Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 25 Kapan Terakhir Kamu Masak?

Restoran Ampalove menyambut kedatangan Mahira dengan kesunyian. Kursi dan meja pelanggan tertata rapi dalam keadaan kosong. Terasa sedikit menakutkan memang. Karena biasanya Mahira mendapati tempat ini begitu padat oleh keberadaan para pengunjung atau sudah dipadati para karyawan yang berlomba-lomba menyantap jatah makan mereka. Entah itu pagi, siang, atau malam.

Mahira melirik jam dinding yang menggantung tepat di atas pintu masuk area dapur. Satu menit lagi menuju jam sebelas. Ia datang lebih awal rupanya. Ketika ia membuka pintu menuju dapur, Andra tak ada di sana.

Mahira tak kecewa. Ia tahu harus menemukan Andra di mana. Kalau bukan area belakang dapur, memang di mana lagi coba? Dan benar saja. Andra ada di sana tengah duduk sendirian sambil melamun. Ada secangkir kopi di meja bundar yang berada di sampingnya.

"Udah dateng?"

Andra hendak bangkit dari kursinya menghampiri Mahira. Namun perempuan itu sendiri malah duduk di kursi yang berseberangan dengannya. Mendengar desahan napas panjang Mahira disertai raut wajahnya yang semrawut, Andra memutuskan duduk kembali di kursinya.

"Mau kopi?" tawar Andra. Tak berniat segera mengajak Mahira untuk menyaksikan demonstrasi menu terbaru yang tadi pagi dijanjikannya.

Mahira menggeleng. "Setelah ini aku mau tidur, Dra."

Mahira tak meliriknya sedikit pun. Meski begitu, Andra dapat menangkap tatapan perempuan itu dipenuhi beragam makna. Desahan napas beratnya tadi, raut wajah semrawutnya, lalu kini tatapan kosongnya yang entah tertuju ke mana membuat Andra tak merasa tenang.

"Dari pagi bengong terus. Sekarang malah ngelamun. Kenapa sih, Hira? Cerita aja kalau emang ada masalah? Abang siap kok buat dengerin ayang cerita apa pun!"

Delikan tajam Mahira sukses membuat Andra tertawa. Gurauannya berhasil membuat raut wajah perempuan itu berubah galak seperti biasanya. Ini lebih menenangkan Andra ketimbang melihat Mahira dengan wajah tertekuk seperti tadi.

"Mau masak kapan jadinya? Ini udah jam sebelas. Kok malah duduk-duduk di sini sih?" dumel Mahira yang tiba-tiba jadi jengkel.

Maunya sih Andra menyalahkan Mahira karena dia sendiri yang barusan malah duduk di kursi, padahal Andra sudah siap kembali ke dapur. Tapi kali ini Andra memilih mengalah. Jika biasanya ia akan mendebat Mahira dengan sejuta pendapat, kali ini Andra memilih menjelma menjadi si lelaki yang secara sukarela disalahkan.

Karena perempuan selalu berada di pihak yang tak mau disalahkan, kan? Alias selalu benar!

"Ayo sekarang!"

Andra masuk ke dapur lebih dulu, setelah itu baru disusul oleh Mahira. Perempuan itu berdiri tak jauh dari Andra yang mulai sibuk mengeluarkan wadah, beberapa bahan makanan, yang kemudian ditaruh di atas meja baja berukuran besar. Tapi tiba-tiba Andra menyodorkan pegangan sebuah pisau ke hadapan Mahira yang sukses membuat Mahira melangkah mundur.

"Apa nih?" tanyanya takut-takut. "Kamu mau bunuh aku?" tuduhnya penuh curiga.

"Bukan, Hira. Dari pada kamu cuma bengong doang kayak patung, kenapa gak bantu kupasin bawang merah sama bawang putihnya?" Andra meluruskan tuduhan itu dengan tenang.

Lucu juga tadi melihat Mahira melangkah mundur hanya karena takut saat ia menyodorkan pisau itu. Padahal Andra mengarahkan gagang pisaunya, bukannya menodongkan bagian tajamnya seperti seorang pembunuh.

Ragu-ragu Mahira menerima gagang pisau dari tangan Andra. "Oh ... kirain apa."

"Mau pake apron gak?" tawar Andra lagi sambil menyodorkan lipatan kain berwarna putih ke arahnya.

Mahira mengangguk seperti anak kecil. Segera mengambil apron yang diberikan Andra setelah sebelumnya menaruh pisau itu di atas cutting board.

Andra memerhatikan perempuan itu yang tampaknya tak kesulitan mengenakan apronnya. Andra sendiri memilih untuk mencuci beras yang ada di wadah. Tugas yang diembankan pada perempuan itu pun dilakukan dengan ... tunggu! Andra merasa ada yang aneh.

Andra menaruh claypot (sejenis panci yang terbuat dari tembikar tanpa glasir atau kaca) yang sudah ia isi beras di atas meja dengan bibir mengerucut. Sayangnya Mahira tak menyadari perubahan ekspresi wajahnya itu karena terlalu fokus mengupas satu buah bawang merah yang sejak tadi belum selesai-selesai.

"Hira, boleh aku tanya sesuatu?" Andra menaruh dua tangannya di sisi meja dengan mata lurus menatap Mahira yang tertunduk dalam memerhatikan bawang merah di tangannya. Mata wanita itu lebih sering berkedip seperti biasanya.

"Tanya aja. Sejak kapan kamu minta izin buat nanya sesuatu ke aku? Biasanya juga kamu maen terobos masuk ruang kerjaku tanpa nanya dulu, ngirim makanan dan minuman yang bahkan gak aku pesen."

Andra mengangguk mengiakan. "Kapan terakhir kali kamu pegang pisau?"

Mahira menengadah mencoba menghalau bulir air mata yang sepertinya hendak luruh. Tapi, gagal! Mahira gagal menghalaunya. Matanya terasa begitu perih. Entah sebab apa. Ia menggunakan telapak tangannya untuk menyeka air mata yang sudah terlanjur luruh. Padahal tak ada satu hal pun yang membuat Mahira sedih. Tapi entah kenapa, ia merasa tiba-tiba ingin menangis. Matanya terasa panas sekali.

"Sekarang," jawab perempuan itu sambil terisak. Matanya tampak memerah saat menatap Andra.

"Sebelum sekarang maksudku."

Mahira berpikir sejenak sambil menghidu udara. Hidungnya tiba-tiba jadi basah seperti orang kena flu. "Entahlah. Sebulan yang lalu mungkin?"

Andra memijit pelipisnya erat. "Katakan dengan jujur. Oke?"

Mahira mengangguk dengan mata memerah dan hidung basah. "Oke. Memang kapan aku bohong?"

"Kamu bisa memasak?"

Mahira menggeleng. "Sedikit."

"Masak apa?" tantang Andra tak percaya.

"Mie rebus, air rebus, telor ceplok atau kocok dengan sejumput garam plus irisan bawang daun. Menanak nasi dengan ukuran air setinggi kuku. Lalu ...."

"Oke. Oke. Baiklah." Andra menyerah mendengarkan penjelasan Mahira. "Lanjutin aja kupas kulit bawangnya kalau gitu. Setelah itu cincang kasar."

Andra hendak berbalik badan setelah mengambil kembali claypotnya ketika tiba-tiba Mahira menginterupsinya.

"Cincang kasar itu maksudnya diiris, kan?"

Andra menoleh dengan senyuman dipaksakan. "Kupas saja kulitnya. Nanti biar aku yang cincang bawangnya."

Andra membuang napas pendek lalu tersenyum kecil saat membelakangi Mahira setelahnya. Tapi senyuman itu seketika lenyap ketika tiba-tiba sosok Zahra muncul di kepalanya. Mantannya itu begitu cekatan membantu Andra saat keduanya kompak untuk memasak bersama. Bukan hanya sekali atau dua kali, tapi sering. Itu bisa jadi ajang kencan romantis di dapur. Selain membuat perut menjadi kenyang, mereka juga memiliki banyak waktu untuk bercakap banyak hal bersama tanpa takut pembicaraan mereka di dengar orang.

Ya, Tuhan ... kenapa Andra tiba-tiba mengingat mantannya? Ada apa dengan dia? Masa sih gara-gara Mahira yang kesusahan mengupas bawang merah, dia malah ingat dengan Zahra yang pandai memasak? Gak nyambung, kan?

Andra tak begitu tega membiarkan Mahira terus berada dalam kesulitan meski perempuan itu tak protes padahal matanya sudah sempurna menangis. Cukup sampai Mahira mengupas semua bawang merah dan bawang putih seperti yang ditugaskan, Andra mengambil alih tugas mencincang. Mahira tetap berada di dekatnya meski tak diberikan tugas lagi. Ia fokus memerhatikan Andra yang rencananya ingin menunjukkan menu baru untuknya.

Claypot yang tadi sudah diisi oleh beras dan air kemudian ditaruh di atas kompor dengan api menyala. Tak lupa, Andra menutup claypot itu sebelumnya. Potongan bawah merah, bawang putih, udang, beserta bahan lainnya ditumis dalam wajan. Aroma harum yang menguar membuat Mahira semakin tak bisa beranjak dari memerhatikan Andra memasak.

Beras dalam claypot tadi sudah berubah menjadi nasi selang beberapa menit kemudian. Potongan jamur, buncis, dan tumisan tadi ditaruh di atas nasi itu. Kening Mahira mengerut ketika Andra menaruh sebutir telur mentah di atasnya sebelum kemudian menutup claypot itu kembali.

"Ih? Kamu kasih telor mentah? Yakin bakaln mateng?"

"Lihat aja nanti."

Setelah beberapa saat kemudian, penutup claypot itu kembali dibuka. Telur yang tadinya mentah sudah berubah warna. Mahira mengecap salivanya yang mendadak basah.

"Udah, kan?" tanya Mahira dengan wajah berbinar. Ia mencopot apron yang sedari tadi melekat di tubuhnya.

Andra mengangguk sebagai tanggapan. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Mahira malah melangkah cepat menuju pintu keluar dapur. Bukan ke area utama Restoran, tapi ke area belakang dapur.

"Kok malah ke sana?" protes Andra heran. "Makan di sini, Hira!" Jari telunjuk Andra mengarah ke pintu keluar menuju area utama Restoran.

"Di sini aja!"

Mahira sudah keburu lenyap dari balik pintu sebelum Andra sempat protes lagi. Alhasil, mau tak mau Andra menuruti kemauan Mahira.

"Seafood claypot Ampalove," tutur Andra sambil menaruhnya di atas meja.

Mahira mencondongkan sedikit tubuhnya, menghidu aroma masakan di hadapannya diakhiri gumaman. "Kayaknya enak nih!"

Tanpa meminta persetujuan Andra, ia langsung menyendok makanan di hadapannya dengan suapan besar. Pipinya mengembang sempurna saat mengunyah makanan itu dalam mulut.

"Rasanya gimana?" tanya Andra ingin tahu.

"Enak," jawab Mahira singkat dengan mulut penuh dengan makanan.

"Jadi, bagaimana? Setuju kalau ini masuk ke daftar menu spesial?" balasnya malah bertanya balik.

"Boleh. Tapi gak dijual gratis! Restoran ini perlu pembaruan yang artinya butuh modal, kan? Kita tentukan harganya berapa." Mahira menyendok lagi makanan di depannya. "Mau?" tawarnya sambil menyodorkan sesendok nasi yang diatasnya ada potongan udang ke arah Andra.

Andra langsung menggeleng. Mana tega ia merebut makanan yang disantap Mahira. Dan ... menyenangkan sekali melihat Mahira menyantap masakannya dengan lahap.

Entah kenapa.

Apakah ini artinya ia benar-benar menyukai Mahira?

Sebuah kilatan cahaya tiba-tiba muncul. Andra sedikit menyipitkan matanya terkena pantulan sinar itu, sementara Mahira yang membelakangi sumber cahaya langsung menoleh ke arahnya. Mata perempuan itu membeliak sempurna melihat empat kepala manusia menyembul dari balik pintu Restoran.

"Kalian berdua lagi ngapain?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro