Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2

Futakuchi Kenji--Dia yang sering lupa membawa bekal


"Oh, [Name]-chan!" 

Sang gadis pemilik nama menoleh, keningnya berkerut heran ketika melihat sosok wanita yang dikenalinya. Ibu Futakuchi Kenji tampak berlari kecil mendekatinya sambil membawa totebag putih.

"Tante, selamat pagi," sapa [Name]. Ibu Futakuchi membalasnya dengan senyuman.

"Pagi juga. Bisa minta tolong tidak? Kenji-kun lupa membawa bekalnya lagi."

"Oh, iya tante. Nanti [Name] antarkan," gadis berambut ash blonde itu mengambil totebag putih yang disodorkan.

"Terima kasih, [Name]-chan. Maaf merepotkanmu. Aku bersyukur bisa berpapasan denganmu di stasiun ini. Kenji-kun pasti akan mengomel jika aku mengantarkan bekalnya ke sekolahnya lagi," ibu Futakuchi tertawa pelan.

"Tidak merepotkan kok. Ah, shinkansen-nya sudah sampai. Ittekimasu."

"Itterashai."

[Name] duduk di dekat pintu masuk shinkansen. Gadis itu melambaikan tangannya sambil tersenyum pada wanita berambut coklat tersebut. Ia mengalihkan pandangan pada totebag dipangkuan.

"Mungkin aku akan dimarahi," gumamnya pelan.

Sesampainya di sekolah, [Name] memilih untuk menaruh tas di kelasnya dulu. Gadis itu mengambil ponselnya, kemudian mengirim pesan singkat untuk Futakuchi.

You
Futakuchi-kun|


Ia menunggu selama beberapa saat. Tanpa menunggu balasan, gadis itu kembali mengetik ketika sang pemuda berambut coklat sudah membaca pesannya. Toh, menunggu juga tetap tidak akan dibalas.

You
Bekalmu tertinggal|
Tante menitipkannya padaku saat|
kami berpapasan di stasiun.
Mau kuantarkan sekarang atau saat|
jam makan siang nanti?

FutaKen-kun
|Aku tidak butuh.

Sang gadis berambut ash blonde mengepalkan tangan, merasa tak terima dengan perlakuan sang kapten voli. Pesan balasan hanya dibaca. [Name] tetap akan mengantarkannya saat istirahat makan siang nanti.

Tak peduli jika Futakuchi akan memarahinya. Toh, biasanya juga begitu.

"Selamat pagi, [Name]-chan!" Mai menaruh tasnya di tempat duduk sebelah [Name]. Gadis bernetra kelabu itu membalasnya dengan senyuman.

"Pagi, Mai."

Gadis berambut coklat pucat itu menilik kedua totebag berbeda warna yang terletak di atas meja sang gadis [Lastname]. Yang berwarna merah ia yakini sebagai bekal milik teman baiknya. Mengingat tak cuma sekali-dua kali [Name] membawanya ke sekolah.

"Kau membawa dua bekal?" Tanya Mai. Yang ditanya menjawabnya dengan gelengan.

"Satu lagi punya Futakuchi-kun. Ibunya menitipkan bekalnya yang tertinggal padaku saat kami berpapasan."

"Mau kutemani?" Tanya Mai. Gadis itu khawatir Futakuchi akan menyakiti [Name].

"Tidak perlu. Aku tak mau kau ikut terseret masalah kami. Jangan khawatir, Futakuchi-kun..." kalimatnya terjeda beberapa detik. Senyuman tipis terukir di wajah manisnya, "Tak akan pernah menyakitiku."

Mai yang mendengarnya hanya bisa tersenyum. Gadis [Lastname] itu tahu tentang Futakuchi lebih dari yang lainnya. Kalau ia bilang begitu, maka sang manajer voli Dateko memilih untuk mempercayainya.

Kedua gadis itu mengganti topik pembicaraannya. Mai memberitahu [Name] kalau tim voli mereka berhasil lolos ke putaran selanjutnya. Sang gadis berambut ash blonde memberi selamat sambil tersenyum. Berharap mereka akan terus memenangkan pertandingan--setidaknya sampai semi-final.

Kegiatan pembelajaran dilakukan seperti biasa. Gadis berambut ash blonde itu fokus pada buku catatannya. Menulis hal-hal penting yang dijelaskan oleh sensei yang mengajar, sampai bel tanda istirahat berbunyi.

"Aku akan mengantarkan laporan pengeluaran iuran klub voli pada Futakuchi-kun. [Name]-chan mau ikut?"

Sang gadis [Lastname] menganggukkan kepalanya. Keduanya turun menuju lantai satu, kemudian berjalan ke gedung seberang. SMK Date memiliki tiga gedung dengan departemen yang berbeda-beda.

"Futakuchi, kau dicari Nametsu-san!"

Panggilan dari teman sekelasnya membuat sang kapten voli berjalan malas ke arah pintu. Tatapannya berubah datar ketika menyadari kedatangan sang gadis bernetra kelabu yang sedang memeluk totebag putih. 

"Ini, laporan iuran bulan ini. Aku sudah menyusunnya sebaik mungkin, tapi ada beberapa yang tidak balance. Tolong kau koreksi ya," ujar Mai sambil menyerahkan beberapa kertas yang telah diklip rapi. Futakuchi mengangguk paham.

"Oke, nanti aku cek."

Pemuda itu berbalik--berniat kembali masuk jika saja tangannya tidak ditahan. Ia menghempaskan genggaman tangan [Name] dengan keras. Netra coklat menatap risih.

"Bekalmu," kata [Name] sambil menyodorkan totebag itu.

"Sudah kubilang tidak perlu!"

[Name] menggertakkan giginya. Totebag diberikan dengan kasar, didorong kencang mengenai dada Futakuchi sampai membuatnya mengaduh dan terpaksa menerima bekal tersebut.

"Kau boleh menjauhiku, kau boleh mengabaikanku, kau boleh membuang semua pemberianku. Tapi jangan lupa untuk selalu membawa makanan dan jangan menolak bekal dari ibumu sendiri! Kegiatanmu itu banyak!"

Futakuchi membulatkan netranya, menatap ke arah bekal digenggaman. Kemudian beralih pada punggung gadis berambut ash blonde yang buru-buru pergi setelah mengomelinya.

Mai yang terkejut dengan teriakan [Name] menatap panik ke arah keduanya secara bergantian. Sebelum akhirnya memilih untuk mengejar teman baiknya dan memberi beberapa kata penenang.

[Name] berjalan cepat, mengabaikan ucapan Mai yang mencoba menghiburnya, juga tatapan penasaran orang-orang padanya. Batinnya terlanjur kesal. Ia merasa sedih, namun rasa tak dihargai lebih mendominasi.

Futakuchi Kenji itu sangat acuh pada kesehatan tubuhnya. Kegiatannya disekolah sangat padat, jadwal praktek dan latihan voli mengharuskannya pulang malam.

Ibunya selalu menyiapkan bekal, berharap setidaknya gizi harian Futakuchi terpenuhi dan tidak mudah sakit. Namun sampai sekarang, pemuda berambut coklat itu masih saja lupa makan.

Orang-orang yang berada koridor langsung membuka jalan untuk sang gadis [Lastname] ketika melihatnya berjalan dengan tergesa-gesa. Sudah menjadi rahasia umum kalau gadis dengan status wakil ketua ekstra panahan itu mengerikan saat marah.

[Name] tak segan-segan membanting orang yang macam-macam dengannya, bahkan pernah mengarahkan anak panahnya pada seorang gadis yang menghina dirinya hanya karena akrab dengan pacarnya. Yah, walau tidak benar-benar diarahkan ke sana. [Name] membiarkan panahnya meleset beberapa senti dari wajah berpoles make up gadis centil itu. Lalu melontarkan rentetan kata pedas yang membuat gadis itu berlari ketakutan.

Tiba-tiba saja sang gadis berambut ash blonde itu menghentikan langkahnya. Membuat Mai terkejut dan hampir jatuh ke belakang jika tidak ditarik [Name].

"Mai, kurasa nanti kita tidak jadi pergi ke karauke. Maafkan aku, mungkin besok saja ya."

Ucapan bernada datar itu membuat gadis berambut coklat pucat sangat khawatir, "Aku tidak masalah. Tapi, apa kau tidak--"

"Tidak apa-apa. Aku baru saja teringat kalau orangtuaku akan pulang nanti malam," jelas [Name] sambil tersenyum.

Mai mengerjap pelan, terkejut dengan cara [Name] mengalihkan pembicaraan. Namun tak ada yang bisa gadis itu lakukan. Sebagai teman baik, ia hanya bisa memberikan dukungan atas apapun keputusan gadis bernetra kelabu.

"Oh, kalau begitu apa boleh buat. Orangtuamu kan jarang dirumah karena pekerjaan. Memang sebaiknya memanfaatkan waktu bersama keluarga selagi bisa."

Sang manajer klub voli menarik pelan lengan [Name]. Gadis itu membawanya ke depan vending machine, dibelinya sebotol yogurt strawberry. Lalu diserahkan pada teman baiknya itu.

Berharap setidaknya minuman itu dapat meredakan gejolak emosi sang gadis berambut ash blonde. Walau Mai tahu kalau [Name] tak akan meluapkan amarahnya pada orang tak bersalah.

"Untukmu."

"Eh, tumben sekali," [Name] terkekeh pelan. Gadis itu menerimanya dengan senang hati, "Terima kasih, Mai."

K--Aii : ...rasanya, semakin ke sini kok tulisanku makin ambyar 😭😭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro