Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13 Antara Arjuna dan Andra

Randu berlari terengah-engah menuju dermaga. Pak Supri dari dek kapal melambaikan tangan sambil memanggil namanya lantang. Ketika Randu hendak melangkah mendekati kapal kembali setelah dirasa napasnya berjalan normal lagi, Citra tiba-tiba muncul di depannya.

"Mau ke mana sore-sore begini, Mas Randu?" Citra melipat dua tangan di dadanya. Kepalanya miring hingga membuat rambut sebahunya terurai ke satu sisi. "Kok lari-lari? Habis dikejar apaan?"

Randu menggeleng. Menelan salivanya dalam-dalam. Napasnya masih terengah-engah. "Aku mau ke luar pulau dulu buat nyari beberapa bahan makanan."

"Jam segini?" Citra melirik jam di tangannya sekilas.

"Ya. Untuk acara party tamu pertama kita."

"Oh ... yang baru pada dateng itu, yah?" Citra menerka-nerka. Karena tugasnya, ia jadi tahu siapa yang datang dan pergi dari pulau ini. "Orang-orang rusuh!"

Randu tersenyum kecil. "Rusuh gimana?"

"Berisik! Apalagi cewek-ceweknya. Cekikikan gak jelas kayak kuntilanak!" Citra menggelengkan kepala beberapa kali. "Temen-temennya Mas Yudistira kan, yah?"

Randu tak punya banyak waktu meladeni pertanyaan Citra. Karena ada hal yang lebih genting saat ini untuk segera ia lakukan. Ia memilih tak lagi menanggapi Citra. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti ketika perempuan malah mengikuti langkahnya.

"Mas Randu mau nyari bahan makanan apa emang sampai harus keluar pulau segala di jam segini? Pulang besok berarti?"

"Langsung pulang lagi kok."

"Emang nyari bahan makanan apaan?" Citra sampai mengulangi pertanyaan itu lagi karena Randu belum menjawab dengan jelas.

Secarik kertas kusut terulur dari Randu yang diterima oleh Citra dengan segera. Randu menunjuk beberapa tulisannya, hanya memberitahu apa-apa saja yang hendak ia cari dari sekian banyak daftar bahan makanan di sana. Citra mendengarkan dengan saksama, mengangguk juga sesekali.

"Mau aku bantuin gak Mas untuk dapetin bahan makanan ini biar Mas Randu gak perlu keluar dari pulau?"

Tawaran dari Citra tentu saja begitu menggiurkan bagi Randu. Ia tak bisa untuk tak menerima tawaran ini ketika ia sendiri pun merasa kewalahan padahal belum melakukan apa pun. "Gimana caranya?"

"Tunggu di sini sebentar. Jangan ke mana-mana!" perintah Citra yang kemudian malah lari meninggalkan Randu.

***

Sementara itu di tempat lain. Setelah menemui Andra, Mahira kini disibukkan untuk mengawasi persiapan tempat party. Tepatnya berada di belakang penginapan. Dipesan langsung oleh Yudistira yang ingin mengadakannya di luar ruangan.

Beragam dekorasi lampu-lampu cantik mengkhiasi sekitar area pesta, menjulur dari satu titik ke titik lainnya. Juga ada beberapa lampu berukuran besar di beberapa titik yang menjadi lampu utama penerangan acara pesta nanti. Di salah satu sudut, sudah ada beberapa meja panjang yang nantinya akan digunakan sebagai tempat disajikannya beragam menu makanan dan minuman. Di sudut lain, ada juga sebuah tenda putih terbuka berukuran cukup besar, di mana didalamnya sudah ada beberapa sofa dan bean bag berjejer rapi. Di tengahnya terbentang sebuah karpet yang bisa dijadikan tempat untuk lesehan juga.

Tiba-tiba saja suara keras terdengar. Mahira sampai menutup dua telinganya karena terkejut. Belum selesai keterkejutannya, suara keras yang mulanya memekakkan telinga berubah menjadi dengungan musik ala hip hop. Para staf yang masih bekerja di sana tiba-tiba berseru heboh, bahkan ada yang mulai menggoyangkan tubuhnya mengikuti alunan musik tersebut.

Salah satu dari tamu yang hadir secara dadakan barusan ternyata adalah seorang DJ. Dia begitu semringah menyadari kalau permainan musik yang tengah dimainkannya mendapatkan sambutan positif dari para staf.

Mahira tak mau ambil pusing. Ia biarkan orang itu berbuat sesuka hatinya selama para bawahannya tetap mengerjakan tugas mereka.

"Udah hampir beres nih kayaknya."

Suara tak asing itu sontak membuat Mahira sigap mencari siapa yang baru saja bicara. Sekali menoleh, ia mendapati Arjuna sudah berdiri tepat di belakangnya. Cepat-cepat Mahira menjaga jarak, tak terlalu jauh atau pun dekat demi menjaga mereka agar tak terlibat cekcok lagi seperti tadi.

"Kami akan pastikan persiapan selesai setengah jam sebelum acara dimulai, Pak."

Bibir Arjuna mengerucut tajam, Ia melirik Mahira dengan tatapan tak suka. "Berhenti panggil aku, Pak. Aku sudah bilang kan tadi, panggil aku dengan sebutan 'Tuan'!"

Mahira hanya mengangkat satu ujung bibirnya sebelum kemudian mengangguk. Lebih baik ia diam ketimbang harus cekcok lagi dengan Arjuna karena saat ini Andra tengah sibuk di dapur.

Bukan berarti Mahira tak serius dengan perkataannya kalau dia bisa menghadapi Arjuna sendiri. Tak ada salahnya kan bersikap waspada dan berjaga-jaga agar tak sampai ada konlik lain antara dirinya dan Arjuna lagi?

"Pacarmu si Andra itu pasti sedang sibuk. Bagaimana dengan menu makanan yang kami minta? Sudah kalian persiapkan, bukan? Karena kalau tidak, bisa jadi Yudistira tak akan membiarkan pulau ini dikelola lagi oleh Manager sepertimu."

Tawa kecil Arjuna berhasil menyulut rasa takut Mahira. Bukan karena Andra disebut-sebut sebagai pacarnya, tapi karena Mahira yakin senyuman licik itu adalah sebuah pertanda buruk. Belum lagi perkataan Arjuna barusan tak ubahnya seperti sebuah ultimatum.

Tapi, jangan salahkan dirinya juga dong kalau acaranya nanti tak sesuai dengan ekspektasi mereka. Salah mereka juga dong! Seenaknya saja mengundang pengunjung lain tanpa memberitahu terlebih dahulu. Meminta makanan ini lah, minuman jenis itu lah, yang tentu saja semuanya tak bisa Mahira tolak.

Dan lihat cara Arjuna tersenyum. Tampaknya dia begitu senang membuat Andra sibuk. Jika mengingat kalau dulu mereka pernah 'dekat', Mahira merasa Arjuna dan kawan-kawannya memang sengaja ingin membuat sibuk para staf di sini terutama Andra. Atau bisa jadi, ini ide Arjuna saja?

"Persiapan sudah hampir selesai." Mahira menjawab tegas. Setengah bualan tentunya.

"Sejak kapan kalian pacaran? Setelah pacar dan kakak kamu ketahuan selingkuh atau sebelumnya?" Arjuna malah memalingkan topik pembicaraan.

"Silakan tanya pada Andra." Mahira merasa ini kesempatan yang bagus untuk menggunakan Andra sebagai tameng. Jaga-jaga saja agar Arjuna tak mengganggunya lebih dari bertanya-tanya hal pribadi.

"Aku sudah lama tak bicara hal pribadi dengannya." Arjuna mendesah napas berat. "Dulu kami dekat, tapi sekarang ... sudah tak lagi."

Mahira berpikir sejenak. "Dulu Anda dekat dengan Andra?" Mahira pura-pura tak mengerti arah pembicaraan.

Arjuna mengangguk. Kali ini senyuman sinisnya berubah menjadi senyuman ramah. "Ya. Kami dulu berteman dekat sewaktu SMA. Andra tak bercerita?"

Mahira gamang harus mengakui atau mengelak saja pertanyaan ini. Rasanya serba salah jika ia menjawab keduanya.

Kalau dia mengakui, Mahira tak cukup tahu seberapa dekat Andra, Arjuna dan kawan-kawannya di Pandawa squad. Terlebih konflik internal mereka yang katanya gara-gara memperebutkan satu cewek itu seperti apa sebenarnya.

Kalau dia mengelak, Arjuna bisa curiga kalau sebenarnya ia dan Andra tak benar-benar pacaran. Itu artinya, Mahira harus siap diganggu oleh Arjuna lagi.

"Lebih baik dia gak cerita sih." Belum sempat Mahira menanggapi, Arjuna sudah lebih dulu kembali bicara. "Itu bukan cerita yang menyenangkan untuk dibagikan pada orang terdekat sekali pun."

Mahira lega. Percakapan ini tampaknya tak akan menjadi masalah jika diakhiri.

"Kalau begitu, saya permisi dulu karena saya harus memeriksa keadaan di dapur."

Tepat ketika Mahira baru maju satu langkah, tangan Arjuna tiba-tiba membentang di depannya. Sontak saja Mahira langsung melangkah mundur.

"Kalian berdua ada rencana untuk menikah?" tanya Arjuna. Rupanya ia tak ingin percakapan dengan Mahira selesai begitu saja.

"Entahlah. Kami belum membicarakan hal itu." Mahira menjawab sekenanya.

"Benarkah? Kenapa? Takut gagal menikah lagi? Atau diselingkuhi?"

"Kamu kayak wartawan gosip aja nanya-nanya hal pribadi orang lain! Segitu pentingnya kehidupanku dan Andra untuk kamu ketahui? Atau jangan-jangan, kamu salah satu admin sebuah akun gosip lagi?"

Mahira tersenyum puas melihat raut wajah Arjuna yang tampak pias. Entah malu, entah kesal. Tapi yang pasti, lelaki tak lagi berkutik. Mulutnya tak lagi bicara macam emak-emak kompleks yang sering bergosip.

Mahira melenggang pergi meninggalkan Arjuna dengan perasaan lega. Ia menang kali ini sendirian melawan Arjuna.

"Andra mungkin takut sama pernikahan, Mahira! Jadi jangan berharap lebih sama cowok itu! Cari cowok yang lain saja karena si Andra bukan cowok yang pantas jadi seorang suami."

Teriakan itu sukses membuat Mahira merasa kalah. Langkahnya terhenti seketika bersama sekelumit tanya yang mulai menerjang isi kepalanya.

"Inikah alasan Andra tak kunjung menikahi Zahra? Takut dengan pernikahan? Kenapa? Apa alasannya?" Pertanyaan ini berkecamuk di kepala Mahira seiring langkahnya yang kian menjauh. Mahira harus akui. Arjuna juga menang kali ini. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro