Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2 Kerusuhan Di Pernikahan Mantan

Mata Mahira membola. Mulutnya yang menganga lebar buru-buru ia tutup dengan tangan. Kaget bukan main melihat kelakukan Andrameda dan dua temannya. Para panitia bahu membahu membujuk tiga tamu pembuat onar itu agar turun dari panggung. Kerusuhan yang dibuat oleh mereka berhasil membuat seisi Gedung gaduh.

Setelah beberapa menit berlalu, tiga lelaki itu akhirnya mau turun juga dari panggung. Mahira pikir panitia sudah berhasil membujuk mereka untuk tak membuat rusuh. Namun, tanpa diduga, Andrameda malah berlari ke sudut ruangan. Tepatnya, tempat para pemandu acara dan pengisi hiburan berada.

Tanpa tedeng aling-aling, Andrameda berhasil merebut salah satu mik. Ia kembali menjadi pusat perhatian lagi. Berbicara tak jelas dari sana yang lagi-lagi membuat panitia kelimpungan minta ampun.

“Gue mau ngasih persembahan lagu spesial buat mantan gue untuk terakhir kalinya.”

Tak ada yang berani menghalau. Panitia kepalang malu berurusan dengan tiga lelaki itu yang  kini kompak berdiri berdampingan diiringi suara musik yang perlahan terdengar. Para tamu yang gaduh kini malah sibuk mengarahkan kamera mereka, mencoba merekan aksi tiga lelaki yang akan bernyanyi di sana.

Dua pengantin tak bisa berbuat banyak. Dua keluarga pengantin sama-sama tak bisa berkutik. Panitia apalagi. Untung saja ketiga lelaki itu ternyata mampu bernyanyi dengan baik. Kompak membawakan lagu Bertahan Terluka dari Fabio yang menjadi lagu pembuka sebelum dua lagu selanjutnya menyusul. Semua lagu yang mereka bawakan bertajuk lagu galau.

Sampai tiba-tiba, Mahira dikejutkan oleh aksi Andrameda yang tiba-tiba menghampirinya saat lagu ketiga dilantunkan. Uluran tangan lelaki itu ragu-ragu untuk ia terima awalnya. Namun pada akhirnya Mahira menurut. Tanpa membalas uluran tangan Andrameda, Mahira mengikuti langkah lelaki itu ke atas panggung. Ikut bernyanyi dengan lelaki itu.

Suasana aman terkendali. Para tamu hanyut dalam lagu yang dibawakan Andrameda, Mahira, Randu, Yogi, dan penyanyi undangan lain. Selama itu pula para tamu dipersilakan menyapa pengantin, bersalaman, sampai berfoto bersama.

“Terakhir!” Andrameda tiba-tiba berteriak lantang, tepat ketika lagu terakhir usai.

Mahira yang hendak menyerahkan mik dari tangannya ke panitia batal melakukannya. Begitu juga Randu dan Yogi.

“Gue mau ngasih pengumuman penting untuk semua yang hadir di sisi dan,” Andrameda melambai ke arah kamera yang dipegang Yogi. Live di media sosialnya masih menyala. “Untuk semua penggemar gue yang sekarang lagi nonton live ini!”

Para tamu terhasut, ikut memerhatikan Andrameda lagi.

“Gue dan …,” Andrameda tiba-tiba menggenggam tangan Mahira. Gerakannya begitu cepat sampai Mahira tak sempat menampiknya seperti tadi, “Mahira resmi pacaran.”

Mata Mahira membola. Belum sempat ia bicara, Andrameda sudah lebih dulu bicara lagi.

“Kita sebagai sepasang kekasih yang sama-sama jadi korban perselingkuhan.”

Zahra berteriak keras. Segala sesuatu yang terjangkau oleh tangannya dalam seketika itu juga terlempar ke sebarang arah. Vas bunga, peralatan kecantikan, gelas, sampai ponsel. Galang berdiri di depan pintu yang tertutup, terpaku di sana sejak tadi. Menyaksikan Zahra melampiaskan emosinya.

“Andra berengsek! Dia sudah mempermalukan aku! Cowok gila!”

Galang melangkah dengan hati-hati mendekati Zahra yang kini terduduk di bibir sofa. Tampak memijit pelipisnya.

“Sudah, Zah. Lupakan saja. Tak ada gunanya juga kamu marah-marah begini.” Galang bermaksud menenangkan. Namun Zahra justru semakin jengkel mendengar ucapan lelaki itu.

“Kamu senang dipermalukan begini, Lang?” hardik Zahra. “Jangan jadi cowok pengecut di depanku!” serbunya galak. “Kamu harusnya membela diri kita di depan dia! Kenapa malah diem aja? Huh!”

Galang diam beberapa saat. Membiarkan Zahra mengembuskan napasnya yang tersengal-sengal.

“Zah …,” Galang meraup tangan Zahra dengan hati-hati. Ia sudah siap kalau wanita itu akan menepis raupannya. Tapi untung saja tidak. “Kamu gak boleh tersulut emosi seperti ini. Kamu harus tenang. Ini juga hari pernikahan kita. Anggap saja Andra tadi hanya pengisi hiburan di pernikahan kita. Oke?”

Wajah Zahra tampak kusut. “Dia bilang kalau kamu selingkuhanku, Galang!”

“Tapi, kenyataannya gak kayak gitu, kan?” Galang menyangkal. “Mau kita menjelaskan seperti apa pun, persepsi orang terhadap kita belum tentu akan berubah. Cukup hanya kita aja yang tahu kebenaran hubungan kita itu seperti apa, Zah. Jangan pedulikan omongan orang lain!”

“Ibu sama Bapak benci sama aku gara-gara pernikahan kita. Mereka ngira kalau aku ngerebut kamu dari Mahira. Padahal nyatanya kan gak gitu!”

Galang mengangguki semua kata-kata yang terlontar dari mulut Zahra. Ketimbang melihat istrinya melampiaskan amarah dengan melempar barang seperti tadi, Galang lebih memilih mendengarkan Zahra berkeluh kesah. Ia dengan saksama mendengarkan istrinya bicara, lurus menatap wanita itu dari dekat, dan tetap menggenggam tangan Zahra selama istrinya itu bicara.

Mahira berjalan cepat sambil menjawil lengan baju Andrameda. Lelaki itu mengekori langkahnya dengan patuh. Baru berhenti ketika Mahira melepaskan jawilannya. Keduanya saat itu berada di lorong yang cukup sepi.

“Maksud kamu apa ngomong kayak gitu tadi?” serbu Mahira. Tak terima karena tiba-tiba diaku Andra sebagai sepasang kekasih.

Enak saja! Memangnya dia ini Zahra yang tega berpacaran dengan adiknya sendiri? Sekali pun sakit hati, Mahira tak pernah terpikir berbuat hal licik seperti itu. Jelas-jelas Andrameda sedang mengarang cerita yang malah ia umbar di depan publik.

“Ralat perkataanmu tadi! Luruskan semuanya! Aku tak mau kena fitnah seperti ini.” Mahira memperingai dengan tegas. Ia sampai menunjuk muka lelaki yang malah menyengir kuda tanpa rasa bersalah itu. “Kamu malah senyum? Emangnya ada yang lucu?”

Andrameda garuk-garuk kepala. Bukan salah tingkah, tapi memang gatal beneran. “Suara kamu bagus tadi. Kenapa gak jadi penyanyi aja?” Andra malah memilih mengalihkan topik pembicaraan.

“Kalau kamu tidak mau meluruskan fitnah yang sudah kamu buat sendiri, aku juga bisa menyelesaikannya!”

“Oh, yah? Kamu yakin? Dengan membuat klarifikasi macam artis-artis yang doyan pansos?”

Mahira mendelik sinis. “Memang dengan apa lagi? Daripada aku diam saja seolah membenarkan perkataanmu tadi.”

“Kenapa kamu gak ngelak aja dari tadi? Kenapa gak bikin klarifikasi langsung aja tadi pas masih live? Kenapa malah kabur? Kenapa baru sekarang mempermasalahkan hal ini yang kamu anggap fitnah?”

Dicecar tanya demikian, Mahira mati kutu. Isi kepalanya mendadak tumpul. Entah kenapa, elakan Andrameda lewat pertanyaan itu tak mampu Mahira tanggapi.

“Nikmati saja.” Andrameda tersenyum miring. “Jadi kekasihku gak akan bikin kamu rugi kok, Hira. Anggap aja ini sebagai ajang balas dendam kita pada kakak dan mantan kekasihmu itu! Biar mereka tahu kalau kita gak akan terlalu lama larut dalam kesedihan.”

“Aku bukan seorang pendendam!”

Andrameda berdecak. “Terserahlah.” Tangannya mengibas ke udara. “Ingat! Kita adalah sepasang kekasih yang jadi korban perselingkuhan! Oke?”

Mahira menatap Andrameda geram sebelum kemudian meninggalkan lelaki itu. Ia kehilangan cara untuk menyelesaikan masalahnya ini yang masih berhubungan dengan hubungan Galang dan Zahra.

Mahira ingin berhenti berurusan dengan mereka. Kalau saja bisa, Mahira tak ingin menjadi saudara Zahra untuk saat ini. Terlalu menyakitkan. Fakta yang terjadi terlalu sulit untuk Mahira hadapi.

Bagaimana ia harus berhadapan dengan Galang yang kini sudah menjadi kakak iparnya?

Melepaskan perasaan cinta pada seseorang tak semudah membalikkan telapak tangan. Melupakan, merelakan, apalagi mengikhlaskan. Sudah satu bulan berlalu sejak hubungan Zahra dan Galang terungkap, Mahira masih merasa berada di tempat yang sama.

Terluka.

Sangat.

Sampai rasanya ia tak ingin kembali hidup lagi esok hari.

 
To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro