Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 71 Hilangnya Andra dan Mahira (Lagi)

Zahra dan Galang bermaksud untuk menemui Mahira. Tapi keduanya dikejutkan oleh kabar hilangnya Andra dan Mahira yang semalaman tak ada di pulau dari seorang kakek yang mengaku penanggungjaawb pulau ini.

“Ke mana lagi mereka sekarang? Awas saja kalau kembali ke sini! Akan saya pecat mereka! Ini bukan kali pertama mereka pergi tanpa kabar begini!”

“Mereka pergi tanpa kabar begini sebelumnya?” tanya Zahra kaget.

“Iya. Kalau gak salah bulan lalu. Alasannya sih ketinggalan kapal Pak Supri. Hah! Dasar anak muda. Memangnya mereka pikir saya tidak tahu kalau mereka sebenarnya pergi buat kencan? Mentang-mentang Manager sama Kepala Chef, mereka pikir bisa seenaknya saja keluar-masuk pulau ini?”

Zahra dan Galang tentu saja tak langsung mempercayai perkataan si kakek yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak Satya. Yogi dan Randu adalah narasumber terpercaya yang bisa mereka tanyai. Tapi yang mengejutkan keduanya, jawaban mereka sama persis seperti Pak Satya.

“Mereka semalam masih berdua, tapi gak balik ke Rumah Ampa. Udah di cari di sana-sini pun tetep gak ada. Gak tahu tuh hilangnya mereka ke mana sekarang,” kata Randu menjelaskan yang diangguki oleh Yogi.

“Mereka pergi naik speedboat semalam.” Citra tiba-tiba muncul dari ke area belakang restoran tempat keempatnya bicara. “Pak Supri yang bilang barusan.” Wanita itu menatap Zahra dan Galang secara bergantian dengan tatapan dingin. “Tadi sih speedboatnya masih keliatan sama Pak Supri. Tapi sekarang udah gak keliatan lagi. Gak tahu tahu mereka pergi ke mana. Mungkin Palapalove kali!”

“Oh, iya. Kalian pulang hari ini, kan?” Yogi teringat hal itu. “Coba aja cari mereka nanti di kafe Palapalove. Itu tempat tongkrongan anak-anak sini kalau maen ke sana. Kali aja mereka berdua ada di sana juga.”

Sayangnya, Zahra dan Galang tak mendapati keduanya di kafe tersebut. Dari Pak Supri pun mereka harus menelan berita tak menyenangkan karena speedboat yang semalam digunakan tak ada di dermaga Palapalove. Keberadaan mereka entah berada di mana kini.

“Mereka pergi ke mana?” Zahra dirundung khwatir dan juga rasa kesal karena harus berpisah dengan cara seperti ini. “Mahira pasti bener-bener kecewa sama aku.”

Galang membisu cukup lama sebelum kemudian merangkul bahu Zahra perlahan. “Kita pulang aja sekarang, Ra.” Bayangan speedboat yang semalam menuju lautan tiba-tiba muncul. “Mungkinkah itu Mahira dan Andra?” tanyanya dalam hati.

***

“Ayo!”

Mahira ragu-ragu turun dari kapal. Tempat berlabuhnya kapal ini begitu asin. Jembatan kayu yang menjadi penghubung daratan dan lautan begitu mengerikan. Warna jembatan kayu itu tampak usang. Pagar pengaman di sekelilingnya roboh di beberapa bagian. Bahkan ada kayu-kayu yang menggantung begitu mengenaskan hingga menyentuh permukaan laut. Mahira jadi semakin ragu kalau tempat yang Andra tuju ini aman untuk disinggahi.

“Ini … di mana?”

“Pulau keluargaku.” Andra enteng menjawab. Bahkan lengkap dengan senyum mengembang. Meyakinkan memang, tapi Mahira malah semakin merasa takut mendengarkan jawaban itu.

“Punya keluargamu? Pulau ini?”

“Udah buruan turun! Mau nyampe kapan di kapal terus? Laper gak?”

Mahira menurut meski takut-takut. Ia ekori Andra yang tengah mati-matian menyembunyikan rasa takut yang sama juga. Ditatapnya sekitar dengan perasaan khawatir, terlebih saat kakinya mendekati sebuah rumah berwarna cokelat tua yang jendelanya tak berkaca.

“Ini beneran punya keluarga kamu?” tanya Mahira lagi. Ia tak percaya jika pulau ini punya Andra.

Andra cukup lama berdiri di depan rumah besar yang lebih mirip rumah berhantu. Ada sarang laba-laba merambat di beberapa sudut. Area dalam rumah yang kosong dapat ia lihat tak lebih dari sekedar ruang kosong tanpa penghuni. 

“Bukan. Tadi aku bohong, Ra.” Andra terpaksa jujur yang langsung ditingkahi Mahira dengan pukulan keras di punggung. “Aw! Sakit, Hira!” pekik Andra spontan. 

“Udah ah! Ayo pulang!” katanya sambil mendekap dirinya sendiri. “Aku gak mau ke tempat beginian. Ngapain juga sih kamu bawa aku ke sini bukannya ke Pulau Palapalove? Aneh!”

Cukup lama Andra terpaku seolah tersihir oleh rumah berhantu itu sampai kemudian ia malah balik badan dan berjalan lebih cepat meninggalkan tempat itu. “Oke. Kita pergi aja. Kayaknya tempat ini gak baik buat dikunjungi.” Ia bahkan sampai mendahului Mahira.

Mahira jelas saja kesal bukan main. Ia merasa Andra tengah mengerjainya. “Kamu sebenarnya punya tujuan ke mana sih? Dari mana kamu tahu tempat ini?”

“Tadi aku lihat ada daratan. Jadi aku pikir gak ada salahnya kan ke sini? Kali aja tempat ini layak buat dikunjungi.”

“Jadi kamu ngasal ngendarain kapalnya?”

Andra tak mengangguk. Ia tak mau Mahira semakin menyudutkannya karena telah mengambil keputusan keliru.

“Awas kamu yah kalau sampe kita gak balik malam ini ke pulau! Aku laporin kamu gara-gara udah culik aku! Inget itu!”

Mendengar ancaman itu, tiba-tiba Andra berhenti dan menoleh pada Mahira. “Oh? Jadi gitu cara mainnya?” Senyum sinisnya mengembang sempurna. Sebelum tiba-tiba Andra berlari ke arah jembatan kayu penyebarangan dengan cepat.

Mahira yang panik tentu saja langsung menyusul. Andra sudah lebih dulu masuk ke kapal dan menyalakan mesinnya. Ia semakin takut dan mempercepat langkahnya. Tepat sebelum kapal bergerak, Mahira berhasil masuk kembali ke dalam kapal dengan napas terengah-engah.

Gelak tawa Andra pecah selama ia mengemudikan kapal. Sesekali menoleh pada Mahira dengan tampang puas melihat wanita itu berhasil ia takut-takuti.

“Kenapa? Takut ditinggalin, yah?” ledek Andra.

“Nyebelin banget yah kamu!”

“Itu namanya bentuk pembelaan diri, Hira. Sebelum kamu laporin aku jadi penculik, mending aku tinggalin kamu aja di pulau tak berpenghuni barusan.”

Mahira bergegas menghampiri Andra lalu memukul pundak lelaki itu sekuat tenaga. Andra sampai meringis kesakitan tapi tak berusaha menghindar karena harus mengendalikan kemudi kapal.

“Eh? Eh? Eh? Awas, Hira! Kamu mau bikin kita berdua celaka apa? Aku lagi nyetir nih!” protesnya membela diri. 

Tapi, Andra masih sempat cengengesan yang tentu saja membuat Mahira tak menganggap serius ancaman itu. 

Sampai suatu ketika Andra tiba-tiba kehilangan kendali atas kapalnya yang tiba-tiba menukik tajam. Kapal itu oleng sampai terbalik. Andra sigap keluar dari ruang kokpit hingga berhasil naik ke permukaan. Ia menatap sekelilingnya dengan cemas, melihat setengah bagian kapalnya tenggelam. Saat itu ia juga baru menyadari kalau Mahira tak ada.

“Mahira! Hira!”

Buru-buru Andra menyelam kembali dalam lautan. Ia mendapati perempuan itu tengah susah payah berenang dari kedalaman. Bergegas Andra mendekat, mendekap tubuh Mahira dan membawanya ke permukaan.

“Kamu gak apa-apa? Ada yang luka?” tanya Andra panik sambil memerhatikan Mahira yang susah payah mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Saat itu juga ia baru menyadari penutup kepala Mahira hilang entah ke mana. 

Andra tak mengatakan apa pun. Ia memilih buru-buru berpaling dari Mahira dengan tak melepaskan dekapannya dari wanita itu.

“Kapalnya kebalik, Dra! Gimana ini?” Mahira panik bukan main. Ia menaruh dua tangannya di pundak dra karena takut kembali tenggelam ke dalam lautan. “Kita harus gimana?”

“Kita ke sana!” kata Andra sambil menunjuk jembatan kayu yang masih terlihat dari tempat mereka berada sekarang.

“Ke sana lagi?”

“Gak ada waktu, Hira. Kamu gak mau kita mati kedinginan di sini, kan?”

“Terus, kapalnya gimana?”

“Kita urus itu nanti. Sekarang, kita selamatkan diri kita lebih dulu. Kamu masih kuat berenang?”

Mahira cepat-cepat mengangguk. Baru tersadar kalau sejak tadi tangan Andra tak lepas dari pinggangnya. Tanpa aba-aba perempuan itu langsung berenang dengan Andra mengikuti di belakang. Mahira telentang di bibir pantai dengan napas terengah-engah, disusul oleh Andra yang duduk tak jauh darinya. 

“Kita harus gimana, Dra?” Mahira tersadar kalau permasalahan yang mereka alami belum sepenuhnya usai. “Gimana cara kita pulang?”

Andra hanya membisu meski isi kepalanya sedang berpikir keras. “Bagaimana cara kami pulang?” tanyanya dalam hati. Ia hanya mampu menatap kapal yang sudah nyaris tenggelam sempurna dengan wajah putus asa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro