Bab 59 Saling Mencemburui
Sesaat setelah turun dari kapal, baik Zahra maupun Galang dapat menangkap sosok tak asing yang tengah berjalan mendekat ke arah mereka. Degup jantung mereka sama-sama tak karuan meski sudah berupaya keras untuk bersikap baik-baik saja. Sampai Galang tiba-tiba meraup tangan Zahra dan menggenggamnya erat, berhasil membuat Zahra tersadar kalau ia sudah terlalu lama menatap Andra yang berjalan semakin mendekat ke arahnya. Dengan Mahira.
“Selamat datang di Pulau Ampalove!” Mahira menangkupkan dua tangannya sambil membungkuk pada keduanya. “Aku yang akan mengantar kalian ke cottage yang akan kalian tinggali selama lima hari ke depan. Dan ini,” Mahira menoleh pada Andra, “dia chef andalam pulau ini yang akan menyediakan beragam macam menu masakan enak selama kalian di sini.”
“Kalian … beneran kerja bareng?” tanya Zahra yang masih tak percaya. Ini kali pertama baginya melihat Mahira dan Andra seperti ini, lengkap dengan perkenalan diri yang semakin menegaskan kalau mereka ini adalah rekan kerja.
“Ya. Benar.”
Mahira tak mengelak. Andra memilih mengangguk karena malas membuka suara.
“Gimana kelanjutan hubungan kalian? Balikan lagi atau ….”
Andra melirik Mahira yang tadinya enggan menggubris pertanyaan Zahra. Tapi, senyuman lelaki itu cukup mengganggu.
“Menurut kamu gimana soal hubungan kami?” Andra malah bertanya balik. Seolah sengaja ingin Zahra menerkanya sendiri.
“Kok malah nanya balik?” Zahra dongkol juga jadinya. Penasaran juga.
“Udahlah, Kak. Gak usah bahas itu.” Mahira cepat-cepat melerai. Jangan sampai Zahra terpancing oleh perkataan Andra barusan. “Mending sekarang aku antar Kak Zahra ke cottage tempat Kak Zahra nginep. Kakak ke sini buat honeymoon sama Kak Galang, kan?”
Mata Andra membola mendengar kata terakhir yang terlontar dari mulut Mahira. Ia yakin tak salah mendengarnya. Melihat raut wajah Mahira yang begitu datar, Andra jadi sulit menangkap seperti apa sebenarnya perasaan Mahira sekarang melihat mantan dan kakaknya sendiri datang ke pulau bersama.
Untuk honeymoon.
“Iya, Zahra. Ngapain kamu nanya gitu ke mereka?” Galang mempererat genggaman tangannya pada Zahra yang berhasil ditangkap oleh Mahira dan Andra. Keduanya spontan berpaling secara bersamaan.
Kontan saja hal itu membuat Zahra jadi malu sendiri. Disudutkan oleh banyak orang tak terkecuali suaminya. Zahra yang dongkol langsung melepaskan tangan Galang dan berjalan ke arah yang berseberangan. Tanpa tujuan.
“Kak Zahra! Mau ke mana? Kak? Cottage-nya bukan disitu!”
Mahira mencoba menghentikan Zahra namun Galang segera menghadang. “Nanti kami hubungi kamu lagi, Mahira.”
Galang segera balik badan menyusul istrinya sambil menarik koper dan serta tas di bahu.
“Barangnya biar kami bawa dulu ke cottage, Kak.” Mahira menawarkan bantuan tanpa canggung. Persis seperti para karyawan yang bertugas melayani para pengunjung.
Kembali Andra terperangah melihat interaksi keduanya. Terdengar biasa bagi orang asing, tapi tidak bagi Andra yang tahu hubungan macam apa yang terjadi antara Mahira dan Galang.
“Oh. Oke! Terima kasih, Mahira.”
Galang sudah menyusul Zahra yang berjalan di atas jembatan. Mahira juga sudah menyeret koper dan tas dengan susah payah. Tanpa mengatakan apapun, Andra langsung merebut koper itu. Ia bahkan menggendong tasnya juga.
“Kak?” Andra menahan diri untuk tertawa keras. “Kamu panggil dia dengan sebutan ‘Kak’?”
Mahira diam saja. Ia tahu kalau Andra sedang meledeknya.
“Waaahhh!!! Itu panggilan sayang kamu ke dia?”
Mahira kontan mendelik sinis. “Enak aja! Jangan asal nuduh yah kamu! Aku manggil dia kayak gitu karena emang situasi kita udah beda.”
“Halah … kamu pikir aku gak paham dibalik panggilan itu tersimpan makna apa?” Andra tersenyum geli sendiri. “Gimana perasaannya panggil dia kayak gitu? Pasti makin gak bisa move on, yah?”
Mahira memilih mempercepat langkahnya ketimbang menanggapi lagi. Ia tahu Andra sedang bahagia karena punya bahan untuk meledeknya saat ini. Semakin dipojokkan, Mahira semakin sulit menyembunyikan rasa malu. Ia sendiri saja terpaksa memanggil Galang begitu.
“Kok malah pergi? Hira!” panggil Andra saat melihat Mahira malah berjalan menjauh darinya. “Tebakanku bener, kan? Hira! Mahira!”
Sementara itu, Galang sudah berhasil membujuk Zahra untuk balik arah. Tapi ketika keduanya balik badan, mereka mendapati Mahira tengah diekori oleh Andra yang sedang menyeret koper mereka dengan susah payah.
“Ngapain mereka?” tanya Zahra sinis. “Beneran putus atau enggak sih?”
Galang mati-matian tak mau menanggapi meski hatinya terasa begitu panas membara.
“Mereka beneran pacaran rupanya.” Zahra ngedumel sendiri tanpa peduli reaksi Galang yang sebenarnya tak mau membahas hal ini, tapi hatinya meronta ingin tahu. “Sejak kapan? Mahira gak cerita tuh pas pulang kemarin. Apa sengaja ditutup-tutupi?”
“Udahlah, Zahra. Itu urusan mereka. Kita ke sini bukan mau merhatiin mereka, tapi honeymoon.” Galang mencoba tak acuh, meski hatinya berkata lain.
Galang mencoba mengingatkan Zahra, juga mengingatkan dirinya sendiri. Ia tak mau sampai goyah. Tujuannya ke sini bukan untuk apa-apa selain honeymoon. Itu saja!
***
Meski sudah malam, rupanya restoran yang dikelola Andra tampak masih ramai malam itu. Di sana ada Galang dan Zahra juga yang tengah menikmati santapan makan malam mereka.
Galang menyeringai tipis ketika sudah melahap beberapa sendok makan dari tiap menu berbeda yang tersaji. “Rasanya kayak masakan punya kamu, Ra.”
Zahra mendongak kaget. “Ah, masa?”
“Beneran. Itu artinya kamu beneran belajar banyak yah dari si Andra waktu masih pacaran dulu.”
“Ya ampun, Galang. Gak perlu dibahas lagi ah! Kok malah ngobrolin hal kayak gini?”
“Pacarannya kamu sama dia tuh berarti ada manfaatnya. Gak sia-sia dong kamu pacaran lama sama dia. Ada sesuatu yang bisa kamu ambil dan manfaatin sekarang.”
Zahra diam saja. Berhari-hati harus memaknai perkataan Galang sebagai bentuk pujian atau sindiran keras.
“Bener sih. Tapi, aku bukan bisa masak karena dia kok. Tapi karena Ibu yang ngajarin dan aku selalu bantu dia di dapur. Soalnya kalau minta bantuan sama Mahira, yang ada masakan kita kecut semua nanti.”
“Emang Mahira kenapa? Gak bisa bantuin kalian masak?”
“Bisa sih. Bantu bikin repot! Dia kalau ada di dapur tuh kayak bumerang. Pernah tuh disuruh bikin nasi liwet tapi malah gosong semua.” Zahra tergelak menertawakan ceritanya. Ingatan itu tiba-tiba timbul di kepalanya. Lucu sekali.
“Mahira gak bisa masak?” Galang mendadak antuasis membicarakan hal ini.
“Kamu gak nyadar yah? Makannya dia seringnya ngajakin kamu makan di luar atau nyuruh kamu bawa makanan atau kalian beli online? Iya, gak? Pernah gak kamu minta dia buat masakin kamu?”
Galang menggeleng. “Enggak sih. Dia sibuk kerja alasannya. Aku gak mau berantem gara-gara itu jadi ya udah. Beli aja deh!”
“Pemborosan tahu gak! Mending masak bareng kayak aku sama Andra.”
Galang menyeringai tipis. “Oh? Jadi ini tuh ceritanya lagi pengen nostalgiaan? Bukan honeymoon? Mau banding-bandingin para mantan?”
Zahra menutup rapat-rapat bibirnya. “Kamu juga sama tuh barusan malah bahas Mahira!”
“Itu karena kamu yang pancing duluan!”
“Enak aja! Kamu tuh yang mancing duluan nyamain masakan aku sama dia.”
“Kok malah berantem?”
Suara itu mengambil alih perhatian Galang dan Zahra. Ada Andra tengah berdiri di dekat mereka sambil membawa nampan yang entah berisi apa.
“Kalian punya rencana buat mancing?” Andra menaruh satu dua buah claypot di atas meja. Tepat di depan Galang dan Zahra. “Coba tanya si Citra. Dia bisa sewain ke kalian fasilitas memancing bahkan menombak juga.”
Zahra buru-buru membuang muka. Malu sekaligus menolak menunjukkan raut wajah terpana karena melihat Andra dalam setelah chef lengkap. Sudah lama sekali ia tak melihat sosok lelaki itu dalam balutan pakaian hitamnya.
“Oh … iya. Terima kasih, Andra.” Galang menjawab singkat.
“Kalau kalian butuh sesuatu lagi, bilang aja. Kalian tamu di sini yang artinya raja dan ratu tempatku kerja. Jadi, jangan sungkan. Selamat menikmati hidangannya.”
Andra segera berbalik badan. Tersenyum miring saat menjauh dari tempat Galang dan Zahra.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro