Bab 2a
"Kamu cantik sekali."
Seorang laki-laki setengah baya berusaha merayunya, dengan jemari berusaha menggerayangi tubuhnya. Membawa nampan di tangan, Erica berkelit dengan gesit. "Saya pakai topeng, mana kelihatan wajah?"
Laki-laki itu menepuk dada. "Mata batin, aku bisa melihat betapa sexy dan cantik kamu. Gimana setelah ini kita pergi ke tempat lain?"
"Sorry, bakalan kerja sampai pagi. Terima kasih."
Erica meninggalkan laki-laki itu dan terus berkeliling untuk mencari seseorang yang dikenalnya tapi tidak kunjung ditemuinya. Padahal ia sudah mempersiapkan mental untuk datang kemari. Apakah Jared ada kendala hingga tidak bisa datang? Apakah laki-laki itu akhirnya menyerah dan membatalkan semuanya? Bagi Erica tidak masalah kalau batal dan tetap jadi waitress, akan menerima gaji standar. Tapi, yang dipikirkannya adalah kalau ada orang lain yang datang menggantikan Jared, maka mampuslah dia nanti. Bagaimana kalau laki-laki itu ternyata tua bangka dan penyakitan? Bagaimana pula kalau ternyata punya sikap kasar dan suka melakukan tindak kekerasan? Berbagai pikiran buruk muncul dalam benak Erica dan mencoba menepiskan dengan bekerja.
Ia sedang mengisi ulang minuman saat pesan dari Niki masuk.
"Malam Minggu kemana lo? Tumben diam aja?"
Ia membalas cepat. "Ada kerjaan."
"Oh, pantesan aja diem. Padahal gue pikir mau ngajak lo makan."
"Tadinya juga niat gitu tapi ada kerjaan. Mana utang bokap makin banyak, mau nggak mau jadi kerja."
"Cup-cup-cup, Erica yang hebat dan cantik, semoga selalu kuat, ye. Kalau longgar, datang ke rumah. Gue sama Ibu mau diskusi masalah souvenir pernikahan."
Erica menjawab cepat sambil tersenyum. "Oke."
Yang akan menikah adalah Niki, tapi dirinya ikut merasa bahagia. Niki yang sudah mengalami begitu banyak penderitaan, berhak untuk bahagia. Bersyukur bisa bersama Neil yang kaya dan perhatian. Hubungan mereka berjalan tidak mulus, harus berpisah sebelum akhirnya bersama. Bagi Niki, Neil adalah cinta sekaligus kekasih pertama dan mereka kini bisa bersama. Erica pun mengharapkan hal yang sama, jatuh cinta dengan satu laki-laki untuk satu dan selamanya. Entahlah kapan ia bisa merasakan itu. Rasanya mustahil mengingat jalan hidupnya yang tidak pernah mulus.
Manajer pesta memintanya berkumpul. Erica bergegas pergi ke ruang belakang. Ada sekitar 10 orang bersamanya. Manajer itu adalah laki-laki berambut hijau dengan tubuh gempal. Memakai jubah lebar dengan anting-anting bulat tersemat di telinga kanan.
"Selamat datang di pesta pribadi ini dan kalian adalah orang-orang terpilih. Aku akan absen dulu satu per satu."
Si manajer menyebutkan nama satu per satu, mendekati gadis yang dipanggil dan memeriksa seluruh tubuh dari mulai rambut, pakaian, serta aroma tubuh.
"Parfummu terlalu kuat, nanti mandi sebentar dan dandan dari awal."
"Kamu, kenapa ada bau tubuh? Ganti deodorant."
"Rambutmu lepek, ditata ulang ntar."
"Erica?" Manajer itu berhenti tepat di depannya, mengendus tubuhnya, mengangkat tangan, dagu, lalu rambutnya dan mengangguk. "Perfect. Aku suka kulitmu, sehat sekali."
Erica menghela napas panjang setelah lolos dari penilaian. Si manajer menunjuk jajaran minuman di dalam gelas.
"Kalian sudah tahu bukan kalau salah satu syarat sebagai gadis yang menemani tamu adalah minum sampanye? Sekarang, yang sudah lolos pemeriksaan aku minta mengambil satu gelas dan meneguknya hingga tandas."
Ada empat orang yang mendapatkan nilai sempurna, mereka mendekati meja. Masing-masing mengambil satu gelas dan meminumnya. Erica sedikit mengernyit saat tekstur sampanye yang manis, asam, dan bercitarasa alkohol yang kuat membuatnya hampir tersedak. Meski begitu ia tetap minum hingga habis dan berdiri tegak di tempatnya semula.
"Kalian akan dibawa ke tempat para tamu oleh orang-orangku. Nama tamu ada di dalam undangan itu. Yang pertama kalian lakukan adalah menghibur dan merayu tamu lebih dulu. Gimana caranya? Lakukan semua hal yang kalian bisa dari mulai menari, bernyanyi, atau kalau tamu suka permainan tertentu, kalian harus siap. Mengerti semua?"
Erica menganggu. "Mengerti!"
"Good! Jalan sekarang! Para tamu sudah menunggu!"
Erica menerima amplop kecil warna keemasan, mengikuti langkah pelayan berseragam hotel. Ia membuka amplop dan tersenyum saat membaca nama yang tersemat di sana.
"Jared Ajinegara. Akhirnya kita ketemu juga, Jared," gumamnya saat memasuki lift. Ia tidak mengerti alasan Jared memesan gadis panggilan. Itu juga bukan urusannya tapi bercinta sekaligus mendapatkan uang dari laki-laki yang disukainya, terdengar sangat menggoda.
Lift berhenti di lantai 15 dan pelayan itu memimpin langkahnya menyusuri lorong berkarpet tebal. Suasana sangat sunyi, tidak ada orang berlalu lalang. Rupanya ini adalah area suit yang memang sangat menjaga privacy. Untuk sesaat kepala Erica terasa berat dengan pandangan mengabur. Bukankah ia hanya minum satu gelas saja, kenapa mendadak jadi pening. Lebih dari itu, ada sesuatu yang seolah bergolak dalam tubuhnya. Rasa panas yang membakar dari dada dan menjalar ke ujung kaki sampai rambut. Ia menggigit bibir, menahan hasrat aneh yang menyelimuti tubuhnya.
Pelayan yang mengantar berhenti di kamar 1507, membunyikan bel dan pintu membuka. Tangan terulur dari dalam untuk memberikan amplop yang diterima si pelayan.
"Terima kasih, Tuan. Selama menikmati liburan Anda."
Pelayan memberi tanda Erica untuk masuk. Masih memakai topeng dan pakaian pelayan, Erica melewati pintu dan berdiri di depan kamar hotel yang sangat luas. Laki-laki yang memesan kamar ini sedang minum sesuatu dan berdiri membelakanginya, Erica tersenyum. Meletakkan tas dan jasnya begitu saja di lantai ia mendekati laki-laki itu.
"Jared, akhirnya kita ketemu di sini. Bagaimana, Sayang? Mau aku menari atau bernyanyi untukmu?" Erica bertanya dengan suara mendesah. Ia meliukkan tubuh, menahan hasrat yang sulit untuk digambarkan. Tidak biasanya merasa seperti ini dan yang diinginkannya laki-laki di seberang kamar memeluk dan menciumnya.
Ia terus mendekati laki-laki itu, mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu dan saat laki-laki itu membalikkan tubuh, keterkejutan terlintas di wajah keduanya.
"Bu-kan Jared?" gumam Erica.
Laki-laki itu memiringkan kepala. "Sepertinya aku mengenalmu."
Suaranya yang dalam dan tegas seolah membius Erica. Dalam keadaan biasa, bertemu dengan Jayde akan membuatnya takut tapi saat ini seluruh keberanian keluar dan mengalahkan rasa lain, baik takut maupun malu.
"Pak Jayde ternyata, apa kabar, Paak?" Erica menggeliat, mulai membuka kancing satu per satu. Kamar ini membuatnya kegerahan.
"Kamu mengharapkan Jared?" tanya Jayde.
"Ehm, sesuai nama di amplop."
Mata Jayde menggelap saat melihat bar yang menyembul dari balik atas Erica yang terbuka. Gadis itu membuka topeng dan tersenyum manis padanya. Dadanya berdesir tidak karuan, seolah ada sesuatu yang mendorongnya untuk mendekati Erica. Gadis itu pun melakukan hal yang sama. Mengelilinginya sambil meliukan tubuh dan menempel di paha maupun pinggulnya.
"Aku nggak bisa nari, Pak," ujar Erica dengan suara serak.
"Nggak ada yang minta kamu buat nari."
"Tapi, mereka bilang harus nari buat ngerayu."
"Bagaimana kalau kita minum?"
"Ide bagus, aku haus dan gerah."
Jayde juga merasakan hal yang sama, merasa haus sekaligus gerah. Ia menuang sampanye ke dalam dua gelas dan memberikan satu gelas pada Erica. Gadis itu menyambar lalu meneguk cepat hingga sedikit tumpah dan membasi leher serta dadanya.
"Ups, tumpah," ujar Erica sambil terkikik. Saat hendak menyambar tisu untuk membersihkan, Jayde menghentikan tangannya.
"Jangan pakai tisu, aku saja yang bersihkan."
"Oh, gimana caranya, Pak?"
Jayde meletakkan gelas di atas meja, menarik gadis itu mendekat lalu mengangkat gadis itu ke atas nakas dekat jendela. Ia membungkuk untuk mengecup dan menjilat leher serta dada Erica. Seketika terdengar erangan panjang dan penuh gairah dari bibir Erica. Jayde meneruskan aksinya dengan membuka pakaian Erica hingga ke pinggang, lalu bra dan menunduk di atas dada yang membusung.
.
.
Di Karyakarsa cerita panas ini update bab 5-8.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro