I Love My Brother ( 2 )
2 Tahun Kemudian
Kamar Sailub
Sailub Pov
Sudah dua tahun berlalu sejak aku berlatih untuk membuat assignment untuk aku kirim ke Harvard University untuk melanjutkan study S2 ku disana.
Satu bulan yang lalu aku akhirnya mencoba untuk mengaply assignment itu ketika aku melihat Harvard University sedang membuka pendaftaran untuk mahasiswa baru. Aku tidak tahu apakah keinginanku akan tercapai atau tidak karena ada banyak pesaing yang ingin masuk ke University bergensi dan terkenal di Amerika itu tentunya.
Jadi.. Hari ini adalah hari pengumuman dan penentuan apakah aku akan di terima atau tidak di Harvard University untuk melanjutkan S2-ku.
Aku sangat ingin berkuliah di Amerika dan mengambil S2 Manajement Bisnis. Hal ini merupakan sebagai bekalku sebelum aku harus melanjutkan bisnis Daddy ketika Daddy akan pensiun nanti.
Sebelum aku meng-aply assignment ini, aku sudah mengutarakan dan membicarakan keinginanku itu kepada Daddy dan Mommy.
Tentu saja, awal-awal Mommy merasa keberatan karena Harvard University terlalu jauh dari Thailand dan Mom tidak bisa terus setiap hari menemuiku. Tetapi.. aku dan Dad terus meyakinkan dan menjelaskan kepada Mom mengapa aku mau berkuliah disana. Pada akhirnya.. Mommy setuju juga dan mengizinkan aku berkuliah di Harvard University jika aku di terima.
Aku merasa senang saat kedua orang tuaku sudah menyetujui dan mau mendukung cita-citaku ini. 😊
Tetapi.. masih ada satu orang lagi di keluarga ini yang belum tahu tentang hal ini. Selama ini, aku belum berani mengatakan keinginanku ini kepada Nong kesayanganku Pon. Hal ini karena aku tahu jika aku mengatakannya maka Pon akan bersedih dan tidak rela aku pergi jauh darinya. 🙁
Yeah.. Selama 22 tahun ini, kami memang tidak pernah terpisahkan dan selalu kemana-mana bersama-sama. Pon sangat manja dan bergantung kepadaku, tetapi aku tidak ingin dia terus seperti itu. Pon saat ini sudah berusia 17 tahun dan dia harus belajar untuk mandiri karena tidak selamanya aku akan terus bersama-sama dengannya. Makanya dengan berat hati aku mengambil keputusan ini tanpa memberitahukan kepadanya dulu.
Maafkan Phi na Pon.. 🥺
Aku hanya bisa mengatakan itu di dalam hatiku sambil memandangi laptopku dengan pandangan kosong.
Di depan layar laptopku sudah tertulis bahwa aku di terima untuk berkuliah S2 di Harvard University dengan jurusan yang aku mau. Itu artinya 6 bulan lagi aku harus pergi dan menetap di Amerika untuk berkuliah. Mungkin sebelum aku benar-benar menetap disana, aku dan Dad harus bolak balik beberapa kali untuk mengurus semuanya disana.
Lalu bagaimana cara aku menyampaikan hal ini kepada Pon? Membuat dia bisa merelakan aku belajar di Amerika selama 5 atau 6 tahun kedepan?
Saat aku sedang merenungkan dan memikirkan bagaimana cara menyampaikan hal ini kepada Pon.
Tok.. Tok.. Tok..
Clek!
Aku mendengar suara pintu kamarku diketuk dan terbuka, aku lalu segera mengalihkan pandanganku dari laptop ke arah pintu kamarku. Aku melihat Mom dan Dad berjalan masuk ke dalam kamarku.
Aku lalu segera tersenyum kepada mereka.😊
“Oh.. Mom.. Dad.. Hm.. Dimana Pon?”
Aku bertanya kepada Mom dan Dad ketika aku tidak melihat Nong kesayanganku itu.
“Pon baru pulang sekolah dan sekarang dia sedang mandi.. Mom sudah mengatakan kepadanya bahwa setelah selesai mandi, dia harus datang ke kamarmu..”
“Oh..”
Aku mengatakan itu dan kembali memandang laptopku dengan kepala tertunduk. 😔
“Sai.. Bagaimana hasilnya?”
Aku mendengar Mom bertanya dan mereka berjalan untuk menghampiriku.
“Aku di terima Mom.. Dad..”
“Congratulations Luk.. Mom bangga kepadamu..”
Mom mengusap kepalaku dan mencium keningku. Dad menepuk pundakku dan tersenyum.
“Congrats Sai.. Lalu apakah kamu sudah siap mengatakan ini kepada Pon?”
Daddy bertanya kepadaku dan aku menggelengkan kepalaku.
“Entahlah Dad.. Sai bingung bagaimana caranya menyampaikan hal ini..”
“Ini pasti berita yang sangat tidak menyenangkan untuk Pon, apalagi dia tidak pernah jauh darimu dan selalu lengket denganmu selama ini. Mom merasa pasti dia akan sangat marah, menangis dan terkejut saat kamu mengatakan akan pergi berkuliah lagi S2 di Amerika dan bukan disini..”
“Iya Mom.. Sai juga berpikir begitu dan Pon pasti akan menangis dengan sedihnya..”
Aku mengatakan itu sambil memegang tangan Mommy lalu menatap ke arah Mom dan Dad.
“Meskipun semua ini berat, Daddy berharap Pon bisa menerima keputusan mu seperti kami..”
Daddy mengatakan itu sambil tersenyum dan menepuk pundakku lagi. 😊
“Aku juga berharap seperti itu Dad..”
“Kamu sudah siap untuk menenangkan Pon jika dia marah dan menangis Sai?”
Mommy kembali bertanya kepadaku.
“Sai harus siap Mom.. Bukankah ini konsekuensi dari pilihanku sendiri..”
“Ah.. Anak Mommy sudah besar sekarang.. Cepat sekali waktu berlalu, setelah kamu selesai S2.. maka sebentar lagi Mom dan Dad pasti harus melepasmu untuk menikah dengan gadis impianmu..”
“Hahah.. Mom, itu masih lama. Sai belum juga masuk kuliah S2 dan kemungkinan Sai juga ingin mengambil S3 disana, benarkan Sai?”
Daddy mengatakan itu kepada Mommy dan bertanya kepadaku.
“Entahlah Dad, Sai belum berpikir sampai disana.. Jika S2 ini Sai mendapatkan nilai yang baik, mungkin Sai akan mempertimbangkannya..”
Aku mengatakan itu dan melihat Mom dan Dad menganggukkan kepala mereka. Saat kami sedang bercakap-cakap, kami mendengar suara pintu kamarku di ketuk.
Tok.. Tok.. Tok..
Itu pasti Pon..
Aku mengatakan itu di dalam hatiku dan menatap Mom dan Dad.. Mereka menganggukkan kepalanya, aku lalu menghela napasku.
“Phi Sai.. Mom.. Dad.. Ini Pon, bolehkah Pon masuk ke dalam...”
“Iya.. Masukklah Pon..”
Clek!
Pintu terbuka dan Pon masuk ke dalam kamarku. Dia sudah mengenakan piayama berwarna biru tua karena saat ini sudah mau jam 8 malam. Dia mungkin setelah ini akan pergi tidur. Pon masih terlihat imut dan manis meskipun sekarang dia sudah berusia 17 tahun. 😊
---
Pon Pov
Hari ini seperti hari-hari biasanya, aku menjalankan hariku dengan pergi kesekolah dan pergi latihan dance.
Aku suka dance makanya aku masuk klub dance yang akan latihan setiap hari. Aku bercita-cita ingin menjadi seorang dancer dan kedua orang tuaku tidak mempermasalahkan itu. Mom dan Dad serta P'Sai selalu mendukung apa yang aku lakukan. 😊
Setelah pulang sekolah, aku di temani oleh Mom makan malam. Hal ini karena aku selalu pulang malam dan melewatkan makan malam bersama-sama yang lain karena kesibukanku di sekolah.
Setelah makan dan aku ingin naik ke lantai dua ke kamarku, aku mendengar Mom memangilku.
“Pon..”
“Yes Mom.. Ada apa?”
“Setelah kamu mandi dan berganti baju.. Kamu jangan langsung tidur ya.."
"Kenapa Mom?"
"Mom, Dad dan P'Sai akan menunggumu di kamar P'Sai untuk membicarakan sesuatu.."
“Membicarakan apa mom?”
"Nanti kamu juga akan tahu.. Ayo lekas mandi kamu bau keringat dan sekarang sudah malam.."
"Ok Mom.."
Aku menjawab dan segera berjalan menuju tangga menaikinya ke lantai dua untuk masuk ke dalam kamarku.
Apa yang akan Mom, Dad dan P’Sai bicarakan kepadaku? Apakah aku melakukan kesalahan?
Aku memikirkan itu dan menggelengkan kepalaku. Aku merasa belakangan ini aku selalu menjadi anak baik dan tidak pernah berbuat kesalahan. Entahlah..
---
Kamar Pon
Pon Pov
Clek! Bruk!
Aku masuk ke dalam kamarku dan segera menutup pintunya.
Aku lalu berjalan ke arah meja belajarku untuk menaruh tas sekolahku yang berat.
“Ughh…ah…”
Aku sedikit meregangkan tubuhku saat sudah menaruh tas sekolahku di atas meja belajarku. Aku kemudian duduk di kursi meja belajarku sebentar dan menyalakan AC kamarku.
Huf.. Sebenarnya apa yang akan mereka bicarakan kepadaku? Membuat aku penasaran saja.. Lebih baik aku cepat mandi daripada terus kepikiran..
Aku lalu berdiri dan segera berjalan ke arah lemari pakaianku untuk memilih piyama yang akan aku pakai lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Aku segera melepaskan semua pakaianku dan mandi karena badanku sudah terasa sangat lengket oleh keringat.
Karena aku penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Mom, aku tidak mandi lama-lama.
Setelah mandi dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku memakai piyama biru yang tadi aku pilih sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Setelah berpakaian, aku lalu keluar kamar mandi dan berjalan ke arah meja rias.
Aku menyisir rambutku, memakai lotion beraroma stoberi dan juga memakai lip balm. Setelah semua selesai, aku segera berjalan keluar kamarku dan berjalan ke arah kamar P'Sai yang tidak jauh dari kamarku.
---
Di Depan Kamar P’Sai
Pon Pov
Aku sudah sampai di depan kamar P'Sai. Aku menarik napasku sebentar karena aku merasa gugup, lalu aku mulai mengangkat tanganku..
Tok.. Tok.. Tok..
Aku mengetuk pintu kamarnya dan tidak langsung masuk karena Mom pernah mengatakan kepadaku bahwa seorang gadis harus mempunyai sopan santun dan tidak boleh masuk ke kamar seorang pria jika tidak mengetuk pintu serta diizinkan oleh yang punya kamar.
Setelah aku mengetuk pintu kamar P'Sai, aku menunggu beberapa saat.
"...."
Kenapa tidak ada yang menjawab ketukkanku? Apakah mereka sedang membicarakan hal yang serius?
Aku memikirkan itu dan kemudian aku memutuskan untuk memangil mereka.
“Phi Sai.. Mom.. Dad.. Ini Pon, bolehkah aku masuk ke dalam?”
“Iya.. Masukklah Pon..”
Aku mendengar suara P’Sai akhirnya membalas perkataanku.
Clek!
Aku membuka pintu kamar P’Sai dan melihat Mom dan Dad sedang duduk di sofa, begitu juga dengan P’Sai. Aku melihat mereka segera berhenti berbicara saat aku masuk ke dalam kamar ini.
Hm.. Kenapa suasana kamar ini terasa aneh dan sedikit menegangkan sehingga membuat aku sedikit gugup? Ada apa ini?
Aku memikirkan itu sambil memperhatikan mereka dan tetap berdiri di depan pintu kamar P’Sai, sampai aku mendengar suara P’Sai..
“Pon.. Ayo masuk dan sini duduk sama Phi..”
Aku lalu menutup pintu kamar P'Sai dan mulai berjalan perlahan-lahan mendekat ke arah P’Sai yang duduk di sofa yang berhadapan dengan Mom dan Dad.
Aku lalu segera duduk di samping P'Sai.
Hug! 🤗
Saat aku baru duduk, P’Sai segera memeluk tubuhku dan membawa tubuhku untuk bersadar di tubuhnya. Aku memang sudah terbiasa dengan kelakuan P’Sai ini dan tidak mempermasahkannya. Tetapi aku memutuskan untuk tetap bertanya.
"Kenapa Phi tiba-tiba memelukku?"
"Memang Phi tidak boleh memeluk Nong kesayangan Phi?"
"Bukan seperti itu.. Aizz.. sudahlah lupakan saja. Jadi.. Mom.. Dad.. Ada apa? Kenapa kalian meminta aku datang kesini? Apakah yang akan kita bicarakan? Apakah akumelakukan kesalahan?”
Aku bertanya dan menatap mereka satu per satu. Aku bisa merasakan P’Sai mempererat pelukkanya di pinggangku dan menyandarkan kepalanya di pudakku. 🙄
“Tidak.. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun Pon.. Kamu tenang saja dan tidak perlu merasa takut, kami tidak sedang marah kepadamu..”
Daddy menjawab sambil tersenyum kepadaku. 😊
“Lalu.. Untuk apa kita berkumpul disini?”
“Kita berkumpul disini untuk membicarakan tentang P’Sai yang akan melanjutkan kuliahnya lagi..”
Sekarang aku mendengar Mom yang mengatakan itu.
“Hm.. Bukankah P’Sai sudah lulus kuliah disini? Kenapa Phi mau berkuliah lagi?"
Aku bertanya sambil menatap ke arah P’Sai dengan mata Puppy eyes. 🥺
"Iya.. Phi sudah lulus kuliah lalu berniat akan meneruskan lagi mengambil S2.."
"Mengambil S2 dimana Phi? Di Thailand juga kan?"
“…”
“Phi.. Katakan bahwa Phi akan berkuliah di sini bukan di tempat lain.. Aku mohon Phi..”
Saat melihat P’Sai terdiam, aku merasakan perasaan yang mulai tidak enak.
Tolong jangan katakan.. Jangan bilang P’Sai akan pergi melanjutkan S2-nya di luar negeri.. Tidak.. Tidak..
Aku mengeyahkan pikiran itu sambil menantikan P'Sai berkata lagi dengan jantung yang berdebar-debar. 😣
“Hm.. Sebelum Phi mengatakan Phi akan melanjutkan S2 dimana.. Bisakah Pon berjanji kepada Phi dulu?”
“Janji apa? Pon tidak mau!!”
Aku mulai merasa kesal karena P'Sai tidak mau mengatakannya secara langsung dan membalikkan tubuhku untuk membelakanginya, meskipun tubuhku masih di pelukkannya.
"Pon.. Lihat Phi dan jangan marah dulu.."
P'Sai mengatakan itu dan membalik tubuhku agar aku menghadap kepadanya lagi.
"🥺"
“Pon harus berjanji.. Tidak boleh marah, menangis dan mendiamkan Phi setelah mendengarnya. Pon harus selalu mendukung keputusan Phi.. Kamu mau kan?"
"..."
"Pon.. Phi mohon.. Mau janji ya?"
"Katakan saja Phi mau S2 dimana jangan bertele-tele.. Pon tidak suka.."
“Janji dulu kepada Phi.. Jika tidak berjanji maka Phi tidak akan mengatakannya..”
Aku lalu mempoutkan bibirku dan dengan berat hati menganggukkan kepalaku.
"Hm.."
Kenapa aku merasa bahwa aku akan berpisah dengan P’Sai? Aku merasa bahwa waktuku dengannya sudah semakin sedikit? Tidak.. Tidak.. P’Sai pasti akan selalu bersama-sama denganku disini dan tidak akan meninggalkan aku kan?
Aku memikirkan itu sambil menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Menunggu kelanjutannya.
“Pon.. Jangan hanya bergumam saja.. Ayo berjanji dulu kepada Phi..”
“Iya.. Pon janji..”
Aku akhirnya dengan berat hati mengatakan itu dengan suara pelan.
“Baiklah.. Janji harus di tepati ya.. Kalau tidak Phi akan marah..”
“Iya..”
Aku menjawabnya sambil semakin menundukkan kepalaku. Aku merasakan P’Sai mempererat pelukkannya di pinggangku dan menaruh wajahnya di ceruk leherku. Dia seperti ini agar aku tidak bisa pergi kemana-mana. ☹️
“Pon.. Baby.. Pertama-tama Phi mau minta maaf dulu karena tidak mengatakan hal ini dari awal karena Phi takut Pon akan bersedih dan tidak mengizinkan Phi..”
“…”
“Phi mau mengatakan bahwa.. Phi sudah di terima untuk melanjukan S2 di Harvard University di Amerika.."
Setelah mengatakan itu, P'Sai terdiam beberapa saat. Dia mungkin ingin melihat reaksi ku, tetapi aku hanya diam saja sehingga dia kembali berkata-kata lagi.
"Phi akan mulai berkuliah 6 bulan lagi dan harus menetap di Amerika, mungkin sekitar 5-6 tahun ke depan.."
“…”
Saat mendengar perkataan P’Sai itu, aku masih terdiam karena merasa terkejut dengan apa yang aku dengar. Aku merasakan jantungku seakan-akan berhenti berdetak. 😨
“Pon.. Pon.. Apakah kamu mendengar perkataan Phi.. Hello Pon? Bagaimana pendapatmu?"
“Ah.. Hm.. Pon mendengarnya.. Memang Pon bisa mengatakan apa? Phi sudah memutuskan bukan?"
Aku mengatakan itu dengan kepala tertunduk dan merasakan hatiku terasa sakit seperti ditusuk benda tajam..😖
"Hm.. Iya juga.. Amerika sangat jauh dan membutuhkan waktu 12 jam dari Thailand. Pon tidak masalah jauh dari Phi bukan?"
“…”
"Pon bisa mandiri tanpa Phi kan? Pon.. Pon.. kamu masih mendengarkan Phi?"
Kenapa Phi Sai memilih berkuliah di tempat yang sangat jauh? Apakah P’Sai sudah tidak menyayangi aku lagi? Apakah aku terlalu nakal sehingga Phi ingin pergi jauh?
Aku lagi-lagi terdiam saat mendengar perkataan P’Sai. Tanpa aku sadari air mataku mulai terjatuh di pipiku.
“😢”
Aku merasa P'Sai pasti memperhatikan aku, makanya dia semakin mempererat pelukkannya dan berbisik kepadaku.
“Sttt.. Jangan menangis baby.. Phi janji sebelum Phi pergi belajar di Amerika selama 5-6 tahun, waktu Phi hanya untukmu..”
Saat mendengar perkataan P'Sai, aku sudah tidak bisa lagi menahan isak tangisku dan akhirnya.. pecahlah tangisanku.
“Hik.. Hik…Hweee..”
"Stt.. Tenanglah Pon.."
P'Sai mengatakan itu dan kemudian menarik tubuhku dengan mudah untuk duduk di atas pangkuannya. Aku hanya mengikuti tarikan tangan P'Sai tanpa melawan.
Setelah aku duduk di atas pangkuannya, aku segera mengalungkan kedua tanganku dan menyembunyikan wajahku di ceruk lehernya.
"Hik.. Hik.. Hweee.. Hik.. Hik.. Phi.. Jangan.. pergi.. Hik..Hik.."
“Sttt.. Tenanglah Pon.. Phi masih disini belum pergi sayang.."
Aku menggelengkan kepalaku di ceruk leher P'Sai dan merasakan dia mengusap-usap punggungku sambil berbisik untuk menenangkan aku.
Aku sudah tidak perduli lagi keberadaan Mom dan Dad karena.. Yang aku tahu bahwa aku tidak ingin P'Sai pergi jauh dariku. 😭
Aku terus menangis sambil memeluknya dengan erat.
---
Sailub Pov
Aku tahu dan sudah bisa menebak bahwa Pon pasti akan menangis saat tahu aku akan melanjutkan S2 ku di Amerika.
Makanya saat ini aku terus memeluk tubuhnya dan menariknya untuk duduk diatas pangkuanku meskipun tubuhnya sudah cukup berat.
Aku berusaha untuk menangkan dia dengan mengusap-usap punggungnya sambil membisikkan kata-kata penghiburan di dekat telinganya.
Aku melihat Mom dan Dad memperhatikan interaksi kami berdua dan tidak lama, aku mendengar suara Mom yang terlihat khawatir saat melihat Pon menangis dengan kencang.
“Sai.. Biarkan Mommy saja yang berbicara kepada Pon..”
“Hm.. Tidak apa-apa Mom.."
Aku mengatakan itu kepada Mommy, tetapi Mom mengabaikan aku dan berkata kepada Pon.
"Pon.. Luk.. Sayangnya Mommy.. Ayo lepaskan Sai dan kita bicarakan ini dengan baik-baik na.."
"Hweee.. Hweee.. Tidak.. Tidak.. Hweee.."
Pon terlihat menggelengkan kepalanya dan semakin memeluk leherku dengan erat.
"Mom.. Tidak apa-apa.. Biarkan Pon seperti ini dulu saja.. Sai pasti bisa menenangkan dia.."
"Iya benar Mom, biarkan Sai menenangkan Pon.."
"Tetapi Dad.."
"Tidak apa-apa.. Percayakan Pon kepada Sai ya.."
"Hm...Baiklah.."
Mom akhirnya terlihat mendengarkan perkataan Dad dan tidak memaksa Pon melepaskan pelukkannya dariku lagi.
“Baiklah.. Kalau begitu Mom dan Dad percayakan Pon kepadamu Sai.. Tolong tenangkan dia.. Mom dan Dad keluar dulu ya.."
Aku mendengar Dad mengatakan itu sambil menepuk bahuku dan menatap Pon yang masih menyembunyikan kepalanya di ceruk leherku.
"Iya Dad.. Serahkan Pon kepada Sai saja.. Tenang saja Sai pasti bisa.."
"Hm.. Ayo Mom, kita keluar dan biarkan mereka berdua berbicara.."
Dad mengatakan itu dan mengajak Mom keluar dari kamarku.
"Iya.. Selamat Malam Sai.. Pon.."
Mom mengatakan itu dan mengikuti Dad yang sudah menunggunya di depan pintu kamarku. Mereka lalu keluar dari kamarku dan menutup pintunya.
Bruk!
Mereka meninggalkan aku berdua dengan Pon di dalam kamarku ini.
Saat aku benar-benar yakin bahwa kedua orang tuaku sudah pergi, aku lalu berbisik kepada Pon dengan nada yang lebih manis.
“Sst.. Baby.. Please don’t cry.. You make me look so bad..”
“Yes.. You’re my bad brother.. Hik.. I hate.. Hik.. You.. Hik.. Hik.. Because
.. You can.. hik..hik.. leave me alone in here.. hik..hik..”
“Don’t say that.. You still have Mom and Dad in here..”
“No.. Hweee.. I need you.. Hik.. I don’t.. Hik..hik.. want you go to America..”
Pon mengatakan itu dan semakin memelukku dengan erat. Aku lalu mengadahkan kepalaku ke atas dan berkata dalam hati.
Semangat Sai.. Kamu pasti bisa membuat Pon berhenti menangis.
Aku menyemangati diriku sendiri dan segera mengambil napas panjang lalu mulai berbicara lagi.
“Hei baby.. Sampai kapan kamu mau menangis dan memeluk erat tubuhku seperti ini?”
“Sampai mati.. Hik..Hik.. Pon Hik.. Hik.. tidak mau melepaskan Hik.. Hik..Phi..”
“Haha.. Kamu sangat lucu sekali baby..”
Aku mengatakan itu sambil mengusap kepala Pon dengan lembut dan mencium rambutnya. Aku membiarkan Pon menangis dan menumpahkan perasan sedihnya di atas pangkuanku.
Setelah beberapa saat..
Aku merasakan Pon sudah sedikit tenang, meskipun badannya masih terlihat bergetar..
“Baby.. Apakah kamu sudah puas menangis? Kaki Phi keram.. Ayo kita berbicara dan pindah ke atas tempat tidur saja agar lebih nyaman ya.."
"..."
Pon tidak menjawab pertanyaanku sama sekali, makanya aku kembali lagi bertanya kepadanya dengan nada bercanda dan aku pikir dia pasti akan membalasnya. 😏
“Mau kah My Princess di gendong ala bridal style oleh Price ke tempat tidur?”
“…”
Pon tidak menjawab melainkan hanya menganggukkan kepalanya. Aku lalu dengan perlahan-lahan mulai mengangkat tubuhnya dan berjalan ke arah tempat tidurku.
Bruk!
Aku meletakan tubuh Pon dengan hati-hati diatas tempat tidurku, tetapi.. Pon tetap tidak mau melepaskan kalungan tangannya di leherku.
Sret! Bruk!
Secara refleks, aku ikut tertarik ke bawah sehingga menimpa tubuhnya.
"Argh..."
Aku mendengar Pon sedikit berteriak tertahan. Lalu.. kami saling pandang..
“…”
“…”
Wajah kami berdua sangat dekat dan aku bisa mencium aroma lip balm yang Pon pakai dari jarak seperti ini. Aku lalu akan membangunkan tubuhku dari atas tubuhnya, tetapi..
“Tetaplah seperti ini dulu Phi..”
Aku mendengar suara Pon terdengar kecil dan serak berbisik di telingaku.
“Bukankah kamu merasa keberatan karena tubuh Phi lebih besar darimu?”
“…”
Pon hanya menggelengkan kepalanya tanpa mau menjawabnya. Aku lalu menyamankan tubuhku di atas tubuhnya dengan sebagian kakiku yang masih menyentuh lantai.
Aku mulai menggerakan tanganku untuk menyingkirkan rambut yang menutupi wajah manis Pon. Aku lalu mengusap pipinya yang masih tersisa air mata karena dia menangis. Setelah beberapa saat, aku mulai membangunkan tubuhku darinya dan berlutut di samping tempat tidurku.
Aku mulai mendekatkan wajahku ke arah wajah Pon yang masih berbaring telentang.
Cup! 😘
“Maaf karena Phi sudah membuatmu merasa shock mendengar hal ini..”
Aku mencium keningnya untuk menenangkan dia, lalu turun ke bawah..
Cup! Cup! 😘
Kali ini aku mencium kedua kelopak matanya sehingga Pon menutup matanya. Aku masih bisa merasakan rasa asin dari sisa air mata Pon.
“Maaf karena Phi sudah membuat kamu meneteskan air mata untuk Phi lagi..”
Cup! Cup! 😘
Aku lalu bergerak ke arah kiri dan kanan wajahnya untuk mencium kedua telinganya.
“Maaf karena kamu mendengarkan kabar yang mungkin tidak menyenangkan ini dari Phi..”
Cup! Cup! 😘
Aku lalu mencium kedua pipinya yang merona karena Pon habis menangis.
“Maaf karena Phi sudah membuatmu menangis sampai pipimu memerah..”
Aku melihat Pon hanya diam saja dan memperhatikan apa yang aku lakukan dalam diam. Dia tidak mendorong tubuhku atau berniat untuk melepaskan diri dariku dan hanya membiarkan aku terus mengatakan maaf kepadanya.
Setelah aku selesai mencium hampir seluruh wajahnya, aku lalu kemudian menatap bibirnya yang terlihat merah seperti buah ceri.
Deg.. Deg.. Deg..
Aku merasakan jantungku mulai berdebar-debar dengan kecang saat menatap bibir dan seluruh wajah Pon yang terlihat manis, sedikit menggoda karena pipinya merona merah.
Entah dorongan dari mana, aku mulai menundukkan wajahku lagi dan kali ini..
Kiss 😘
Aku mencium bibirnya yang semerah ceri dengan lembut hanya sebentar saja.. Kemudian menarik diri untuk memperhatikan rawut wajahnya.
Pon terlihat semakin merona dan akhirnya aku kembali menundukkan kepalaku untuk kembali mencium bibirnya dengan lebih berani.
---
Pon Pov
Saat P’Sai menciumin seluruh wajahku sambil meminta maaf, aku hanya bisa memperhatikannya saja. Aku membiarkan dia melakukan itu karena.. aku sudah merasa tersihir dengan ketampanan wajahnya dan suaranya yang terdengar seperti membujukku.
Aku benar-benar melupakan bahwa aku sedang merasa sedih dan marah karena tahu dia akan pergi belajar di Amerika meninggalkan aku disini sendirian. 😣
Aku melihat P'Sai terdiam beberapa saat dan saat aku memperhatikan ternyata dia menatap ke arah bibirku. Aku bisa melihat bahwa dia sangat ingin menciumku dari sorot matanya.
Apakah dia akan mencium bibirku?
Deg.. Deg.. Deg..
Aku memikirkan itu dan merasakan jantungku berdebar-debar menantikan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
Aku melihat dia semakin mendekatkan wajahnya ke arah wajahku dan.. bibirnya ke arah bibirku sehingga aku memejamkan mataku. 😣
Kiss 😘
Aku bisa merasakan bibir lembut P’Sai mendarat di atas bibirku. Dia hanya menempelkan bibirnya saja di bibirku sebentar.
Lalu.. dia menjauhkan wajahnya, aku segera membuka mataku lagi. Aku bisa merasakan bahwa pipiku terasa mulai memanas.
“Phi Sai..”
Aku memangil namanya dengan suara serak, tetapi dia segera menaruh telujuknya di atas bibirku dan berkata..
“Ssttt.. Biarkan Phi menciummu untuk meminta maaf karena sudah melukai hatimu..”
“Hm..”
Aku bergumam dan menganggukkan kepalaku.
Lalu.. P’Sai segera naik ke atas tempat tidur dan memiringkan tubuhnya menghadapku, sehingga aku juga ikut memiringkan tubuhku.
P'Sai menarik tubuhku mendekat kearahnya sehingga tubuh kami menempel dengan sempurna. Dia menaruh satu tangannya di atas pinggangku dan satu tangannya lagi di leherku.
Sedangkan aku.. aku hanya bisa mengangkat kedua tanganku untuk aku kalungkan di lehernya. Dia lalu menarik wajahku semakin mendekati wajahnya lagi..
P’Sai sedikit menundukkan kepalanya dan bibir kami kembali bertemu lagi.
Kiss.. 😘
Awalnya P'Sai hanya menempelkan bibir kami, tetapi.. lama-lama dia mulai melumat bibir atas dan bawahku secara bergantian dengan lembut, lalu kembali menjauhkan bibirnya lagi sebelum berkata.
"Jangan tegang baby.. Ikuti saja gerakkan Phi dan releks.."
"..."
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan P'Sai kembali mencium dan melumat bibirku lagi, aku dengan ragu-ragu mulai mengikuti apa yang dia lakukan.
Aku harus mengakui bahwa P'Sai adalah the best kisser. 🥰
Dia menciumku dengan sangat lebut tetapi juga menuntut sehingga aku..
“Ugh.. Uhm..”
Aku mulai mengeluarkan desahan karena merasakan ciuman P'Sai.
"Baby.. Sekarang keluarkan lidahmu.."a
Aku mendengar P'Sai berbisik saat kami sedang mengambil napas. Aku melakukan seperti apa yang dia katakan.
Aku mengeluarkan lidahku dan P'Sai mulai menghisap lidahku. Dia memasukkan lidahku ke dalam rongga mulutnya, begitu juga dengan lidahnya.
“Ugh.. aaah.. um..”
Aku kembali mendesah lagi saat lidah P’Sai bermain-main di dalam rongga mulutku, menjelajahi mulutku dan bermain-main dengan lidahku.
Yeah.. Ini adalah fist kissku.. Fist kiss dan french kiss dengan pria yang sangat aku cintai.. Phi Sai.. Phi kandungku sendiri..
Aku tidak merasa marah fist kissku diambil olehnya karena aku memang rela saja melakukan apapun untuknya.
Kami terus berciuman untuk beberapa saat dan tubuh kami terus saling berpelukkan dengan erat, aku merasakan P'Sai juga bergerak-gerak. Jadi.. aku bisa merasakan ada benda panjang yang mulai terasa menyodok-nyodok selangkanganku karena saat ini, kakiku memang memeluk kaki P'Sai.
Aku sempat merasa bingung dan tidak nyaman beberapa saat, sampai pikiranku mulai berpikir..
Omo.. Apakah Junior P’Sai terbangun? Mengapa rasanya sangat besar? 😳
Aku memikirkan itu sambil terus berciuman dengannya, bahkan sekarang tanganku sudah mengacak-acak serta sedikit menjambak rambutnya tanpa aku sadari untuk menyalurkan perasaan yang aku rasakan saat kami berciuman tanpa henti.
Setelah beberapa saat..
Aku mulai menepuk-nepuk dadanya, karena aku merasakan kehabisan napas.. P'Sai mulai terlihat bernapsu dan tidak memberikan aku waktu untuk bernapas meskipun hanya sedetik.
Buk! Buk! Buk!
P’Sai yang merasakan pukulan di dadanya kemudian perlahan-lahan mulai melepaskan bibirku. Dia lalu menyandarkan keningnya di keningku.
“Hah.. Hah.. Hah..”
Aku segera bernapas terengah-engah, tetapi kami masih tidak ingin melepaskan diri dan tetap saling berpelukkan.
---
Sailub Pov
Buk! Buk!Buk!
Aku merasakan pukulan di dadaku sehingga aku mulai perlahan-lahan melepaskan bibir yang menjadi canduku itu.
Aku menyandarkan keningku di kening Pon sambil melihat Pon bernapas dengan terengah-engah. Tubuh kami masih menempel dengan erat dan saling berpelukkan.
“Hah.. Hah.. Hah..”
Apakah aku menciumnya dengan begitu bernapsu sehingga lupa memberikan kesempatan untuk dia bernapas?
Aku memikirkan itu dan memperhatikan bibir Pon sudah memerah dan membengkak karena perbuatanku serta pipinya yang sudah seperti apel sangat merah sekarang.
Fuck Sai!! Apa yang kamu lakukan kepada Nong-mu? Ingat meskipun dia cantik dan manis, dia adalah Nong-mu..
Aku memikirkan hal itu sambil memandang Pon dan sedikit menggelengkan kepalaku.
“Phi Sai.."
Aku mendengar suara Pon terdengar serak setelah dia bisa kembali mengatur napasnya kembali.
“Hmm.."
Aku hanya bergumam sambil memperhatikannya. Lalu Pon segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Siall!! Kenapa Pon begitu manis membuat aku semakin tidak tahan..
Aku lalu menarik dagunya agar dia memandangku lagi.
Kiss 😘
Aku kembali mencium bibirnya secara kilat. Kami masih saling berpelukkan dengan erat selama beberapa saat.
Lalu... setelah aku merasakan lebih tenang, begitu juga dengan Pon, aku mulai melepaskan pelukkannya dan segera berguling untuk tidur terlentang di sampingnya.
Aku lalu menatap ke arah langit-langit kamarku sambil kedua tanganku menyanggah kepalaku.
Sai.. Apa yang sudah kamu lakukan kepada Nong-mu? Jika tadi dia tidak kehabisan napas.. mungkin kamu sudah melakukan hal yang lebih.
Aku memikirkan itu sambil masih menatap langit-langit. Sampai aku mendengar suara Pon lagi.
“Phi Sai..”
“Hmm.. ada apa?”
Aku melirik ke arah Pon dan dia masih berbaring miring menghadap ke arahku. Aku memperhatikan pandangan mata Pon ke arah bawah.
"Hm.. Apakah Phi.. tidak merasa kesakitan? Maukah Pon bantu?"
“Huh?”
Aku tidak mengerti apa yang Pon katakan padaku pada awalnya.. lalu aku mengikuti arah pandang matanya.
Sial!! Sai Junior kenapa kamu terbangun gara-gara berciuman dengan Nong-mu?
Aku melihat bagian celanaku sudah mengembung dan terlihat sangat besar. 😖
“Hm.. Phi merasa.. Pon tidak perlu melakukannya..”
Aku mengatakan itu dan segera buru-buru bangun dari tempat tidur. Aku merasa malu dan berusah untuk menutupi bagian selangkanganku.
“…”
“Phi mau ke kamar mandi dulu ya. Pon kalau mau kembali ke kamarmu tidak masalah. Sekarang sudah malam tidurlah.. Selamat Malam..”
“Hm.. Iya Phi.. Selamat malam..”
Setelah Pon mengatakan itu, aku buru-buru berjalan dengan cepat untuk masuk ke dalam kamar mandi.
---
Kamar Mandi
Sailub Pov
Brak!
Aku menutup pintu kamar mandi tanpa memperhatikan Pon lagi.
Lalu aku bersandar di belakang pintu kamar mandi selama beberapa saat sambil memandangi tampilan diriku di depan cermin. Aku melihat bibirku sedikit bengkak karena ciuman kami tadi dan bagian selangkanganku terlihat mengembung dengan besar.
Brengsek kamu Sai!! Kenapa bisa kelepasan seperti itu!! 😣
Aku memaki diriku sendiri dan mengacak-acak rambutku. Aku menundukkan kepalaku dan melihat ke arah selangkanganku. Aku melihat juniorku terlihat ingin dipuaskan.
“Aaarghhh!!”
Aku berteriak dengan pelan karena merasa frustasi. Aku tidak berani berteriak keras-keras karena takut Pon masih di dalam kamar dan mendengarnya.
Setelah terdiam beberapa saat, aku lalu memutuskan untuk mandi dan menenangkan pikiranku, meskipun aku melirik jam yang ada di kamar mandi sudah menujukkan hampir jam 11 malam.
Aku sama sekali tidak peduli. Aku mandi sekalian untuk menenangkan juniorku yang minta di puaskan.
Setelah Kira-kira setengah jam aku mandi, aku memutuskan untuk menyelesaikannya. Aku lalu mengeringkan tubuhku dengan handuk dan memakai Bathrobe.
---
Kamar Sailub
Sailub Pov
Clek!
Aku membuka pintu kamar mandi dan berjalan ke dalam kamarku lagi sambil mengusap rambutku yang masih basah karena aku habis keramas.
Aku melihat ke atas tempat tidurku dan melihat Pon sudah tidak ada disana, artinya dia sudah kembali ke kamarnya.
Aku lalu mulai berjalan ke arah lemar pakaianku untuk mengambil baju santai dan kemudian memakainya. Setelah berpakaian, aku berjalan ke meja rias untuk mengeringkan rambutku.
Setelah rambutku kering, aku melihat sekarang sudah hampir jam 12 malam dan artinya aku mandi cukup lama.
Aku lalu memakai pelembap wajah dan mematikan lampu. Aku hanya menyisakan lampu tidur sebelum aku naik ke atas tempat tidurku.
Aku bersiap-siap untuk tidur dan mulai mencari posisi yang nyaman.
Huf...Besok sepertinya akan terasa berbeda hubunganku dan Pon.. Tetapi.. biarlah waktu yang menjawab semua itu.. Sekarang waktunya istirahat...
Aku memikirkan itu dan tidak lama aku jatuh tertidur. 😴
---
Pon Pov
Setelah melihat P’Sai masuk ke dalam kamar mandi, aku masih duduk di atas tempat tidurnya untuk beberapa saat.
Apa yang akan aku lakukan sekarang? Lebih baik tetap disini atau kembali ke kamar tidurku?
Aku memikirkan itu selama beberapa saat, sebelum memutuskan untuk kembali ke kamar tidurku saja. Aku berpikir jika aku masih tetap disini, kami pasti akan sangat cangggung.
Aku lalu pelan-pelan turun dari tempat tidur P’Sai, saat aku melewati kamar mandi.. Aku mendengar suara air mengalir.
Ah.. P’Sai sedang mandi rupanya..
Clek!
Aku membuka pintu kamar P’Sai dan melihat ke kiri dan ke kanan dulu sebelum melangkah keluar, lalu menutup pintu kamar P’Sai.
Aku memastikan bahwa aku tidak akan bertemu dengan Mom atau Dad karena aku tidak ingin ditanya-tanya oleh mereka lagi.
Saat melihat semuanya aman dan lorong ini kosong, aku buru-buru berjalan ke kamar ku dan menutup pintunya.
---
Kamar Pon
Pon Pov
Bruk!
Aku menyandarkan tubuhku ke pintu setelah menutup pintu kamarku.
Huf.. Untung saja aku tidak bertemu dengan Mom dan Dad di jalan ke kamarku..
Aku memikirkan itu dan terdiam beberapa saat untuk meredakan detak jantungku yang terasa berdebar-debar. Setelah aku merasa detak jantungku kembali normal, aku memutuskan untuk berjalan ke arah meja rias.
Aku lalu segera duduk di kursi depan meja riasku dan memperhatikan wajahku. Wajahku terlihat memerah seperti tomat dan bibirku terlihat bengkak.
Aku lalu meraba bibirku perlahan-lahan mengingat-ingat ciumanku dengan P'Sai.
Apakah aku benar-benar melakukan first kiss dan french kiss dengan P’Sai?
Aku memikirkan itu dan merasakan wajahku semakin memerah sehingga aku segera menangkup kedua wajahku lalu tersenyum.
“Kyaaaa..”
Aku berteriak kecil karena tidak ingin membuat Mom dan Dan menjadi panik. Lalu aku segera berlari ke arah tempat tidurku.
Bruk!
Aku menjatuhkan tubuhku diatas tempat tidurku dan segera berguling-guling selama beberapa saat.
Aku merasa sangat bahagia bahwa first kiss ku diambil oleh P’Sai.
Apakah P’Sai juga menyukaiku? Tetapi.. P’Sai mau pergi ke Amerika selama 5 tahun..
Aku memikirkan itu dan kembali menjadi sedih lagi. 🥺
Aku tidak pernah jauh dari P’Sai sejak kecil dan selalu bersama-sama dengannya kemanapun aku pergi. Sekarang.. P’Sai ingin belajar di Amerika dan aku tidak bisa ikut dengannya karena sekarang aku baru saja naik ke kelas 2 SMA dan setelah itu akan ujian ikut kelulusan SMA. 😖
Aku memikirkan itu dan tidak terasa air mataku kembali mengalir dari mataku. 😢
"Hik.. Hik.."
Aku segera memeluk gulingku untuk meredam isak tangisku lagi. Aku lalu kembali berpikir lagi..
Tetapi.. jika aku bersih keras tidak mengizinikan P’Sai pergi.. Pasti Mom dan Dad akan marah kepadaku dan mengatakan bahwa aku sudah besar dan tidak boleh terlalu manja lagi dengan P’Sai.
Haruskah aku merelakan P’Sai pergi ke Amerika? Bisakah aku bertahan tanpa P’Sai disisiku?
Aku memikirkan itu sampai kepalaku terasa sakit dan lama-lama mataku terasa berat juga.
Lalu tanpa aku sadari, aku jatuh tertidur. 😴
TBc
Vote and Comment. 🥰🙏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro