Bab 16 Pengakuan Arjuna
Selain pantai, permainan wahana air seperti jetski, cottage dengan privasi tingkat tinggi, pulau ini juga menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Bukit Ampalove.
Dari atas bukit tersebut, keindahan pulau Ampalove dari ketinggian tak kalah menakjubkan untuk dinikmati. Mahira sudah mengusulkan pada Pak Satya agar dibuatkan jalan khusus menuju bukit tersebut. Jadinya nanti siapapun dapat ke tempat itu dan menikmati pengalaman berharga lainnya di pulau Ampalove dengan mudah.
Untuk tempat tinggal para karyawan pulau Ampalove sendiri, terdapat dua buah bangunan yang difungsikan sebagai tempat tinggal para karyawan seperti yang Pak Satya pernah singgung. Mahira secara khusus memberikan nama untuk tempat tinggal tersebut dengan nama Rumah Ampa.
Letaknya agak jauh dari pantai, tapi dekat dengan bukit Ampalove. Mahira sengaja memisahkan tempat tinggal karyawan laki-laki dan perempuan. Dua bangunan itu didominasi kayu, hampir sama seperti bangunan lainnya yang berada di pulau itu. Masing-masing berlantai dua dengan teras di depannya yang bisa digunakan untuk mengobrol santai.
Mahira nyaris saja balik badan ketika ia melihat Arjuna berjalan mondar-mandir di depan Rumah Ampa sendirian. Sayangnya Arjuna lebih cepat memergoki kemunculannya. Lelaki itu bahkan melambai pada Mahira dengan senyum mengembang. Sementara Mahira harus mati-matian menahan rasa kesal karena lelaki itu tampaknya lupa pada kejadian beberapa saat yang lalu.
"Ada keperluan apa kamu ke sini?"
Mahira merasa tak perlu menunjukkan sikap ramah lagi pada tamu spesial pulau ini yang sudah bertindak kelewatan padanya. Mau wajah Arjuna sedang babak belur sekali pun, Mahira merasa tak iba sama sekali.
"Kamu marah?" tanya Arjuna sambil menyengir kuda. Tampak tak ada raur bersalah sama sekali.
Ya Tuhan ... Kenapa cowok ini harus muncul di depannya lagi dengan tampang tak berdosa?
"Mau apa kamu ke sini?" Mahira tak sedang ingin berbasa-basi.
"Mau minta maaf soal kejadian yang tadi."
"Oh. Iya."
Mahira pikir percakapan mereka sudah selesai sampai di sini. Ia berniat masuk ke dalam bangunan itu. Tapi Arjuna malah mengekorinya.
"Jadi, kalian beneran pasangan kekasih atau bukan sih?"
Pertanyaan Arjuna jelas tak perlu Mahira gubris. Sebelum insiden dirinya dikeroyok teman-teman cewek Arjuna sampai kerudungnya lepas, Mahira sudah mengakui kalau dirinya dan Andra memang bukan sepasang kekasih. Tapi, kenapa Arjuna malah mengungkitnya lagi sekarang? Maunya apa sih?
"Andra gak akan mungkin sampe segitunya kalau kalian beneran bukan sepasang kekasih loh! Dia mengakui kamu sebagai pacarnya dan aku suka reaksinya tadi yang lagi ngamuk."
Mahira spontan menoleh. Batal melepas sepatunya untuk masuk ke dalam Rumah Ampa. "Mau kamu apa sih? Kalau kedatangan kamu cuma untuk nyari masalah dengan saya, lebih baik kamu pergi. Ini sudah larut. Para karyawan sudah tertidur. Saya tak mau mengganggu jam istirahat mereka hanya karena harus bicara dengan kamu."
"Aku hanya ingin memastikan saja. Kalau memang kalian beneran bukan sepasang kekasih, ya udah. Toh itu gak akan mengubah fakta kalau Andra sepertinya tertarik pada adik mantannya."
Percakapan dengan Arjuna memang usai di detik itu. Masalah pemukulan yang terjadi tak sampai menjadi masalah besar. Tapi, perkataan terakhir Arjuna itu rupanya berhasil membuat perasaan Mahira tak tenang.
Saat Mahira mengantar kepulangan Pandawa Squad, Arjuna secara khusus mengajak Mahira bicara hanya berdua di ujung dermaga. Disaksikan oleh banyak pasang mata tentunya.
"Akan aku buktikan kata-kataku semalam." Arjuna tiba-tiba menaruh tangannya di ubun-ubun Mahira. Saat hendak menepis, Arjuna cepat-cepat menginterupsi, "tanganku tak menyentuh kepalamu, Mahira."
Benar memang. Mahira tak merasa tangan Arjuna menyentuh puncak kepalanya. Ia sempat mendongak, menyaksikan seringai lebar Arjuna.
"Diam sebentar. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Arjuna tampak begitu bersemangat.
"Mau nunjukkin apa? Awas kalau kamu berbuat kurang ajar pada saya!"
"Dalam ...," Arjuna menjeda kalimatnya, "lima detik. Andra bakalan muncul di belakang kamu. Kalau bukan negur, mungkin dia bakalan mukul kayak semalam. Tapi gak apa-apa deh! Anggap aja ini imbalan karena aku udah kurang ajar sama kamu semalam."
"Bukan cuma semalam, tapi selama kamu di sini!"
"Oh, yah?" Arjuna jadi malu sendiri. "Ya, udah. Untuk semua sikap kurang ajarku selama ini, aku mau buktiin kata-kataku semalam kalau si Andra itu tertarik sama kamu, Mahira. Sikap Andra tadi malam tuh kayak dia ada rasa deh sama kamu! Dia care, peduli, khawatir, dan gak pengen kamu kenapa-kenapa. Pernah pacaran gak sih? Masa tanda-tanda cowok suka aja kamu gak peka."
Mahira angkat bahu. "Mana? Gak usah ngaco kalau ngomong! Gak mungkin Andra suka sama cewek kayak aku. Menarik juga enggak!"
"Kamu tuh menarik, Mahira. Galak dan judes kamu tuh yang bikin cowok tertantang buat deketin, termasuk aku."
"Males banget! Gombalan kamu gak mempan!"
Mahira hampir saja menoleh kalau saja Arjuna tak cepat-cepat menekan puncak kelapanya dengan jari telunjuk. "Aku kan udah minta kamu diem aja. Cuma lima detik doang! Sabar kek jadi cewek. Aku gak akan kurang ajar sama kamu lagi. Janji! Aku juga udah minta maaf kan semalam?"
"Mana bisa saya mempercayai ucapan cowok gak punya etika seperti kamu! Beraninya cuma lawan cewek. Itu juga pake keroyokan!"
"Ya ampun, nih cewek! Kok ngomongnya bener sih?" Arjuna malah cekikan seolah perkataan Mahira barusan begitu lucu. Padahal tujuannya adalah untuk merendahkan dirinya. "Orang kaya itu bebas mau ngelakuin apapun, Mahira. Termasuk buka hijab kamu tanpa perlu repot-repot lepasin sendiri. Buat apa juga capek-capek ngelakuin sesuatu kalau aku bisa nyuruh orang lain yang ngelakuin?"
"Dasar cowok pemalas!"
"Yang penting aku kaya. Pemalas tapi miskin, itu baru masalah."
Mahira batal membalas perkataan Arjuna ketika tiba-tiba sosok Arjuna berjalan mundur karena didorong seseorang. Mahira terperangah melihat Andra sudah ada di depannya.
"Kamu gak apa-apa, kan? Dia gak ngapa-ngapain kamu, kan?" tanya Andra cepat. Ia sampai memegang dua bahu Mahira dengan raut wajah khawatir.
Mahira lagi-lagi batal bersuara ketika tiba-tiba Arjuna berdiri di antara keduanya.
"Aku bilang juga apa, Mahira. Cuma dalam lima detik!" Arjuna mengangkat telapak tangannya yang terbuka ke muka Mahira dan Andra yang menatap kebingungan. "Itu bukti perkataanku barusan. Ingat itu baik-baik! Bye!"
"Pergi lo sana! Kapal udah mau berangkat!" usir Andra sambil mendorong tubuh Arjuna menjauh. Bersamaan dengan itu, ia menarik ujung lengan baju Mahira agar berdiri di belakangnya.
Sampai Arjuna benar-benar pergi, Andra tetap berada di depan Mahira. Mahira mana mungkin bisa mengabaikan perkataan Arjuna barusan. Terlebih apa yang dikatakan cowok kurang ajar itu nyaris semuanya terbukti.
Benarkah Andra punya rasa padanya? Khawatir padanya? Tapi, kenapa? Apa alasannya?
Mana mungkin juga kan Andra jatuh cinta dengan Mahira secepat ini?
Pernikahan Zahra dan Galang saja baru terhitung beberapa hari. Luka di hati Mahira saja belum sembuh benar. Masa sih Andra dengan begitu mudahnya memalingkan hati padanya? Secepat itu?
Atau memang laki-laki punya tingkat kecepatan yang berbeda kalau soal move on?
Entahlah. Yang jelas Mahira sekarang ini sedang gamang. Perasaannya tak menentu. Antara rasa sakit akan pengalaman masa lalu yang belum sembuh, juga dengan perasaan anehnya mengenai sikap Andra padanya. Boleh dibilang, perkataan Arjuna begitu mempengaruhi pikirannya saat ini.
"Mereka tak boleh datang lagi kemari terutama si Arjuna!" Andra bersungut-sungut jengkel sambil berkaca pinggang. "Mentang-mentang anak orang kaya, mereka pikir mereka bisa bertindak semaunya? Mereka pikir semua orang begitu takluk dan tunduk pada mereka? Cih!"
Mahira hanya diam saja mendengarkan gerutuan kesal Andra yang masih memunggunginya. Ketika tiba-tiba Andra balik badan, Mahira berhasil dibuat salah tingkah. Matanya tersihir hingga hanya mampu menatap Andra.
"Si Arjuna beneran gak ngapa-ngapain kamu, kan? Barusan mau coba copotin kerudung kamu lagi?"
Mahira menggeleng spontan.
"Masa?" Arjuna tak percaya. "Dia ada ngomong sesuatu yang bikin kamu kesel?"
Mahira menggeleng lagi. Tampak seperti anak kecil yang baru ketahuan membuat masalah dan kepergok orang tuanya.
"Beneran?"
Mahira balas mengangguk kali ini.
Mata Andra menyipit. "Kalau si Arjuna berani bikin ulah lagi sama kamu, aku tak akan segan-segan memberikan dia pelajaran lagi. Dia harus tahu dengan siapa dia berhadapan."
Mahira tak bisa tenang sepanjang hari dengan gemuruh jantungnya yang terus berdetak tak karuan. Mengganggu sekali!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro