Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 22 Jangan Menciumnya!


Matahari masih belum muncul sepenuhnya ketika Andra berlari menelusuri pesisir pantai sendirian. Kemarin malam ada beberapa pengunjung datang. Kalau sudah begitu, maka Andra harus mengganti jadwal olahraga rutinnya menjadi lebih pagi.

Andra harus menjaga staminanya sebagai seorang Chef. Meski pekerjaannya lebih banyak berjibaku di dalam ruangan, kondisi tubuhnya tetap harus ia jaga karena aktivitas memasak memerlukan tenaga yang tak sedikit. Dengan rutin melakukan olahraga pagi meski hanya sekedar lari-lari kecil seperti ini menjadi hal yang menurut Andra wajib dilakukan olehnya. Selain demi staminanya, agenda seperti ini juga dapat ia gunakan sebagai cara untuk melepaskan penatnya sejenak.

Dua mata Andra menangkap sosok lain tak jauh di depan sana tampak sedang berlari seperti dirinya. Andra sedikit heran karena selama ini ini hanya dirinya yang selalu rutin lari pagi seperti ini. Randu dan Yogi saja malas-malasan diajak olehnya. Tak mungkin itu mereka karena saat Andra keluar dari Rumah Ampa, keduanya masih tertidur pulas.

Mendadak Andra merinding sendiri jadinya. Ia melihat sekeliling yang masih belum terang sepenuhnya karena matahari belum juga muncul meski hanya sekedar mengintip. Cottage-cottage Pulau Ampalove sudah ia lewati yang membuat pencahayaan dari lampu-lampu tak lagi bisa menerangi langkahnya. Jarak yang ia tempuh untuk aktivitas larinya kali ini sudah cukup jauh. Sama seperti sosok di depannya itu yang tampaknya tak berniat balik badan atau kembali ke penginapan.

Manusia bukan yah?

Terbesit pikiran seperti itu di kepala Andra. Ia yakin. Selama ini hanya dirinyalah yang selalu lari setiap paginya.

Karena rasa penasaran, akhirnya Andra memberanikan diri mempercepat larinya. Semakin didekati, Andra merasa sosok berbalut pakaian serba hitam itu tak asing. Sambil membawa rasa takut dan penasaran, Andra melesat mendekati sosok tersebut. Dengan langkah cepat ia langsung menghadangnya. Sosok serba hitam itu seketika menunjukkan wajahnya.

“Mahira!” Mata Andra membola sempurna mendapati wajah dibalik sosok serba hitam tersebut. “Aku pikir kamu hantu penghuni pulau ini!” Andra sampai memegangi dadanya karena kaget. “Ngapain kamu sendirian di sini?”

Mahira menurunkan tudung jaket yang tadinya menyampir di kepalanya. Berganti dengan kerudung blouse abu-abu yang sudah dipenuhi keringat. “Kamu sendiri ngapain di sini?” Ia malah balik bertanya. Sama-sama kaget juga karena kemunculan Andra barusan.

“Olahraga rutin lah! Emang apa lagi! Kamu sendiri ngapain lari-lari pagi begini? Nyari maling?”

Mahira sempat terkekeh meski sebentar. “Olahraga juga lah! Emang di pulau ini ada maling? Ngaco kamu! Malingnya bodoh kalau sampe ngelakuin kejahatan di tempat kayak gini karena dia bisa dengan mudah kita tangkap. Dia juga bakalan kesusahan buat kabur!”

“Olahraga?” Andra heran. Ia yakin, selama ini hanya dirinya yang sering melakukan aktivitas itu. Sangat yakin! “Sejak kapan kamu sering olahraga kayak gini? Kok aku gak pernah liat?”

“Sejak hari ini.”

“Pantesan …  ngikutin aku, yah?”

“Idih! Siapa juga yang ngikutin kamu? Aku mana pernah tahu kamu suka olahraga atau enggak. Kalau pun tahu kalau kamu emang sering olahraga jam segini, mending aku gak jadi olahraga aja.”

Andra berpikir sejenak. “Iya juga sih. Kamu kan kalau jam segini seringnya ngaji di Rumah Ampa.”

Alis Mahira terangkat. “Kamu nguping?”

“Bukan nguping, tapi kedengeran. Terus kenapa tiba-tiba malah jadi olahraga begini? Kenapa gak ngaji lagi aja? Cewek tuh gak baik keluyuran sendirian jam segini. Gak takut sama hewan buas atau ketemu orang jahat apa?”

Mahira tentu saja enggan menjawab pertanyaan Andra. Mana mungkin kan dia bilang kalau hari ini adalah hari pertamanya menstruasi? Duh! Mau ditaruh di mana muka Mahira kalau mengatakan hal ini?

“Lagi gak ngaji, yah? Maksudku … datang bulan yang sering dialami perempuan.”

Ya, Tuhan!!! Kok Andra bisa menebak secara akurat begitu sih? Mahira sampai malu sendiri padahal belum menjawab ‘iya’ karena sedari tadi memilih diam saja. Bukan main salah tingkahnya Mahira. Semoga saja Andra tak menangkap perubahan di wajahnya yang mulai terasa panas ini.

“Kok ditanya malah bengong sih? Jawab dong!” desak Andra. “Keluyuran sendirian tuh bahaya. Meskipun ini pulau yang susah dijangkau orang, gak ada salahnya kan jaga-jaga diri. Kalau mau keluar kayak gini, ajak siapa kek. Jangan sendirian. Kamu tuh cewek! Yuk lanjut olahraga lagi! Kalau emang kamu gak mau ngasih tahu alasannya apa. Yang penting mulai besok, kalau mau olahraga lagi, jangan sendirian. Ajak aku aja!”

Andra sudah lari lebih dulu dengan senyuman merekah. Andra yakin kalau pernyataannya tadi pasti tak keliru melihat Mahira tak mengelak sama sekali. Diamnya perempuan itu bisa bermakna banyak. Besar di tengah laki-laki brengsek membuat Andra secara naluriah memiliki kepekaan tingkat tinggi untuk memahami perempuan. Kapan saat dia marah, merajuk, ingin diperhatian, sampai diamnya mereka sekali pun.

Tapi, ketika Andra menoleh untuk memeriksa keberadaan Mahira di belakangnya, sosok perempuan itu ternyata malah berlari berlawanan arah dengannya. Andra memijit jidatnya. Perempuan itu tampaknya memang doyan sekali kabur darinya. Andra mau tak mau berbalik arah menyusul Mahira.

“Kok malah putar balik? Udahan olahraganya? Capek?” tanya Andra setelah berhasil menyejajarkan langkah dengan Mahira. Tak sulit. Larinya perempuan itu terbilang lamban.

“Iya. Udahan.”

“Besok mau olahraga lagi?”

“Mau.”

“Jam berapa?”

“Gak tahu!”

“Sama siapa?”

“Gak tahu!”

“Jam lima aku tunggu di depan Rumah Ampa.”

“Apaan sih? Mau ngajakin aku maling, yah?” tuduh Mahira yang ditanggapi Andra dengan tawa nyaring. “Ajak si Yogi sama si Randu aja sana. Aku gak minat jadi maling bareng kamu!”

“Bukan dong, Mahira. Masa iya aku—”

Andra belum sempat menuntaskan kalimatnya karena tiba-tiba Mahira berlari kencang mendahuluinya.

“Ada apa? Larinya gak usah cepet-cepet! Santai aja, Hira!” Andra memperingati setelah berhasil menyejajarkan kembali larinya dengan lari Mahira.

“Ada yang jatuh dari dermaga!” teriak Mahira panik sambil menunjuk ke arah dermaga. Ia semakin mempercepat larinya.

Tentu saja Andra kaget mendengarnya. Ketika ia melemparkan pandangan ke arah dermaga, ia tak menemukan apa pun di sana. Tapi Mahira terus lari seolah apa yang dilihatnya itu benar. Tanpa berpikir panjang, perempuan itu bahkan terjun ke dalam laut.

“Mahira! Mahira!”

Andra sudah susah payah memberikan peringatan, namun Mahira malah semakin ke tengah laut. Hanya tinggal kepalanya saja yang tampak menyembul ke permukaan.

Andra panik antara menyusul Mahira atau meminta bantuan. Ia tak yakin dengan apa yang dikatakan oleh Mahira karena bisa saja itu hanya ilusi perempuan itu semata. Tapi, beberapa saat Andra menunggu dalam kecemasan, ia melihat Mahira tampak berenang menuju ke sisi pantai lagi.

Andra berlari hendak menghampiri Mahira. Ikut terjun ke dalam laut dan berenang menghampiri perempuan itu yang ternyata tengah kesusahan menarik tubuh seseorang yang entah siapa. Tanpa banyak bicara lagi, Andra juga ikut membantu menyeret tubuh orang asing itu ke daratan.

Napas Andra tersengal-sengal. Ia menepuk pipi seorang lelaki untuk mencoba membuatnya sadar. Jika dilihat dari wajahnya, lelaki itu tampak lebih muda darinya.

Mahira merangsek mendekati tubuh lelaki itu dengan susah payah. Ia melihat Andra sekilas yang juga sama paniknya dengan dirinya.

“Aku akan cari bantuan!” Andra menawarkan diri.

Ketika ia hendak pergi, perhatiannya teralih pada Mahira yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki itu.

“Hey! Kamu mau ngapain?” Andra spontan menarik bahu Mahira dengan kuat sampai perempuan itu tersungkur.

“Kamu apa-apaan sih?” Mahira tampak jengkel. “Aku mau ngecek pernapasan dia! Sana cepat cari bantuan!”

Andra masih belum beranjak dari sana ketika tiba-tiba Mahira kembali mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki itu. Andra berjongkok. Mahira mendekatkan telinganya ke mulut lelaki itu. Ia kemudian meletakkan dua telapak tangannya yang saling menindih di atas dada si lelaki yang baru saja ia selamatkan. Beberapa kali ia melakukan gerakan yang sama yaitu  dengan menekan bagian dada lelaki itu.

“Kok malah diem? Cepet cari bantuan, Dra!”

Andra tergagap mendapatkan peringatan dari Mahira. Ia buru-buru bangkit. Namun ketika ia menoleh lagi pada Mahira karena masih ingin melihat aksi perempuan itu, langkahnya seketika berbalik arah saat Mahira tiba-tiba saja menjepit hidung si lelaki sambil mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki tersebut. Andra tahu apa yang akan dilakukan Mahira.

“Mahira! Hentikan! Jangan menciumnya!” 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro