Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19 (Bukan) Hal Spesial

"Sialan!"

Mahira tercekat mendengar umpatan Andra yang terdengar begitu lantang. Ia hendak menegur, namun Andra buru-buru menutup mulutnya dengan menunjukkan sesuatu lewat layar ponselnya.

Mata Mahira membeliak sempurna melihat apa yang ada di hadapannya.

"Ini ...."

Andra mengangkat satu jarinya, menekannya ke bibirnya sendiri. "Pelankan suaramu. Bersikaplah normal!" bisik Andra hati-hati. Ia tak mau apa yang baru saja ia tunjukkan pada Mahira menimbulkan kehebohan lain. Andra celingukan memandang sekitar seperti tengah mencari seseorang yang mencurigakan.

"Berikan ponselmu!" pinta Andra tiba-tiba.

"Buat apa sih!"

"Hapus akun media sosialmu sekarang juga kalau kamu mau masalah tentang kita selesai! Aku gak mau kamu melakukan tindakan sia-sia lagi. Gak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara membuat klarifikasi, Mahira! Ada kalanya kamu harus diam saja. Tutup mata dan telingamu!"

"Ini semua gara-gara kamu!" Mahira tetap bersikeras. Tak mau ia terus disudutkan oleh Andra. Dia kan dalang masalah ini! Kenapa harus Mahira yang menanggung akibatnya coba?

"Aku tahu! Aku sudah mengaku salah sejak tadi, kan? Masih belum puas? Kamu mau aku berbuat apa? Menyelam ke dalam laut lalu mati? Di makan ikan paus?  Atau bertekuk lutut meminta maaf sama kamu di sini? Kamu mau aku kayak gitu?"

Mahira jadi makin jengkel. Bukannya solusi yang ia dapat dari Andra, tapi malah pendapat aneh-aneh semuanya. 

"Emang setelah menghapus akun media sosialku, kamu yakin masalah kita akan selesai?"

Andra garuk-garuk kepala. Susah sekali membuat Mahira mau mendengarkan perkataannya hanya dengan sekali bicara. Perempuan itu punya tingkat keras kepala yang ada di level teratas.

Kepala Andra tampak tertunduk, beberapa saat lamanya ia sibuk menatap layar ponselnya. Mahira tentu tak tinggal diam. Tadi, Andra baru saja menunjukkan sebuah foto dirinya dan Andra yang sedang duduk di sini berdua. Dibidik dari arah samping mereka. 

Mahira celingukan, mencoba menangkap pelaku yang berani memotret dirinya dan Andra. Karena gara-gara foto itu, klarifikasi yang dibuat Mahira beberapa saat yang lalu gagal total. 

Nihil! Mahira tak bisa menemukan orang yang mencurigakan di tempat itu. Pelanggan yang datang dan pergi dari tempat itu tampak tak acuh pada mereka. Lalu, siapakah yang iseng memotret mereka tadi?

"Lihat! Selesai, kan?" 

Mahira menyipitkan dua matanya menatap layar ponsel Andra. Di sana ada sebuah postingan berisi kalimat "SAYA DAN MAHIRA SUDAH PUTUS!"

"Ini sih bukan klarifikasi namanya, Andraaa!!! Aaarrrggghhh!!!" Ubun-ubun Mahira rasanya hampir meledak. "Ini artinya kamu mengakui kalau kita ini pacaran!"

"Yang penting mereka udah tahu kalau di antara kita udah gak ada apa-apa lagi. Masalah selesai! Tamat! Itu yang mau kamu kasih tahu ke orang-orang, kan? Gak usah diungkit lagi. Kita pergi dari tempat ini sekarang juga. Tempat ini tidak aman! Ayo!"

Mahira menurut usulan Andra, padahal sebelumnya ia sudah dibuat jengkel oleh ulah Andra yang lagi-lagi menimbulkan kesalahpahaman. Klarifikasi yang dibuatnya lagi-lagi ambigu!

"Kita diantar sore kan ke pulau?" tanya Mahira yang mengekori Andra di belakangnya. Sengaja menjaga jarak. Ia tak mau kedapatan lagi tengah berduaan, berdekatan, apalagi sampai terlihat seperti orang tengah berkencan.

"Iya. Kenapa emang?"

Andra menunggu jawaban dari Mahira, tapi suara perempuan itu tak terdengar lagi. Ketika Andra menoleh, ternyata perempuan itu sudah berjalan ke arah yang berbeda dengannya. 

Setengah berlari Andra menyusul Mahira. Sadar kalau dirinya diikuti, Mahira langsung buru-buru lari. Tapi, Andra malah menyusulnya lagi dan lagi sampai Mahira kesal dibuatnya. 

"Kamu mau ngapain sih ngikutin aku terus, Andra?" bentak Mahira.

"Aku bukan mau ngikutin kamu. Justru aku mau kamu yang ngikutin aku. Ayo!"

"Ogah! Emang mau ke mana?"

Andra celingukan sambil berkaca pinggang. "Nyari makan. Barusan di kafe, kamu belum makan apa pun, kan?"

Belum sempat Mahira menyangkal pertanyaan itu, perutnya malah berbunyi cukup keras. Andra sampai menutupi mulutnya dengan tangan karena tak mau membuat Mahira malu kalau dirinya sedang menertawakan perempuan itu. Tapi tetap saja, Mahira tahu kalau dirinya tengah ditertawakan.

"Ayo! Aku juga udah lapar. Ada tempat makan enak dekat sini. Pernah coba makan ikan layur?"

Mahira menurut saja kali ini. Tak membantah seperti biasanya. "Ikan layur yang ukurannya panjang itu bukan sih? Yang sering nongol di acara makanan orang-orang Korea itu loh!"

"Dasar cewek koreaan! Emangnya ikan layur tuh cuma orang Korea aja yang punya?"

"Emang iya, kan?"

"Salah! Negara kita justru pengekspor ikan layur ke beberapa Negara asia. Pas pandemi kemarin, ikan layur dari Indonesia itu tetep bisa di ekspor ke Taiwan, China, Singapura, bahkan Korea. Kenapa coba kayak gitu?"

Mahira tentu diam saja karena tak tahu apa-apa soal ini.

"Karena pas pandemi kemarin, orang luar negeri nyari makanan yang bagus buat imunitas tubuhnya. Salah satunya yah si ikan layur ini."

Andra membawa Mahira ke sebuah Restoran. Nama Palapalove Resto menggantung di atas pintu masuknya. Kursi-kursi panjang dengan ukuran meja serupa memenuhi bagian sisi dalam Restoran, sementara di area tengah dipenuhi dengan meja persegi dan empat kursi mengelilinginya. 

Andra malah melewati tempat itu dan berjalan ke arah luar Restoran. Terdapat area makan yang berada di teras Resto, tepat menghadap pantai. Pulau Ampalove dapat kembali terlihat dari tempat itu.

"Kamu duduk di sini. Biar aku yang pesan makanannya. Dan jangan ngelakuin hal aneh lagi!" Andra sampai melotot memberikan peringatan itu pada Mahira. "Dan jangan ke mana-mana!"

Cukup lama rupanya Andra meninggalkan Mahira. Sampai Mahira pikir kalau Andra bisa saja meninggalkannya atau membohonginya. Lima belas menit sudah berlalu. Mahira merasa untuk memesan makanan tak harus membutuhkan waktu yang lama. Jadinya, ia memutuskan menyusul Andra. Kalau memang lelaki itu ternyata pergi meninggalkannya, Mahira akan memesan makanan dulu, mengisi perutnya, baru setelah itu pulang. Akan ia anggap Andra mati di telan laut dan di makan ikan paus.

Namun, betapa kagetnya Mahira ketika dirinya hendak memesan makanan, ia malah melihat Andra berada di dapur Restoran dari balik pembatas ruangan antara area dalam Restoran dan dapur. Tentu saja Mahira langsung menghampiri lelaki itu setelah meminta izin pada staf bahwa ia mengenal seseorang yang berada di dapur sana yaitu Andra.

Belum sempat Mahira mengintrogasi lelaki itu, Andra malah lebih dulu menyambutnya dengan cengiran lebar. Seolah tak merasa bersalah sudah membuat Mahira menunggu dan berpikir yang tidak-tidak.

"Makanannya bentar lagi jadi!" teriak Andra lantang. Para koki yang memasak di sisinya jadi ikut memerhatikan kedatangan Mahira.

"Siapa dia, Chef?" tanya seseorang yang berdiri di samping Andra. 

Api yang menyembul, desisan masakan yang tengah diolah, orang-orang yang lalu lalang dalam satu ruangan sempit, nyaris sama seperti suasana dapur di Restoran Ampalove. Mahira tak merasa asing berada di tempat ini. Hal yang membuatnya asing justru keberadaan Andra di tengah-tengah juru masak yang ada di Restoran ini.

Andra setengah berbisik sambil melirik Mahira dengan cengiran lebar menjawab, "calon istri. Tapi dianya masih belum mau sama saya."

Si penanya terang saja terkekeh. "Oh ... cinta bertepuk sebelah tangan rupanya."

Kalau Mahira mendengarkan percakapan itu, Andra yakin Mahira akan ngamuk lagi. Makannya dia dan si penanya bicara saling berbisik saja. 

Sementara Mahira yang tadinya hendak menggertak Andra karena bisa-bisanya membuat dia menunggu, akhirnya malah memilih berdiri di luar pintu. Menunggu lagi sampai akhirnya Andra keluar juga dengan sendirinya.

"Kamu ngapain pake masak di sana segala? Kamu kerja di sini? Sejak kapan?" sembur Mahira sambil melepas rasa dongkolnya juga. "Kalau mau resign dari pulau Ampalove, sekarang aja. Biar aku urusin surat-suratnya."

Dicecar demikian, Andra malah nyengir. "Baru ditinggal bentaran, udah ngamuk-ngamuk aja nih cewek. Kenapa? Takut ditinggalin, yah?" 

Tahu kalau dirinya tengah jadi sasaran keusilan Andra, Mahira langsung balik badan. Tapi ketika kakinya hendak melangkah ke arah pintu keluar, Andra malah menyeretnya pergi ke tempat duduk tadi. 

"Jangan ngambek! Aku pesenin sekalian masakin, Mahira."

Beberapa potong ikan di atas piring dengan warna merah terang tersaji di atas meja. Liur Mahira spontan basah. Mau pura-pura tak melihat pun sudah terlambat. Perutnya semakin berbunyi nyaring.

"Oh. Makasih."

Kening Andra saling bertaut. "Gitu doang reaksinya?"

Mahira batal menyendok potongan ikan di atas piring itu karena pertanyaan Andra. Mahira sudah lapar, tapi Andra terus saja mengajaknya bicara.

"Emang reaksinya harus kayak gimana lagi? Teriak? Salto? Joget-joget?" balas Mahira tak kalah menjengkelkannya. "Aku mau makan! Kamu masakin ini buat aku, kan?"

Mahira sudah menyendok satu potongan ikan ke piring miliknya. Ditaruh dekat semangkuk nasi hangat. Tak membutuhkan waktu lama bagi Mahira menjejalkan makanan itu ke mulutnya. 

"Iya. Aku sengaja masakin buat kamu, Hira. Gak terenyuh atau merasa makanan ini spesial gitu?" Andra pantang menyerah untuk terus menggoda wanita itu. Seru sekali mendapatkan reaksi galak, judes, jutek, dan bentakan Mahira. Membuat Andra tak pernah bosan mengganggunya.

Mahira menggeleng dengan mulut mengembung. "Makanannya enak. Kamu biasa masak di pulau dan aku sering makan masakan kamu. Apanya yang spesial coba?"

Andra batal protes lagi. Melihat Mahira menyantap makanannya dengan lahap, itu sudah menjadi jawaban kalau masakannya dapat diterima dengan baik oleh Mahira. Meski upayanya ini mungkin dinilai bukan hal spesial di mata wanita itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro