Bab 78 Rasaku dan Rasamu
“Kamu … bukan mau nembak aku, kan?”
Sebut saja Mahira memang begitu percaya diri akan terkaannya ini. Ia tak masalah jika memang terkaannya meleset. Memangnya hanya Andra saja yang bisa berbuat iseng? Menjadikan pembahasan rasa suka, rasa rindu, bahkan mantan sebagai candaan?
“Kok wajahnya jadi tegang begitu sih, Dra.” Mahira terkekeh melihat wajah Andra yang mendadak kaku. Tak tersenyum sama sekali. “Pertanyaanku salah, yah? Sorry deh. Aku bukan orang peka sih soalnya.”
“Emang,” timpal Andra cepat. “Kamu tuh cewek paling gak peka di pulau ini!”
“Tadi pertanyaannya apa sih? Aku lupa.” Mahira membalikkan badan setelahnya. Ia berjalan perlahan. Mahira melirik dengan ekor matanya, hanya ingin memastikan apakah Andra akan mengekorinya lagi atau tidak.
“Soal perasaan kamu kalau suka seseorang.” Andra mempersingkat inti pembicaraan agar Mahira tak lagi mengira ini soal Galang atau Zahra lagi. Ini murni tentang Mahira saja.
Dan dirinya sendiri.
“Pertanyaan kamu itu sama aja kayak aku mesti nostalgiaan soal Galang, Dra.” Mahira malas-malas menjawab.
“Selain dia, emang kamu gak punya mantan pacar yang lain apa?”
“Enggak.”
Lega tapi juga dongkol. Setelah memikirkannya lagi, itu artinya Mahira hanya punya satu ingatan tentang perasaan sukanya dan itu menyangkut Galang. Tentu saja Andra ogah kalau sampai harus membahas lelaki itu. Karena itu sama saja dengan menyeret ingatannya juga untuk kembali mengingat sosok Zahra.
Sialan!
“Gak pernah baper sama cowok atau apa kek gitu, Ra? Pasti kamu pernah naksir seseorang, kan?” Andra patah semangat.
Mahira memikirkannya dengan hati-hati. Bukan hal sulit mungkin untuk terpesona pada lawan jenis. Ia adalah perempuan normal. Melihat cowok ganteng sedikit, jantungnya pasti berdetak tak karuan. Tapi, itu biasanya hanya berlangsung sebentar saja. Setelahnya Mahira tak merasakan hal aneh apapun seperti rasa sukanya dulu pada Galang. Boleh dibilang, menyukai seseorang itu lebih sulit ketimbang hanya menaruh ketertarikan sesaat saja.
“Sering sih! Apalagi kalau pas lihat cowok ganteng. Tapi, jarang kalau nyampe beneran suka pake hati gitu. Yah … paling cuma kagum, naksir, atau terpesonanya sesaat aja. Udah itu biasa lagi. Gak ada yang spesial!”
Sialan! Itu artinya Galang berhasil mendapatkan tempat spesial di hati Mahira, kan? Kalau memang Mahira benar-benar sulit untuk menyukai seseorang lengkap dengan hatinya.
“Kamu sendiri gimana, Dra? Gimana caranya kamu bisa yakin kalau kamu suka beneran sama seseorang?” Giliran Mahira yang memutar balikkan pertanyaan pada Andra.
Mungkin kalau bukan Andra yang memulai, Mahira juga tak akan memikirkan hal ini terlalu serius. Bisa dikatakan, Mahira lupa caranya menyukai seseorang. Saat bertemu Galang kemarin pun, bukan rasa suka yang merongrongnya, melainkan sakit hati yang mati-matian ia kubur. Saking terlalu sakit hatinya, Mahira pasti memilih menghindar dari lelaki itu.
Berusaha bersikap profesional di depan orang yang pernah membuatnya sakit hati adalah pekerjaan tersulit yang pernah Mahira jalani sejauh ini. Sulit sekali.
“Ya … gitu deh!”
Andra tak tahu harus menjawab apa. Selama ini ia lebih sering mendapatkan pernyataan cinta ketimbang menyatakannya. Boleh dibilang, Zahra salah satu dari sekian banyak perempuan yang berhasil mendapatkan kesempatan untuk memilikinya. Sayangnya, Zahra menyia-nyiakan kesempatan baik itu dengan meninggalkannya.
“Kalau udah suka berarti aku mau jadi pacar dia.”
Jawaban Andra ditingkahi Mahira dengan tawa. “Oh … pacaran nih tandanya kamu suka beneran sama orang? Kenapa harus pacaran coba? Kan bisa tuh cuma temen tapi mesra atau langsung nikah aja mungkin?”
Andra mendadak merasa jawabannya tadi malah membuatnya terlihat bodoh di depan Mahira. “Yah … emang kenapa? Gak salah, kan? Orang yang pacaran itu artinya mereka saling menyukai.”
“Gak juga ah! Kamu pasti pernah denger dong yang doyannya diem-diem tapi suka? Atau penggemar rahasia gitu? Bukannya itu artinya rasa suka itu sendiri tak melulu diinterpretasikan dengan pacaran?”
“Iya sih. Anggap aja pacaran itu kayak bentuk nyata dari rasa suka di level paling bawah, Ra. Level paling atasnya mungkin … hidup bersama sampai kakek-nenek dengan perasaan suka yang gak berubah.”
“Hmm … boleh juga pendapat kamu. Jadi, kenapa kamu nanya soal si rasa-rasa suka itu ke aku kalau emang kamu udah tahu jawabannya?”
Andra berlari lebih cepat mendahului. Mahira pikir Andra hendak mengakhiri percakapan mereka. Rupanya, lelaki itu malah berpindah tempat dengan berlari mundur sambil menghadapnya. Langah Mahira melamban, serta merta dengan kewaspadaannya yang semakin ia tingkatkan.
“Jangan baper, Hira. Jaga hati kamu,” ujar Mahira dalam hatinya yang terus terapal.
“Pengen tahu aja gimana caranya kamu bisa jatuh cinta ke seseorang.”
Andra memperlambat langkahnya. Dua bola matanya lekat memandang Mahira yang langkahnya juga ikut melamban. Ia menunggu perempuan itu bereaksi atas pernyataannya barusan, tapi Mahira hanya diam saja. Seolah tak tertarik.
“Kamu orang yang sulit jatuh cinta yah, Ra?” terka Andra. Menyambung kalimatnya yang tak sengaja terjeda. “Cowok yang suka sama kamu itu harus ekstra kerja keras buat yakinin kamu dan bikin kamu beneran jatuh cinta. Naasnya, cuma si Galang yang tahu caranya. Mantan sekaligus kakak ipar kamu itu!”
Mahira tersenyum miring. Mencoba tak terintimidasi. “Begitulah! Kalau jadi cewek kan gak boleh gampangan, apalagi gampang gonta-ganti pasangan. Cewek kayak gitu kan biasanya dihargai murah sama kaum Adam. Dipandang rendah juga mungkin. Bener, gak?”
Andra mengangguk. Terkaan Mahira memang tak salah. Perempuan yang sering gonta-ganti pasangan memang tak menarik untuknya. Terlalu mudah untuk digapai yang membuat Andra jadi tak tahu seberapa keras ia harus berusaha dan yakin akan perasaannya pada perempuan itu.
“Tapi, kamu gak menutup kesempatan buat siapapun yang pengen dapetin kamu, kan?”
Mahira berpikir sejenak. “Entahlah. Ke depannya mungkin enggak. Tapi untuk sekarang …,” Mahira geleng-geleng kepala, “aku lagi gak buka lowongan hati.”
“Dalem banget kayaknya rasa sakit hatinya sama yang sebelumnya?”
“Udah jadi rahasia umum juga kayaknya.”
Mata Andra tak juga mampu berpaling dari Mahira yang kini menampakkan raut wajah kusut. Meski dua ujung bibir wanita itu terangkat, tetap saja tatapan mata perempuan itu meninggalkan rona kesedihan. Rasa sakit hati Mahira pasti begitu besar. Sekalinya jatuh cinta malah kena pengkhianatan. Terlebih Mahira bukan orang yang mudah jatuh cinta.
Sialan emang si Galang! Bisa-bisanya dia membuat perempuan seperti Mahira terluka. Zahra juga tega sekali menyakiti adiknya sendiri. Entah seberapa besar luka yang dialami Mahira sekarang. Kalau dari kata-katanya tadi, sepertinya memang lukanya begitu parah.
Mahira berjingkat kaget ketika tiba-tiba Andra memeluknya. Ia tak tahu kapan lelaki itu mendekat sampai bisa memeluknya seperti sekarang. Ketika Mahira mencoba melepaskan diri, pelukan lelaki itu malah semakin mengerat.
“Andra! Lepasin! Lepasin gak?” teriak Mahira.
Mahira sudah mencubit pinggang Andra sekuat tenaga. Berupaya keras untuk membuat lelaki itu melepaskan pelukannya. Tapi, Andra malah bereaksi dengan mengeratkan pelukannya. Semakin Mahira melakukan aksi cubit sana dan sini di hampir sekujur punggung Andra, lelaki itu tetap bergeming.
“Kamu hebat, Hira. Kamu perempuan yang kuat.” Kata-kata Andra ternyata belum cukup berhasil membuat Mahira berhenti mencubitinya.
“Lepasin, Andra!”
“Gak apa-apa. Kamu gak perlu buka hati kamu kalau emang belum siap. Tapi, jangan larang aku juga buat gangguin hidup kamu terus.”
“Kamu ngomong apaan sih? Lepasin, gak? Aku teriak nih!”
Andra memejamkan matanya dalam. Sekedar menahan rasa sakit akibat cubitan Mahira yang semakin terasa menyakitkan. “Aku janji akan ingat percakapan kita hari ini dan gak akan pernah nyakitin kamu, Ra. Aku janji!”
“Gak usah ngomong aneh-aneh. Aku gak akan pernah percaya omongan cowok brengsek kayak kamu!”
“Jangan! Kamu jangan pernah percaya kata-kataku bahkan kata-kata cowok mana pun. Kamu cukup jaga hati kamu. Biarkan orang lain yang bekerja keras buat mencintai kamu.”
Sentuhan tangan lembut Andra berpusat di atas kepala. Secara perlahan Mahira menghentikan aksi cubitannya. Embusan napas kasarnya juga terdengar oleh Andra yang membuat lelaki itu tersenyum dengan perasaan lega.
“Sekarang aku yakin dengan perasaanku sama kamu. Aku sudah mendapatkan jawabannya, Hira.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro