Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9

Kuroo Tetsurou--Dia yang selalu bisa menemukanmu


Pemuda berambut jelaga itu menatap dengan gelisah arloji hitam yang melekat dipergelangan tangannya. Ia mengabaikan tatapan menyelidik sang ayahanda yang sedang duduk di sofa sambari menyeruput kopi dari ruang tengah rumahnya.

Kuroo kembali bergerak bolak-balik di depan pintu rumah. Ketika jarum jam menunjukan pukul 09.57, barulah ia pergi keluar dengan langkah mantap. Tak lupa dengan senyum lebar yang terukir di wajah tampannya.

"Ittekimasu!"

"Itterashai," balas ayahnya.

Sang kepala keluarga Kuroo itu mengerutkan keningnya bingung, heran dengan kelakuan anaknya yang kepalang mencurigakan. Televisi yang sedang menampilkan berita pembunuhan tak lagi menarik atensi.

Tatkala netra hazel miliknya menoleh ke arah kalender, barulah ia mengangguk paham. Putranya menandai tanggal hari ini bersamaan dengan sebuah gambar kepingan salju yang menjadi ciri khas pernak-pernik kesukaan sang gadis kecil anak tetangga. Dengusan geli dilontarkan.

"Dasar anak muda," ucapnya.

.
.
.

Kuroo menekan bel rumah berpapan nama [Lastname] dengan gugup. Pemuda berambut jelaga itu berdeham beberapa kali, mencoba menghilangkan rasa gembira yang meruah, serta menyamarkan senyuman yang dari semalam tak mau luntur.

"Iya, tunggu sebentar."

[Name] keluar dari pintu rumahnya menuju gerbang. Kaki jenjangnya melangkah cepat ke arah Kuroo yang tengah menatap terkejut. Pemuda itu sedikit merutuki diri ketika melihat penampilan [Name].

Gadis itu menguncir rambut coklat kemerahannya dengan asal. Celana training berwarna hitam dengan garis putih-biru terlihat sangat kontras dengan sepatu sport putihnya. Jangan lupakan hoodie oversize biru yang dikenakannya.

[Name] tampak sangat... biasa.

Argh, bisa-bisanya aku berekspetasi tinggi kalau dia akan mengenakan setelan manis dengan sedikit dandanan. Siaalll!

Kuroo mengusap kasar wajah tampannya, helaan nafas berat dikeluarkan. Pemuda itu rasanya ingin menangis saat mengingat bahwa dirinya bahkan sampai tak bisa tidur hanya karena bingung memilih outfit demi tampil keren di depan sang pujaan hati.

Nyatanya sang gadis teman masa kecil malah tak mau repot. Kuroo bahkan ragu kalau [Name] bisa peka akan ke-stylist-annya hari ini.

"Ada apa?"

Suara [Name] membawa sang pemuda berambut jelaga kembali pada realita. Mari kesampingkan semua yang tidak begitu penting. Yang jelas, fakta bahwa mereka akan jalan berdua hari ini sudah mampu membuat Kuroo merasa senang bukan kepalang.

"Tidak ada. Ayo pergi,"

Mereka berjalan bersisian. Menikmati suara kiauan burung gereja yang mengalun indah di pagi hari. Angin yang berhembus pelan membuat [Name] sedikit merinding kedinginan. Gadis itu memasukkan kedua tangan pada saku hoodie birunya.

Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh lima menit dan menaiki satu shinkansen, gedung cinema akhirnya menampakkan diri di depan mata. Kuroo segera mengantre membeli popcorn dan cola. Sedangkan [Name] memutuskan untuk duduk pada kursi di pojok ruangan dan menunggu sang kapten voli. Lima menit kemudian, pemuda itu datang membawa satu popcorn caramel ukuran large dan dua gelas cola.

"Tolong ambil tiketku pada saku dalam jaketku," kata Kuroo. [Name] menautkan alisnya tak terima.

"Kenapa? Ambil sendiri saja. Nanti aku dituduh aneh-aneh," balas sang gadis.

"Hei, tanganku hanya dua. Ambil saja kenapa sih? Lagipula tak akan ada yang menyebutmu aneh hanya karena mengambil tiket dari jaketku,"

[Name] merengut tak suka, namun ia tetap menuruti perkataan sang pemuda berambut jelaga. Gadis itu berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Kuroo. Sang pemuda sedikit merentangkan tangannya, memberi ruang agar [Name] bisa mengambil tiket bioskop milik sang pemuda.

Sisi kanan jaket hitam yang sengaja tak dikancingi dibuka. Tangan gadis itu bergerak merogoh saku dalam jaket, kemudian langsung menarik tangannya cepat-cepat saat kertas tipis persegi panjang itu sudah berada di tangannya.

"Ayo masuk," kata [Name] sambil berjalan duluan ke arah ruang theater 2.

"Ah, oh, Oke," jawab sang kapten voli dengan linglung.

Jarak kurang dari tiga puluh senti tadi membuatnya terhipnotis ingin mendekap tubuh mungil gadis berambut coklat kemerahan. Wangi shampoo [Name] masih terbayang dibenaknya, aroma jeruk yang sangat fresh langsung menyeruak masuk ke dalam penciuman. Bercampur dengan aroma parfum yang selalu digunakan teman masa kecilnya itu.

"Tetsurou-san, sini!"

Kuroo menghampiri tempat duduk yang ditunjuk oleh sang gadis. Pemuda itu menyerahkan segelas cola pada [Name], lalu menaruh miliknya pada tempat gelas di sisi kanan kursi.

"Tetsurou-san saja yang membawa popcorn-nya," kata [Name] saat Kuroo menyodorkan popcorn caramel itu padanya.

"Kenapa? Tak biasanya kau seperti itu."

"Uh, yah. Pokoknya kau saja yang bawa!"

Tepat pada pertengahan film, barulah Kuroo mengerti maksud sang gadis [Lastname]. [Name] tak mau popcorn itu tumpah sia-sia hanya karena ia berjengit kaget atau berpaling tiba-tiba saat wajah hantu berlumuran darah tampil di layar besar.

Jujur saja, sang manajer klub voli Nekoma itu tak melakukan hal-hal yang bersifat romantis seperti memeluk lengan atau menyembunyikan wajah pada bahu sang pemuda. Sangat jauh berbeda dengan para pasangan yang duduk di samping dan di depan mereka.

Ia hanya mencengkram erat lengan kanan Kuroo, namun [Name] masih menonton adegan mengerikan di depan mata karena penasaran. Tubuhnya tetap tegak menghadap ke arah layar. Hanya saja ketika adegan jump scare, ia akan memejamkan netra coklatnya, sambari meremas kuat lengan Kuroo sampai sang pemuda berambut jelaga meringis kesakitan.

Kuroo Tetsurou, 18 tahun, akhirnya menyesali keputusannya untuk membawa [Name] menonton film horror. Bukannya mendapat perlakuan romantis yang menggemaskan, lengan kanannya justru mati rasa.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Kuroo sesaat setelah film selesai diputar.

"Uh, ya," [Name] menghela nafas, "Rasanya umurku berkurang sepuluh tahun."

"Tidak perlu melebih-lebihkan," Kuroo menyentil kening sang gadis berambut coklat kemerahan.

"Sakit!"

"Kau tidak sadar ya kalau kau berhasil meremukkan lengan kananku?"

Kuroo menarik lengan jaketnya, memperlihatkan cap tangan berwarna merah pekat yang melingkari lengan bawahnya. Sungguh, rasanya lebih baik ia me-receive smash keras milik Bokuto Koutarou seratus kali. Sang gadis bernetra coklat membalasnya dengan tawa canggung.

"Maaf. Tetsurou-san kan tahu kalau aku tak bisa menonton horror," kata [Name]. Kuroo hanya menghela nafas pasrah.

"Ya sudah. Kau mau ke mana lagi?"

"Ayo jalan-jalan di sekitar sini saja."

Kuroo mengiyakan. Keduanya menghampiri beberapa stan makanan yang ada di sepanjang jalan Shinjuku. Suasana ramai akhir pekan membuat mereka harus sedikit berdesakan. Sang pemuda bernetra hazel sudah berkali-kali memperingati [Name] untuk tidak berjalan jauh darinya.

"Ah, Tetsurou-san, ada cotton candy!"

Kuroo yang sedang mengantre membeli takoyaki, menoleh cepat ke arah yang ditunjuk [Name]. Stan cotton candy berada diujung jalan yang terlihat penuh sesak. Pemuda itu mengacak helaian coklat kemerahan dengan gemas. Padahal ini adalah toko makanan keempat yang mereka kunjungi, namun gadis itu sama sekali belum merasa puas.

"Nanti ya. Kita sudah mengantre takoyaki. Dompetku juga sudah mulai menipis."

Mendengar ujaran Kuroo, [Name] mengerutkan bibirnya. Sang pemuda yang melihat itu hanya bisa mendengus geli. Pipi gadis bernetra coklat dicubit keras sebagai reward karena mau memperlihatkan sikap manis yang jarang dikeluarkan.

"Ittai!" [Name] mengelus pipinya seraya menatap tajam Kuroo yang terkekeh puas. "Ya sudah, pakai uangku saja."

"Nanti ya," ulang Kuroo. Pemuda itu mengalihkan atensinya ke depan karena sudah gilirannya untuk memesan. "Tolong takoyaki-nya dua."

"Baik."

Sang kapten voli terlalu fokus menunggu pesanannya. Sesekali menatap ke arah dompet dan menghitung sisa uang yang masih menetap di sana. Otak jeniusnya dengan cepat menjumlahkan total uang yang dibelanjakan. Tak lupa dengan biaya transportasi pulang-pergi, memastikan agar uangnya cukup untuk membeli tiket naik shinkansen.

"Ini silahkan," kantung plastik berisi dua kotak takoyaki diserahkan.

"Terima kasih."

Kuroo segera menjauhi barisan pembeli, menyingkir ke arah depan sebuah toko bakery yang terletak tak jauh dari sana. Arloji pada pergelangan tangan dilirik, menunjukan pukul setengah tiga siang.

"[Name], setelah ini kau mau pulang atau bagaimana? Uangku sudah tak cukup untuk membeli camilan lain. Kau memilih untuk jalan-jalan dulu atau langsung pulang?" Tanya Kuroo sambil mengotak-atik ponselnya. Menjawab pesan ayahnya yang ada pekerjaan mendadak di kantor pusat Tokyo.

"[Name], kau dengar tidak? Kalau kau mau membeli makanan lagi, pakai uangmu ya,"

Tak adanya jawaban atau celotehan dari sang gadis teman masa kecil membuat Kuroo mengerutkan keningnya bingung. Ia menolehkan kepalanya ke serong kiri--tempat [Name] berdiri tadi.

"Jangan mengabai--"

Kepala ditolehkan sebanyak dua kali. Pemuda itu berbalik, ekspresi terkejut tampak jelas di wajah tampannya. Giginya digertakkan, Kuroo merutuki diri yang tidak sadar akan hilangnya eksistensi sang gadis [Lastname].

Seberapa kalipun Kuroo menoleh dan menajamkan mata ke arah jalanan di depannya, figur mungil [Name] sama sekali tak terlihat. Lautan manusia di sana membuatnya semakin susah mencari keberadaan sang gadis.

"Sial!"

Kaki jenjangnya mulai berlari. Menerobos puluhan, atau bahkan ratusan orang yang tengah berdesakan sambil mengamati sekitar. Beruntung Kuroo memiliki tubuh tinggi diatas rata-rata yang memudahkannya. Pemuda itu men-dial nomor ponsel [Name], namun tak bisa terhubung karena berada diluar jangkauan.

Saat netra hazelnya menangkap stan cotton candy, ia segera berlari berniat menghampiri. Berharap [Name] ada di sana, mengingat gadis itu ingin membelinya beberapa saat yang lalu.

Namun nihil, tak ada figur mungil sang gadis pujaan hati. Kuroo memutuskan untuk bertanya pada sang penjual, foto [Name] diperlihatkan.

"Maaf, apa anda melihat gadis ini?"

"Oh, gadis itu tadi berjalan ke arah kiri setelah membeli satu cotton candy," jawab sang penjual sambil menunjuk  ke arah persimpangan jalan.

"Baiklah, terima kasih."

Sebagai seseorang yang selalu mencari kedua teman kecilnya saat mereka terpisah, Kuroo tetap tidak bisa merasa terbiasa. Kedua teman kecilnya memang hobi sekali menghilang tiba-tiba. Entah karena Kenma yang terlalu fokus pada game-nya, atau [Name] yang sering salah mengambil jalan karena tidak memperhatikan sekitar.

Yang membedakan hanya satu, Kenma selalu berhenti dan diam di tempat ia tersesat. Sedangkan [Name] lebih memilih untuk mencoba mengingat jalan yang terkadang membuatnya semakin jauh. Dan lagi, sang manajer voli itu buta arah. Inilah yang menjadi alasan mengapa [Name] harus selalu diawasi. Sang kapten voli mengakui kelalaiannya dalam menjaga [Name] hari ini.

Kuroo mulai kembali berlari, mengitari sepanjang jalanan ramai sambil sesekali memanggil nama sang teman masa kecil. Hampir satu jam dia berkeliling, tapi tak kunjung menemukan [Name]. Dan lagi, tempat ini berada jauh satu setengah kilo meter dari stan cotton candy tadi dengan jalanan kecil yang rumit. Pemuda itu mengusak rambut jelaganya frustasi, sempat berniat untuk melaporkan [Name] sebagai orang hilang,  sampai suara isakan kecil terdengar dari arah gang sepi.

Netra hazel membulat sempurna saat melihat sosok sang gadis [Lastname] yang tengah meringkuk memeluk lutut. Kuroo berlari cepat menghampirinya, pundak [Name] ditepuk pelan. Pemuda itu menghela nafas lega.

"Hiks... Tetsurou-san!"

Gadis berambut coklat kemerahan itu menerjang Kuroo dengan pelukan. Isakannya mengeras, ia ketakutan. Tersesat di jalanan sepi entah di mana dengan ponsel mati memang sangat mengerikan. [Name] sudah satu jam berkeliling mencari jalan kembali ke pertokoan tadi, namun tak juga ketemu. Ia merasa lega karena sang teman masa kecil bisa menemukannya.

Kuroo yang terkejut dengan pelukan tiba-tiba hanya bisa menepuk canggung punggung mungil sang gadis bernetra coklat. Sebelum akhirnya mendengus geli dan membalas pelukannya, mendekap erat sambil menyandarkan kepala [Name] ke dada bidangnya. Ukh, detak jantungnya terasa semakin menggila.

"Kau itu, aku kan sudah bilang untuk tak menjauh dariku. Dan lagi, Kenma juga sudah memberitahumu untuk tetap diam di tempat jika sedang tersesat kan?"

"Maaf..."

Kepala berambut coklat kemerahan ditepuk pelan. Kuroo bisa dengan leluasa mencium aroma shampoo dan parfum yang selalu berhasil membuatnya terpesona. Tanpa sadar, sang kapten voli mendekatkan kepalanya, mengecup pelan puncak kepala [Name].

"Tetsurou-san?"

Panggilan dari [Name] membuat Kuroo kembali tersadar. Pemuda itu mengeratkan pelukan, kemudian menunduk dalam, menyembunyikan wajah yang merona hebat. Akh, jantungnya serasa mau copot.

"Tetaplah bersamaku dan jangan jauh-jauh dariku lagi, [Name]."

Kuroo melepaskan pelukannya dengan cepat. Tangannya menggenggam tangan mungil sang gadis berambut coklat kemerahan. Kaki jenjangnya berjalan agak cepat, membuat dirinya berada satu langkah di depan [Name].

Netra coklat sang gadis menatap heran ke arah punggung tegap yang tampak berjalan terburu-buru. Setelah beberapa detik mencerna kejadian tadi dan melihat telinga Kuroo yang memerah, barulah [Name] mengerti.

Gadis itu menundukkan kepalanya, menyembunyikan rona merah dengan untaian poni miliknya. Entah kenapa, pelukan dan genggaman tangan Kuroo terasa sangat hangat dan menenangkan.

K--Aii : ...rasanya aku bakal susah namatin book ini karena, yah, sUSAH BANGET NULISNYA DARIPADA YANG LAIN?? 😭😭

Tbh aku nggak tau aku nulis apaan :))  semoga narasinya nggak bingungin ya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro