminta untuk menghabiskan waktu dengan Ares dan Bian saja. "Kau ingin masak?" tanya Ares. Ia menjawil hidung Lili "Apa putri daddy berencana untuk segera menikah?" tanya Ares untuk meledek Lili.
"Haha tidak dad, Lil hanya ingin memasak, jadi nanti Lil bisa membuat masakan terenak untuk dad, dad tidak perlu lelah memasak untuk Lil,"
Ares menghela nafas dan menggenggam tangan putrinya "Dad tidak akan pernah lelah mengurusi putri daddy ini, itu sudah menjadi kewajiban dad untuk mengurusimu dan Bian, Daddy tidak pernah menganggap itu semua beban." Ares mencium punggung tangan Lili "Dad sangat menyayangimu dan Bian, kalian berdua adalah harta paling berharga,"
Lili menangis, kali ini tangisan bahagia. Cukup, baginya ini sudah cukup, ia sudah sangat bahagia. Lili memeluk Ares "Lil senang dad, akhirnya doa Lil selama ini terjawab, jangan lupakan Lil lagi dad, Lil janji, Lil akan menjadi anak baik,"
Ares hanya bisa diam memeluk erat putrinya. Jujur rasa bersalah masih melekat pada hatinya sampai saat ini. Merek terdiam menikmati waktu, Ares mengelus pucak kepala putrinya.
Lili berniat untuk berdiri namun Ares melarangnya, Lili memutar matanya "Dad.. Lil harus banyak berjalan, ingat kata dokter Raphael?" Ares mengingat kata-kata Raphael tentang membiarkan Lili banyak bergerak agar otot-ototnya kembali terlatih.
"Biar dad tuntun, dad tidak ingin kau jatuh lagi sugar."
"Dad itulah resikonya, Lil tidak boleh menyerah dan harus terus berlatih, soal jatuh Lil pikir itu bukan masalah besar, Lil pernah mengalami yang jauh lebih parah dari itu daddy." Ares menghela nafasnya "Daddy percaya Lil mampu kan?" lanjut Lili. Ares akhirnya mengangguk dengan ragu. Ia membiarkan Lili berjalan sendiri dan hanya mengawasi Lili dari belakang.
Lili dan Ares memulai kegiatan memasaknya, Novi tersenyum melihat kebahagiaan yang telah lama hilang di keluarga majikannya ini.
Ares memasukkan bahan-bahan kepenggorengan dengan cekatan, memasak adalah hobinya sejak dulu. Lili menatap daddynya dengan takjub "Wahh.. daddy keren sekali," gumam Lili. Ares tertawa melihat putrinya yang melongo.
"Tutup mulutmu sugar, nanti lalat bisa masuk jika kau membuka mulut selebar itu," ledek Ares. Lili mengerucutkan bibirnya kesal namun sesaat Lili bertatapan dengan Ares dengan pandangan aneh kemudia mereka tertawa bersama.
"Daddy menyebalkan," ucap Lili dengan tawa yang belum hilang. Ares tersenyum dan melanjutkan kegiatan memasaknya. Lili memainkan botol kecap sembari berpikir "Dad.. bagaimana kalau Lil kuliah?" tanya Lili dengan ragu.
Raut wajah Ares berubah syok, ia menjatuhkan sendok yang sedang ia pegang "Ku-kuliah?" tanya Ares memastikan pendengarannya. Lili menganggukkan kepala "Apa kau yakin sugar? kau belum pulih benar." Ares tidak yakin dengan ini, ingatan Lili belum terlalu baik, jika Lili kuliah Ares takut Lili akan merasa prustasi dengan kemampuan mengingatnya.
"Dad, Lil tau apa yang dad takutkan, memang daya ingat Lil masih sangat lemah tapi bukankah dengan belajar itu bisa melatih kemampuan otak Lil kembali?"
"Kita bicarakan nanti, sekarang kita makan dulu," jawa Ares dengan datar. Lili menghela nafas mendapat sinyal penolakan dari Ares. Ia hanya bisa berdoa semoga daddynya berubah pikiran.
------
Di bagian Negara lainnya Aldric tengah menatap jendela dari ruang kantorya yang megah, ia sudah kembali ke Indonesia sejak tiga bulan lalu setelah lulus S2 dari Harvard University dengan IPK nyaris sempurna yaitu 3,96. Sebenarnya banyak perusahaan Amerika dan perusahaan asing lainnya yang menawarinya pekerjaan karena prestasi itu namu Aldric memilih pulang ke Indonesia untuk mengurus perusahaaan keluarganya serta satu alasan kuat lainnya.
Terdengar suara telpon, Aldric berdecak kesal. Ia sudah meminta sekretarisnya agar tidak ada yang mengganggunya kali ini.
"YA!!!" teriak Aldric.
Terdengar ringisan kecil di sebrang "Emm.. sorry Mr.Orlando, di luar ruangan ada yang sedang mencari Anda, mereka memaksa untuk masuk."
Aldric mengerutkan keningnya "Siapa mereka? Saya sudah bilang hari ini sedang ingin diganggu,"
"Eh.. curut blagu lo.. ini kita!!!" suara itu membuat Aldric menggelengkan kepala.
"Ck, yaudah masuk!!" balas Aldric dan langsung menutup telponnya. Beberapa detik kemudian pintu dibuka dengan keras. Teman-teman gilanya ini memang tidak pernah berubah.
Nadia ikut masuk dengan wajah bersalahnya "Maafkan saya, mereka merebut telpon dari saya.."
Aldric menoleh padanya dengan ekspresi datar "Ya.. kamu bisa keluar sekarang," balasnya. Nadia mengangguk dan berjalan keluar ruangan. Vano menatap Nadia hingga ia hilang dibalik pintu.
Ia bersiul kencang "Gila lo Al.. pinter banget nyari sekretaris, cantik, body oke, pinter ckck idaman banget." Aldric membenarkan ucapan Vano, Nadia emang bisa dikatakan perfect alias wanita idaman. Tapi bukan itu yang membuat Aldric memilih Nadia untuk menjadi sekretarisnya, menurut Aldric hanya Nadia yang mampu mengimbanginya, cara kerja Nadia cepat dan teliti. Bukan hanya itu, Nadia tidak seperti sekretaris Aldri yang sebelumnya. Sekretaris pertama Aldric setelah bekerja disni sifatnya seperti cacing kepanasan setiap berdekatan dengan Aldric dan itu membuat dirinya risih kemudia memecat sekretarisnya itu.
Aldric memang menjadi incaran banyak wanita di Indonesia karena ia memulai karirnya dengan cemerlang. CEO kaya, muda, pintar dan tampan melekat erat pada dirinya saat ini. Tak jarang Aldric keluar rumah dengan kaca mata dan topi agar tidak ada yang mengenalinya.
"Jangan mikir mesum lo!!! Dia sekretaris gue, awas kalau lo mainin," ancaman Aldric membuat semua menoleh pada Aldric.
Ana memicingkan mata curiga "Lo suka sama dia?" tanya Ana. Aldric mengedikkan bahunya, ia tidak bisa munafik untuk bicara bahwa ia tidak suka dengan Nadia. "Tapi gimana sama Lili?" Shit. Aldric mengumpat dalam hati, nama itu yang selalu ada dalam pikiran dan hatinya.
"Dia pergi ninggalin gue," balas Aldric dengan dingin berusaha menutupi perasaannya.
"Lil pasti balik,"
"Hah, udahlah Ana, lo liat kan? dia nggak ngabarin kita sama sekali, mungkin dia emang mau mulai hidup barunya disana tanpa kita," suara Aldric terdengar sarkalis.
"Lo nyerah gitu aja?" pertanyaan Ana membuat Aldric tertohok.
Ia menghela nafas dan tersenyum sinis "Gue cuma belajar realistis, gue nggak mau berjuang untuk orang yang nggak mau diperjuangin." Semua menatap perdebatan Ana dan Aldric, mereka bingung untuk menimpali apa.
Alex menggenggam tangan Ana berusaha untuk menenangkannya "Sudahlah Ana, itu hak Al, biarkan ia memilih jalan hidupnya sendiri." Alex paham dengan perasaan kecewa Aldric, selama tiga tahun ini Lili memang tidak memberi kabar apapun padahal semua menunggu kabar dari Lili.
Mereka melanjutkan perbincangan, membahas apapun yang membuat kecanggungan yang sempat terjadi akhirnya mencair hingga mereka pergi dari kantor Aldric.
Aldric mengacak rambut prustasi, ia melonggarkan dasinya serta menggulung lengan kemejanya. Ini semua karena nama Lili kembali lagi ia dengar, ia tertawa miris "Hah.. ngapain gue mikirin lo? lo bahkan nggak inget gue," gumam Aldric. Ia berteriak kesal dan melempar vas yang ada di meja kerjanya.
Aldric berdiri dan mengambil jasnya. Ia berjalan keluar lalu menghampiri Nadia.
"Saya ingin keluar sebentar, jika ada yang mencari saya suruh dia menunggu," ucap Aldric. Ia kembali berjalan.
Moodnya benar-benar hancur. Ia harus menenangkan diri dulu. Aldric memilih pergi ketaman yang sepi.
Ia mengeluarkan rokok dari jasnya. Dihisap dalam-dalam rokok itu lalu ia menghembuskannya. Sudah dua tahun ini ia menjadi perokok, baginya inilah yang bisa membuatnya tenang dan tetap sadar.
Ia tidak mau mabuk-mabukan karena itu bisa membuatnya lepas kendali. Pikirannya berangsur-angsur tenang.
Ia menengadah ke langit biru yang cerah. Seketika kenangan terakhirnya dengan Lili kembali berputar, Aldric tersenyum kemudian menundukan kepala.
*********
Nahhhh.... extra part selesai...
Cuma satu extra part ya... lanjutannya ada di sequel ;)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro