Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12 Tamu Tak Diundang

Sejak menerima posisi sebagai manager di tempat ini, Mahira sudah bertekad bahwa dirinya tak akan membatasi diri untuk dekat dengan siapa pun. Apalagi jika hal itu menyangkut kepentingan tempat kerjanya di pulau.

Mahira ingin menunjukkan pada semua orang bahwa hijab dan gendernya sebagai perempuan bukanlah batasan untuknya bergaul, berkarir, dan sukses. Bahkan meski Andra sempat memiliki konflik dengannya saat mereka masih di luar pulau, Mahira tahu bahwa hal itu tak bisa terus-menerus ia sangkut-pautkan dengan pekerjaan mereka di sini.

Andra adalah chef utama di pulau dan dirinya adalah manager di sini. Dua status yang tentu saja akan membuat keduanya harus saling bersinggungan, berhadapan, bahkan harus saling mendukung satu sama lain mungkin?

Mahira tahu. Apa yang dilakukan Andra barusan di depan Arjuna dengan mengakui dirinya sebagai 'ceweknya' adalah bagian dari 'dukungan' itu. Serta merta hanya saling membantu dalam pekerjaan. Sama halnya seperti rasa ingin tahu Mahira akan hubungan sebenarnya Andra dengan Pandawa squad. Ini adalah bagian dari pekerjaannya sebagai Manager. Ia harus tahu siapa tamu yang harus dilayaninya, bukan?

"Prince squad. Itu nama kelompok kami sewaktu SMA dulu. Seperti yang sudah kamu tahu, mereka itu anak orang kaya semua, termasuk juga aku waktu itu. Sampai sebuah kejadian membuat aku akhirnya memilih keluar dari kelompok mereka."

Mahira dan Andra berjalan perlahan di bawah pohon-pohon kelapa, padahal matahari di atas sana begitu terik. Keringat yang mengucur pun berhasil membuat sisian kerudung abu-abu Mahira basah. Kentara sekali. Andra sempat ingin menghentikan ceritanya, tapi ketika mendapati Mahira begitu fokus memerhatikannya bicara, Andra urung menghentikan percakapan ini.

"Kamu keluar atau dikeluarkan?" Mahira harus memastikan kalau Andra tak salah bicara.

Andra mengulangi jawabannya lagi, "Aku memilih keluar dari kelompok mereka karena suatu hal."

"Suatu hal? Apa itu?"

"Ada lah! Biasa! Konflik internal di dalam sebuah perkumpulan."

"Konflik internal dengan siapa?"

"Arjuna."

"Karena?"

"Rebutan cewek."

"Konflik biasa."

Andra tak membantah. Itu memang konflik yang benar-benar klise, dapat terjadi pada siapa pun. Masalahnya, konflik biasa ini nyatanya begitu rumit saat terjadi padanya dan Arjuna yang tergabung dalam Prince squad dulu. Mereka waktu itu masih berusia remaja. Masih labil! Tapi gara-gara masalah itu, bukan hanya keharmonisan persahabatan saja yang mulai merenggang, tapi juga merembet sampai hubungan keluarga.

"Dari sikap Arjuna barusan, menurut kamu dia tipe cowok kayak gimana?" Andra tiba-tiba melemparkan pertanyaan pada Mahira.

"Sombong, keras kepala, dan kekanak-kanakkan."

"Itu dia! Karena sifatnya itu konflik kami yang sepertinya biasa malah jadi rumit, Hira. Aku tak mau menceritakannya secara rinci karena menurutku itu tak penting. Toh cewek yang kami rebutin juga pada akhirnya bukan jadi milik siapa-siapa. Malah tuh cewek nikah sama cowok lain!"

"Seriusan?"

Andra mengangguk. "Jadi, abaikan saja si Arjuna itu. Mau dia bilang apa kek, ngancem apa kek, gak usah dianggep! Kalau dia ngelunjak lagi kayak tadi, kamu tinggal bilang aku aja."

"Gimana kalau kamunya gak muncul tiba-tiba kayak tadi? Atau aku gak bisa menghubungi kamu lewat walkie talkie? Gimana caranya agar aku bisa menghadapi dia seorang diri?"

Mahira tampaknya memang bukan wanita yang senang diperhatikan seperti perempuan lain. Sulit sekali membuat Mahira besar kepala, tinggi hati, atau sampai kegeeran. Seminggu ini, segala cara yang Andra lakukan untuk menggodai wanita itu selalu saja gagal total.

Andra angkat bahu. "Entahlah. Kalau kamu memang mau menghadapi dia sendiri, hadapi saja sana!"

***

"Mahira gak bakalan bisa ditaklukkin si Arjuna!"

"Gue setuju!" Yogi sependapat dengan Randu. "Gombalan rayuan maut sampai wajah tampan lo aja gak mampu tuh buat bikin si Mahira terpikat. Tuh cewek punya tameng hati yang kokoh!"

"Bukan hati yang kokoh, tapi trauma gara-gara dikhianati pacar sama kakaknya sendiri." Andra mencoba memberikan alasan kenapa Mahira begitu sulit untuk ditaklukkan. Dari pada ia harus diremehkan oleh dua sahabatnya yang menganggap dirinya gagal meluluhkan Mahira, meski itulah faktanya. "Makannya, dia sok jual mahal!"

Tiga cowok itu duduk bersisian di atas sebuah kursi rotan, menyesap rokok nyaris bersamaan. Memandangi bukit yang berada tepat di belakang dapur sudah menjadi rutinitas mereka seminggu ini. Tiga gelas kopi yang ditaruh di atas meja sudah tak bersisa.

"Tapi kalau denger cerita lo barusan, kok gue malah ngerasa kalau si Arjuna bakal makin gencar gangguin si Mahira." Randu tiba-tiba meralat perkataannya. "Gimana kalau si Mahira berhasil ditaklukkin si Arjuna, Dra?""

"Hush!" Yogi menyikut Randu. "Lo kalau ngomong jangan asal dong! Mahira bukan cewek gampangan. Dia gak mungkin tergoda sama bujuk rayu si Arjuna."

"Maksud gue," Randu hendak meluruskan kesalahpahaman Yogi, "gimana kalau si Arjuna pake cara itu!" sambungnya penuh nada penekanan.

Yogi terkesiap. Seketika paham ke mana arah pembicaraan Randu. "Maksud lo nidurin si Mahira? Gila lo!"

"Bisa jadi kan tuh cowok senekat itu kayak waktu dulu?" tanyanya pada Andra yang masih diam saja. Tampak serius menghisap puntung rokok yang hampir habis.

Andra tak menanggapi meski pendapat Randu cukup mengusiknya juga. Bukan karena perkataan Randu sebenarnya, tapi sejak pertengkaran kecilnya dengan Arjuna tadi di cottage. Tatapan dan seringai lelaki itu mampu Andra kenali. Ia tahu makna apa yang ada dibaliknya.

Suara derit pintu mengalihkan perhatian tiga lelaki itu. Mereka sama-sama menoleh ke arah pintu belakang dapur yang perlahan terbuka. Wajah Mahira menyembul dari sana.

"Ada masalah!" ujar Mahira dengan wajah serius.

Tak perlu membuang waktu banyak, Andra sudah melempar puntung rokoknya dan menghampiri Mahira. "Masalah apa?"

Mahira berkaca pinggang, mengusap wajahnya, lalu membuang napas berat. "Anak-anak Pandawa Squad itu ngundang banyak orang ke sini buat party nanti malam katanya.. Baru aja dateng!"

Yogi dan Randu juga ikut-ikutan bangkit dari tempat duduk mereka. "Serius?" tanya mereka nyaris bersamaan.

"Berapa orang?" tanya Yogi cepat.

"Cewek atau cowok?" Randu juga ikut bertanya.

"Dua-duanya. Sekitar sepuluh orang. Cewek delapan, cowok dua." Wajah Mahira semakin semrawut.

"Itu artinya kita harus menyediakan porsi makan tambahan." Andra berpikir cepat.

Mahira menggelengkan kepala sambil menyerahkan secarik kertas pada Andra. "Dan mereka mau menu ini ada di party nanti."

Andra mengambilnya, membacanya sekilas, lalu meremas lembaran kertas itu dengan kuat. "Sialan! Harusnya mereka bilang ini sejak awal! Sekarang sudah hampir malam. Mereka ingin kita keluar pulau di jam kayak gini nyari bahan yang gak ada di sini? Ish!"

Andra meninju dinding bangunan sekuat tenaga sampai membuat Mahira terperanjat. Yogi dan Randu juga ikut menggerutu kesal. Kemunculan para tamu tak diundang jelas bukan perkara remeh bagi staf di dapur. Apalagi jika bahan makanan yang tersedia begitu terbatas.

"Coba lihat!" Randu merebut kertas itu dari genggaman Andra. Setelah membacanya sekilas, ia malah tersenyum lebar. "Biar gue cari bahan yang gak ada di dapur, Dra."

"Lo mau keluar pulau jam segini?" Andra tak setuju dengan usulan Randu.

Randu mengangguk. "Terus mau gimana lagi? Nolak permintaan mereka gitu? Emang bisa?"

Andra tak bisa mengelak.

"Gue usahain pulang tepat waktu." Randu langsung lari meninggalkan tempat.

Andra dan Yogi pun tak tinggal diam. Mereka segera kembali ke dalam dapur yang disambut raut wajah lelah staf dapur yang lain. Seolah mengerti bahwa pekerjaan mereka belum benar-benar selesai. Malah bisa jadi, semakin sulit.

"Perhatian semua!" Andra berkaca pinggang dengan bahu sedikit dibusungkan. Matanya menatap satu per satu bawahannya dengan tatapan serius. "Ada tambahan menu makanan yang harus kita persiapkan. Dengarkan arahan saya baik-baik. Mengerti?"

"Yes, Chef!"

"Yogi!"

Andra memanggil satu per satu nama bawahannya beserta tugas apa yang harus mereka kerjakan. Dengan sangat detail. Suasana dapur yang tadinya lengang kembali sibuk, bising, dan gaduh.

Mahira berdiri di samping Andra yang sudah selesai memberikan tugas baru pada bawahannya. Wajahnya masih tampak kusut. Tak nyaman rasanya mengganggu orang yang hendak beristirahat malah terpaksa harus bekerja kembali.

Mahira ingat wajah-wajah bawahan Andra yang tersenyum menyambut kedatangannya beberapa menit yang lalu. Ada dari mereka yang bahkan menggodanya dengan menyeret nama Andra. Kalau hal itu membuat hubungannya dengan staf pulau Ampalove semakin erat, Mahira tak keberatan jika harus digoda demikian.

"Semua akan baik-baik saja, Hira."

Mahira menoleh pada Andra. Lelaki itu melemparkan senyum lebar seolah pekerjaan dadakan yang harus dilakukannya bukan masalah besar. Sayangnya, senyuman Andra bukanlah obat jitu untuk menepis kecemasan di benak Mahira.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro