Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 86 Rencana Untuk Kabur


Udah kena tolak berkali-kali, sering dimarahi, pernah kena usir, sekarang malah disuruh resign dari tempat kerja?

Mahira benar-benar perempuan yang sulit sekali ditaklukkan!

Dengan cara apa lagi Andra harus menunjukkan rasa sukanya?

Dari cara paling romantis sampai blak-blakan sudah pernah ia lakukan. Tapi apa yang terjadi? 

Semuanya kena TOLAK!

“Gak peka, keras hati, plus gak baperan! Paket komplit!” ucap Andra setengah jengkel.

Yogi dan Randu yang mendengarnya hanya bisa tertawa. Senang sekali soalnya melihat Andra sampai menderita begini gara-gara satu cewek bernama Mahira. Maklum, Andra dulunya memang tak pernah susah payah begini hanya untuk mendapatkan cewek. Sekali tatap, sekali kedip, udah langsung jatuh ke pelukan.

Beda halnya dengan Mahira. Seberapa keras Andra berjuang, hasilnya tetap bernilai nol besar. Nihil! Gagal total!

“Sabar, Dra. Cewek baik kan emang gitu. Susah dapetinnya! Kalau gampang, berarti dia kayak siapa?” tanya Yogi setengah mengejek. “Cewek murahan yang sering ngajakin lo check in ke hotel!”

“Kalau lo maunya yang murahan, nyerah aja deh ngejar si Mahira. Kita resign bareng-bareng dari tempat ini. Gimana?” Randu ikut-ikutan mengompori. Bukannya menyemangati Andra yang sedang putus asa.

“Lo semua lebih milih dukung si Mahira nolak gue ketimbang terima gue?”

“Bener banget! Seneng aja gitu lihat lo menderita plus bucin begini, Dra. Pemandangan langka!” olok Yogi.

“Sialan emang yah kalian!”

“Mungkin si Mahira maunya di taarufin, Dra. Kayak cewek-cewek hijab kebanyakan gitu!” usul Randu.

“Taaruf apaan?”

“Apaan yah? Pokoknya perkenalan gitu deh. Lo coba tanya guru ngaji lo aja? Eh? Elo kan gak pernah ngaji, yah?” Yogi tertawa.

“Kampret lu! Seneng ngatain gue terus?”

“Setahu gue sih taaruf ini prosesnya langsung dikenalin ke keluarga gitu. No pacaran! Langsung ketemu sama keluarga, lamaran, terus nikah. Beres.” Randu memberikan penjelasan sedikit.

“Gampang amat!” timpal Andra.

“Ya, udah. Lo cobain aja sana kalau emang gampang!” tantang Yogi.

“Maksud gue, segitu mudahnya nikah sama orang tanpa proses perkenalan dulu pake pacaran? Emang ada orang yang nikah tanpa kenalan atau pacaran dulu?” ralat Andra cepat.

Randu dan Yogi sama-sama mengedikkan bahu. 

“Kita kan cuma ngasih usul dari apa yang kita tahu, Dra. Belum pernah nyoba juga tuh taaruf kayak gimana.” Randu membela diri.

Meski dua temannya ini memberikan usulan yang tak meyakinkan, anehnya Andra jadi punya ide dari usulan mereka. Tentu masih menyangkut usahanya mendapatkan Mahira. Berkali-kali mengalami kegagalan rupanya membuat Andra malah makin semangat mengejar cinta perempuan itu.

Aneh sekali! Candu sekali mengejar Mahira! Senang sekali rasanya menjalani proses untuk mendapatkannya. Kalau gagal lagi … itu urusan nanti. Karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya Andra mempertemukan Mahira dengan keluarganya sebagai langkah awal proses taaruf.

Soalnya kan kalau ketemu keluarganya Mahira, Andra udah pernah. Yang belum itu, justru memperkenalkan Mahira dengan keluarganya.

Sebagai calon istri. 

***

Mahira melipat dua tangan di dada. Matanya lurus memandang ke arah sebuah kapal yang perlahan mendekat ke dermaga. Mahira begitu mengenal kapal yang sering digunakan Pak Supri karena sering wara-wiri mengantar pengunjung ke pulau. Tapi bukan kapal yang tengah mendekat sekarang. Dari bentuknya saja sudah berbeda meski ukuran tingginya nyaris sama.

“Bagus gak?” tanya Andra tiba-tiba.

Nyaris saja Mahira terjatuh ke lautan kalau sampai salah melangkahkan kaki karena terkejut oleh bisikan Andra barusan. Saat ia menoleh ke sumber suara, Andra tengah melambaikan tangan ke udara tinggi-tinggi, melambai pada seseorang yang tengah berada di atas kapal yang tengah mendekat itu.

Pantas saja. 

“Punya kamu?” tanya Mahira ingin memastikan terkaannya.

“Pinjem dari si kakek.”

Mahira jadi berpikir keras mau tak mau akan sekaya apa sih Andra ini sebenarnya? Soalnya Zahra tak pernah menyinggung hal ini selain profesi Andra yang seorang chef di depan orang tuanya. Andra sendiri juga tak pernah mengungkapkan seberapa kaya keluarganya. 

“Pinjem?” Mahira melirik penuh arti.

“Iya. Pinjem dari si kakek dan harus bayar sewa juga.”

“Kok gitu sih sama keluarga sendiri?”

“Wajarlah! Cucunya ini kemarin habis menenggelamkan satu kapal seharga puluhan juta. Gimana si kakek gak trauma ngasih cucunya kapal? Iya, gak?”

Ah, itu lagi yang Andra singgung. Mahira malu jadinya.

“Masih bagus sih mau ngasih pinjem, ketimbang gak dikasih sama sekali,” tutur Mahira. “Yang penting gak dicoret dari daftar hak waris.”

“Lebih baik dicoret dari daftar waris sih,” balas Andra dingin.

“Loh? Kok gitu? Orang-orang tuh pengen banget nerima warisan keluarganya yang kaya raya. Kok kamu kayaknya enggak?”

Andra menggeleng. “Enggak aja deh. Mending aku jadi chef seumur hidup aja ketimbang nerima hak waris keluargaku.”

Mahira jadi semakin penasaran dengan kehidupan Andra dan keluarganya. Tapi, ia tak cukup berani untuk mengorek langsung hal ini. Penting tak penting juga sih untuknya. 

“Kapal segede ini buat dipake apa, Dra? Culik orang lagi?” terka Mahira sambil terkekeh. Mengalihkan topik pembicaraan agar ia tak terlalu hanyut dan secara tak sengaja mengintrogasi Andra perihal keluarganya.

“Iya. Aku mau culik kamu! Waspadalah!” katanya seperti menakut-nakuti, lengkap dengan senyum mengembang. “Ayo makan di restoran! Repot nih anterin makanan terus ke ruang kerja kamu. Kamu bilang ingin bersikap profesional, kan? Maka, bersikaplah seperti biasanya. Kalau kamu menghindar dariku, itu artinya kamu memang ada rasa sama aku.”

Kontan saja Mahira buru-buru balik badan. Mana mau ia dituduh demikian oleh Andra. Mending ia makan di restoran saja ketimbang Andra menyudutkannya demikian. Enak saja! Yang suka itu kan dia sendiri bukannya Mahira. Mahira itu cuma ngerasa aneh aja kalau jauhan dari Andra, tapi ia juga risi kalau deketan. Itu aja kok! Apanya yang suka coba?

Untung saja Mahira tak sendirian saat makan di restoran siang itu. Ada Citra juga yang ikut bergabung makan siang bersama di belakang restoran tepat ketika jam makan siang sudah lewat. Lebih tepatnya sih ini bisa disebut makan siang menuju sore.

“Kita liburan pake kapal si Andra jadinya?” celetuk Yogi.

“Yoi! Kita kabur bareng-bareng sehari. Anggap aja sebagai bentuk protes gara-gara kebijakan aneh itu,” balas Randu tak kalah bersemangat.

“Emang kita mau liburan ke mana? Palingan juga ke Palapalove, kan? Kenapa gak pake kapal Pak Supri aja?” protes Citra yang memang sudah tahu rencana ini.

Beda halnya dengan Mahira yang sejak tadi diam saja mendengarkan percakapan mereka. Cukup terkejut juga oleh isi percakapan itu.

“Kalian gak takut aku aduin ngobrolin rencana begini di depanku?” selidik Mahira setengah mengancam.

Bukan malah takut, mereka malah tertawa menanggapinya.

“Lebih bagus sih diaduin. Biar lebih dramatis!” Yogi tampak bersemangat. “Iya gak, Dra?”

“Aduin aja, Ra. Lebih bagus malah!” Andra menantang balik.

Mana bisa Mahira mengadu kalau ia sendiri pun suka dengan ide itu. Terlalu lama bekerja sampai tak lagi merasakan keramaian di dermaga Palapalove membuat Mahira seperti sudah tak lagi ada di kehidupan nyata.

“Kapan kalian rencananya mau kabur? Aku ikut aja kalau gitu. Ketimbang kena damprat sendirian sama Pak Satya, mending aku seneng-seneng dulu aja sekalian sama kalian.”

Perkataan Mahira kontan saja membuat semua orang tak bersuara lagi. Mereka semua kompak menatap Mahira.

“Mbak Mahira serius mau ikut kabur?” tanya Citra kaget.

“Iyalah! Masa iya kalian enak-enak kabur keluar pulau, seneng-seneng di sana, tapi aku doang yang kena omel karena pasti dikira gak becus ngurusin karyawan macam kalian. Ya mending aku ikut kalian kabur aja dulu! Seneng-seneng. Baru udah itu kita juga barengan kena omel Pak Satya. Bener, gak? Biar kita nanggung pahit manisnya barengan juga. Jangan kalian doang yang ambil enaknya, aku ambil getahnya.”

Semuanya sontak bertepuk tangan, seolah sepakat dengan usulan Mahira barusan yang tentunya semakin membuat mereka yakin untuk menjalankan ide gila itu. 

“Tapi, gimana kalau nantinya Pak Satya bukan cuma ngomelin kita aja?” tanya Andra tiba-tiba. “Gimana kalau kamu langsung dipecat dari tempat ini? Kamu gak masalah, kan?”

Andra menyeringai sinis menatap Mahira yang langsung meliriknya dengan wajah kusut.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro