Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 113 Bukan Kencan Biasa

Jantung Mahira sudah tak karuan semenjak keluar dari Rumah Ampa. Matanya menatap pantulan cahaya yang tak biasa dari arah belakang restoran. Biasanya tempat itu hanya diterangi satu cahaya lampu saja, tapi kali ini tampak berbeda. 

Mahira berjalan dengan sangat hati-hati ke arah sana. Irama jantungnya semakin tak karuan ketika ia melihat sosok Andra tengah berdiri dan melambaikan tangan padanya dari area belakang restoran itu. Berkat pantulan cahaya itu, Mahira dapat menangkap sosok Andra berbalut kemeja bercorak batik dengan apron hitam di luarnya.

Ketika jarak Mahira dan Andra tersisa beberapa meter lagi, lelaki itu malah mengulurkan satu tangannya. Mahira terdiam sejenak. Berpikir cukup lama sambil menatap uluran tangan Andra yang menengadah di depannya lalu menggeleng.

“Bahaya, Dra! Aku gak mau pegang tangan kamu lagi.”

Kening Andra bertaut. Dua ujung bibirnya terangkat nyaris bersamaan. “Emang bahayanya apa? Perasaan tadi siang kamu gak kenapa-kenapa tuh sama aku dipegang tangannya juga?”

Mana mungkin juga Mahira mengaku kalau jantungnya nyaris copot tadi waktu Andra menggenggam tangannya dan menyeretnya. 

“Udahlah! Jadi masak gak nih?” 

Mahira mengalihkan topik pembicaraan. Ternyata sulit sekali berkata jujur tentang perasaannya di depan Andra. Malu! Ia mati-matian menahan diri untuk tak berteriak kegirangan. Hanya mengumbar seulas senyum tipis, meski maunya tergelak keras sekali. Kalau bisa, sampai satu pulau tahu bahwa dia saat ini sedang merasa bahagia sekali.

Andra menarik tangannya yang terulur tadi, lalu menyelipkannya di balik apron. “Oke. Kamu duduk aja liatin aku masak.”

“Emang rencananya gitu kok! Aku gak mau bantuin kamu masak lagi. Trauma!” sela Mahira cepat yang ditingkahi Andra dengan gelak tawa.

Lelaki itu berjalan lebih dulu memasuki area restoran dari arah belakang. Mahira baru ikut menyusul setelahnya dengan mendapati ruang dapur itu sudah rapi. Tak ada siapapun di sana kecuali mereka berdua. 

Hal ini menyeret Mahira akan ingatan masa lalunya dengan Andra yang tak jarang memang dihabiskan di tempat ini atau di belakang restoran sambil menyantap makanan bersama dengan rekan kerja yang lain. Mahira juga sering kali melihat betapa repotnya Andra saat bekerja di dapur. Berteriak lantang sekali saat memberikan perintah pada rekan kerjanya. Tak jarang marah-marah sampai membentak karyawan yang teledor.

Sayangnya, pemandangan itu sudah tak lagi Mahira lihat sebulan ini. Tepatnya setelah Andra mengundurkan diri dari pulau. Berkunjung ke dapur untuk memantau Randu dan kawan-kawannya hanya Mahira lakukan sekali dalam seminggu. Malas rasanya keluar dari Ruang Kerja Ampa untuk melakukan inspeksi dadakan. Jadinya Mahira lebih sering berjibaku di depan layar komputer akhir-akhir ini.

“Hari ini aku mau masakin kamu seafood claypot lagi. Yang dulu malah dihabisin si Randu sama si Yogi, Ra,” terang Andra menjelaskan.

Mahira tak menggubris. Ia malah celingukan memandang sekitar seolah mencari sesuatu.

“Nyari apaan?” tanya Andra yang sudah siap dengan pisau di tangan.

“Gak ada kursi, yah?” Mahira balik bertanya. “Aku kan gak ikut masak. Masa iya berdiri doang liatin kamu, Dra? Aku ambil kursi yang di depan aja deh.”

Mahira sudah siap berjalan ke arah pintu menuju area depan Restoran ketika tiba-tiba Andra malah menariknya ke salah satu sudut dapur. Tepatnya meja yang biasa digunakan untuk menyajikan makanan yang siap dihidangkan ke pelanggan yang biasanya akan diperiksa terlebih dahulu oleh kepala Chef.

“Duduk di sini,” kata Andra sambil menepuk alas meja itu, “atau mau aku angkat tubuh kamu dan dudukin kamu di sini?” sambungnya dengan seringai tipis terurai.

Mahira kontan saja langsung menaruh dua telapak tangannya di atas meja, sebelum kemudian menekannya erat hingga tubuhnya spontan terangkat dan akhirnya dapat duduk di atasnya. “Sudah. Aku bisa duduk sendiri kok. Sana masak!” usir Mahira kemudian sampai-sampai mendorong tubuh Andra yang dirasa jaraknya terlalu dekat dengannya. Sampai membuat Mahira mampu menghidu aroma wangi dari tubuh lelaki itu.

Ya Tuhan!

“Kenapa sih? Kok kayak yang anti banget dideketin? Tadi siang enggak tuh!” goda Andra.

Mahira malu bukan main karena Andra malah menyinggung hal itu lagi. “Gimana kerjaan kamu sekarang? Seneng udah jadi chef terkenal?” Ia memilih mengalihkan topik lagi. Demi mengamankan rasa malunya akan tak semakin bertumpuk kalau terus membahas kejadian tadi siang.

Andra tersenyum sebentar sebelum mengambil seekor cumi dari dalam wadah. Dengan cekatan ia membelah, menarik, dan memotong-motong bagian luar hewan itu.

“Udah terkenal sejak dulu kok, jadi biasa aja.” Andra masih meladeni Mahira. Hal itu tak membuat konsentrasinya dalam memasak terganggu. Justru ia sangat senang bisa berbincang begini dengan perempuan itu. Membuat ia jadi ingat kebersamaan mereka dulu.

“Terkenal karena diselingkuhi maksudnya?” timpal Mahira lagi. Ia memainkan dua kakinya yang menjuntai ke bawah demi mengusir rasa grogi. 

Andra terkekeh. “Itu maksudku. Dan … terkenal karena nikung adik mantan yang selingkuh.”

Raut wajah Mahira langsung meredup. “Di mata orang, aku juga dikenal jadi cewek yang ngerebut pacar dari mantan kakaknya sendiri.”

“Sorry. Itu salahku, Hira.” Andra menatap Mahira dari kejauhan cukup lama. Sengaja menghentikan kesibukannya tadi. “Kamu berhak buat gak maafin aku karena kesalahan waktu itu.”

Mahira tersenyum miring. “Udah lewat ini kok. Efeknya juga udah dirasain, Dra. Telat! Gak bisa diulang lagi juga.”

“Aku bakal tanggung jawab kok,” kata Andra tegas. Meyakinkan sekali.

“Dengan cara apa?” tantang Mahira.

“Nikahin kamu.”

Mahira membuang napas berat. Berpaling dari Andra sebentar. “Emang seyakin apa sih kamu mau nikahin aku?”

Andra berbalik badan sambil membawa wadah berisi beras yang hendak ia cuci. Ia tak langsung menanggapi pertanyaan itu. Mahira yang benar-benar menunggu jawaban itu mendadak merasa gelisah karena diamnya Andra. Ia merasa menyesal sekali karena telah melontarkan pertanyaan tadi.

Beberapa menit lamanya keheningan menyeruak. Tak ada yang berbicara satu patah kata pun. Andra membelakangi, Mahira menatap punggung lelaki itu dengan sengit. Harap-harap cemas mendengar tanggapannya.

Sampai beberapa menit kemudian Andra balik badan dengan senyuman mengembang. Mahira sedikit lega melihatnya. Kecemasannya sedikit berkurang sekarang.

“Aku harus ngeyakinin kamu dengan cara gimana lagi kalau aku emang yakin mau nikahin kamu, Hira?” Andra membalas tatapan Mahira tak kalah sengit. “Kamu perlu bukti seperti apa? Sebuah perjanjian tertulis dan bermaterai? Atau aku langsung lamar kamu ke rumah?”

Mahira menarik napas panjang perlahan. Matanya dan mata Andra yang kini saling bersirobok yang berhasil membuat sekujur tubuhnya terkunci dan tak bisa bergerak sama sekali. Untung saja Mahira masih bisa berpikir dan merasakan detak jantungnya sendiri. Tak benar-benar tak bisa bergerak.

“Menurutmu? Cara macam apa yang bisa ngeyakinin aku kalau kamu emang serius dan yakin mau nikahin aku, Dra?” Mahira malah melemparkan tanya balik.

Andra membuang muka dengan raut wajah tampak tegang. “Itu yang sedang aku pikirkan sekarang. Bagaimana caranya aku buat ngeyakinin kamu kalau aku emang yakin mau nikahin kamu.”

“Mikir terus, bertindak enggak. Gitu maksud kamu?” sinis Mahira.

Andra mencebik. “Kapan aku gak bertindak, Hira? Kamu lupa berapa kali aku nembak kamu tapi kamu tolak semua? Menurut kamu itu bukan tindakan nyata kalau aku ini serius ke kamu?”

Andra merasa seperti tak berarti sekarang. Bisa-bisanya Mahira menganggapnya tak bertindak? Padahal usahanya sudah sejauh itu. Benar-benar perempuan berhati batu!

“Itu kan beberapa bulan ke belakang, Dra. Sekarang beda lagi.” Mahira tak ambil pusing sepertinya. Malah senang sekali menyudutkan Andra.

Andra tersenyum miring. “Maksud kamu, ajakan kencanku malam ini bukan termasuk tindakan nyata kalau aku serius sama kamu?”

Andra tiba-tiba berjalan menghampiri Mahira. Ia sampai menaruh dua tangannya di dua sisi tubuh perempuan itu dengan tepat berada di depannya. Spontan saja Mahira menarik tubuhnya sendiri ketika jarak wajahnya dan wajah Andra terasa terlalu dekat. 

“Aku ngajakin kamu kencan, Hira. Bukan ngajakin kamu ngeronda. Kamu paham gak sih maksud dari kencan itu apa?” Andra sampai melotot saat melemparkan tanya itu. “Kencan itu artinya berduaan dengan orang yang disayang! Aku itu sayang sama kamu. Ngerti, kan?”

Mahira menarik napasnya dalam-dalam pelan sekali. Matanya lurus menatap Andra yang terasa semakin mendekatkan wajah ke arahnya. Dekat sekali. Sampai akhirnya Mahira memilih menutup matanya rapat-rapat.

Gelap!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro