Extra Chapter
WARNING: SPOILER⚠
"Oh, Kou-chan akan lanjut bermain voli?" Tanya [Name].
"Iya. Lagipula aku tidak tahu harus melakukan apa selain main voli," jawab pemuda berambut dwiwarna tersebut.
[Name] memasukkan sesendok ice cream matcha ke dalam mulutnya. Rasa manis matcha yang mengisi rongga mulutnya membuat [Name] tersenyum senang. Lalu terkekeh geli melihat Bokuto yang sedang kesusahan memotong tumpukan pancake yang dilumuri coklat.
Kini mereka sedang berada di cafe dekat Fukurodani Gakuen. Sekadar jalan-jalan, mengistirahatkan diri sejenak dari belajar nonstop yang sudah [Name] lakukan sejak tiga bulan sebelum tes universitas.
Gadis bernetra coklat itu menarik pelan piring pancake milik Bokuto, membuat pemuda itu berhenti memotong asal pancake-nya. [Name] memotong pancake itu menjadi beberapa bagian kecil, kemudian dikembalikan pada sang pemuda bernetra gold.
"Terima kasih!" Ujarnya senang, Bokuto kembali melahap makanan dihadapannya.
"Kou-chan," panggil [Name] pelan. Bokuto menjawabnya dengan gumaman.
"...kurasa aku akan kuliah di Universitas Kyoto," kata [Name].
Bokuto tersedak. Dengan cepat menyambar lemon iced tea di atas meja. Pemuda itu berdeham beberapa kali sambil memegangi lehernya. Mencoba menghilangkan rasa perih di tenggorokan.
"HEY [NAME]! APA KAU SERIUS?" Tanya Bokuto dengan ekspresi tak percaya.
[Name] tertawa pelan. Gadis itu menumpu kepalanya dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya mengaduk-aduk ice cream yang tinggal sedikit. Netra coklatnya menatap sendu ke arah gelas ice cream.
"Kyodai terlalu tinggi untukku, tetapi aku ingin melanjutkan kuliahku di sana," melihat Bokuto menampilkan wajah sedih, [Name] mengibaskan tangannya sambil tersenyum tipis.
"Aku tidak terlalu berharap tinggi. Lagipula, pilihan universitas keduaku tetap di Tokyo kok," kata gadis itu.
"Kyoto itu... jauh," gumam Bokuto. [Name] mengangguk.
"Iya, jau--"
"TAPI!"
Netra coklat mengerjap terkejut. Bokuto menatapnya sambil memamerkan cengiran cerianya. Tangan kanannya meraih tangan [Name] di atas meja. Menggenggamnya dengan lembut. Sang gadis tersipu, belum merasa terbiasa dengan status mereka yang bukan lagi hanya teman masa kecil.
"Tapi kalau kau memang ingin sekolah di sana, akan ku dukung! Dimanapun kau bersekolah nanti, pasti akan ku dukung, [Name]!" Kata Bokuto sambil tersenyum lebar.
[Name] tertegun. Gadis berambut coklat ikut tersenyum. Netranya beralih pada tangan mereka yang saling menggenggam. Pemuda berambut jabrik mengusap pelan punggung tangan [Name].
"Iya, terima kasih, Kou-chan!" Kata gadis bernetra coklat tersebut.
*
*
*
"Kau akan pulang?"
Suara bariton milik Bokuto Koutarou terdengar sangat antusias dari telepon seberang. [Name] terkekeh. Menarik kopernya, gadis itu menuju ke arah halte. Berniat untuk mencegat salah satu taksi yang lewat.
"Iya, aku juga sudah dipindah tugaskan ke Tokyo," ujar [Name].
"Kau memang super sibuk. Anak farmasi memang berbeda ya,"
"Oh ya? Aku hanya seorang apoteker. Tidak sesibuk menjadi dokter, Kou-chan,"
"Kalau begitu, kau bisa memeriksaku saat aku sedang sakit, kan?" Mendengus geli, [Name] menjawab dengan sedikit mengerucutkan bibirnya.
"Sudah kubilang, aku ini apoteker, bukan dokter,"
"Tapi kan kau juga berada di bidang kesehatan," terdengar suara gerasak-gerusuk dari ponsel seberang.
"OH, AKU HARUS BERANGKAT KE MIYAGI. BESOK KAMI AKAN BERTANDING. KAU HARUS NONTON, OKE?"
"Ah, di Sendai, kan? Baiklah. Akan ku usahakan. Taksi ku juga sudah datang. Aku tutup ya. Sampai besok, Kou-chan,"
"SAMPAI BESOK [Name]!!"
Panggilan terputus. [Name] segera menaiki taksi menuju rumahnya. Gadis itu menyapa beberapa tetangga terdekat dan memberikan oleh-oleh khas Kyoto. Rumah terakhir yang dikunjunginya adalah rumah dengan papan nama 'Bokuto'.
"[Name] sudah kembali?" Tanya ibunya Bokuto senang.
"Iya tante. Baru saja,"
Wanita itu mempersilahkan sang gadis berambut coklat masuk ke dalam. [Name] duduk di sofa ruang tengah. Mengamati beberapa furniture yang tadinya tak ada di ruangan ini saat terakhir kali ia kemari.
Gadis itu juga melihat beberapa pernak-pernik voli yang dipajang pada lemari kaca. Termasuk beberapa foto Bokuto Koutarou dari dia kecil sampai yang terbaru, fotonya bersama tim MSBY Black Jackals. Melihat itu, [Name] tersenyum tipis.
"Ah, [Name] belum pernah melihat Kou-chan bertanding, kan?" Tanya ibu Bokuto yang datang sambil membawa segelas teh dan segelas susu coklat dingin. "Masih suka susu coklat kan?"
Tertawa pelan, [Name] mengangguk. Gadis itu meminum susu tersebut hingga setengah gelas. Kemudian kembali meletakkannya hati-hati di atas meja kaca. Netranya kembali melirik foto Bokuto yang sedang tersenyum bersama teman setimnya.
"Kou-chan menyuruh [Name] untuk menonton pertandingannya besok. Tapi [Name] pikir mendapat tiketnya tak semudah itu ya," kata [Name] sambil tersenyum ragu.
Ibu Bokuto tersenyum, ia beranjak dari duduknya. Memberitahu [Name] untuk menunggu sebentar. Gadis itu mengerjap heran melihat tiket pertandingan vlague divisi 1: Schweiden Adlers vs MSBY Black Jackals yang di serahkan oleh ibu Bokuto.
"Kou-chan selalu menyisakan satu tiket untukmu," katanya dengan senyum tipis.
[Name] membulatkan netranya terkejut. Di tatapnya tiket itu, lalu terkekeh pelan. Ibu Bokuto mengelus puncak kepalanya. Mereka berbincang ringan.
"Terima kasih tante, kalau begitu, [Name] pulang dulu," gadis itu pamit setelah menghabiskan susu coklatnya.
"Sering-sering main ke sini ya,"
"Iya,"
Mengganti bajunya dengan baju rumahan, sang gadis menjatuhkan dirinya di atas kasur empuk yang sudah lama tidak ia tempati. Netra coklat menerawang ke langit-langit kamarnya. Tangannya meraih tiket pertandingan di atas meja nakas sebelah kasurnya. [Name] tersenyum senang.
Gadis berambut coklat memutuskan untuk langsung beristirahat agar ia tidak merasa kelelahan besok. Men-setting alarm pada ponselnya, [Name] tertidur sepuluh menit kemudian.
*
*
*
[Name] menghirup dalam udara yang lebih segar di depan gedung olahraga Sendai. Tidak seperti udara di Tokyo yang berpolusi. Mengingat ibu kota jepang tersebut sama sekali tidak pernah istirahat.
"Oh, Akaashi-kun?" Sapa [Name] pada kouhai-nya di SMA. Ia tersenyum ramah.
"[Lastname]-san, lama tidak bertemu. Sedang liburan?" Tanya Akaashi. [Name] menggeleng.
"Aku sudah dipindah tugaskan," jawab gadis itu sambil berjalan masuk ke dalam gedung beriringan dengan Akaashi. "Akaashi-kun apa kabar?"
"Aku baik. Yah, selain pekerjaanku, aku baik," kata Akaashi. Pemuda itu menghela nafas lelah. [Name] tertawa.
"Aku terkejut saat mendengar kau menjadi editor mangaka,"
"Awalnya aku ingin menjadi editor majalah. Tapi ya sudahlah,"
[Name] menepuk pelan pundak Akashi. Memberi isyarat bahwa ia harus bersabar. Sang pemuda menghentikan langkahnya di salah satu kios makanan. Membeli beberapa onigiri Miya. [Name] duduk di sebelah Akaashi setelah berkenalan dengan mangaka teman kerja kouhai-nya tersebut.
"Ah, sudah mulai," kata gadis itu sambil memperhatikan lapangan.
Netra coklat terpaku pada sosok pemuda berambut dwiwarna yang tengah tersenyum lebar. Tanpa sadar, [Name] itu tersenyum. Gadis itu menutup setengah wajahnya dengan kedua tangan. Pipinya merona melihat figur laki-laki yang dirindukannya.
Gadis itu mengamati pertandingannya dengan perasaan bahagia. Apalagi saat mengetahui kalau Bokuto sudah berubah. Walau tidak banyak dan hanya diketahui beberapa orang terdekat saja.
"Kou-chan... dia sedikit berbeda ya?"
Akaashi yang mendengar gumaman senpai-nya melirik ke arah sang gadis. Lalu kembali ke arah Bokuto yang baru saja melakukan pukulan menyilang setelah gagal melakukan pukulan lurus. Suara sorakan penggemar yang meneriaki namanya bergema di dalam gedung.
"HEY, HEY, HEEEEYYY!!" Teriakan khas Bokuto terdengar sampai ke penjuru ruangan.
"Iya, Bokuto-san... sudah sedikit berubah," balas Akaashi.
[Name] mengembangkan senyumnya, menatap sayu pemuda berambut jabrik dengan nomor punggung 12 tersebut. Sang gadis berambut coklat memang hanya bisa pulang selama dua minggu dalam kurun waktu enam bulan. Selain karena study-nya, pekerjaannya juga sulit mendapat izin libur.
Giliran [Name] bisa pulang ke Tokyo, Bokuto pasti ada pertandingan penting dan tidak boleh diganggu. Dan tahun kemarin ia tidak bisa pulang karena jatah liburnya digunakan untuk cuti sakit. Gadis berambut coklat itu terkena demam sebanyak tiga kali sejak pertengahan tahun.
Dan kini setelah dua tahun lamanya, melihat Bokuto secara langsung mmbuat [Name] ingin menangis. Pemuda itu sudah terlihat dewasa. Ia juga semakin keren. Dan lagi, pemuda berambut jabrik yang sedang berdiri dilapangan itu tetap seorang Bokuto Koutarou yang [Name] kenal.
Masih seorang Bokuto Koutarou yang suka menjadi pusat perhatian. Bahkan mengajak para penonton bertepuk tangan untuk dirinya.
Masih seorang Bokuto Koutarou yang selalu bersemangat dengan teriakan 'Hey, hey, hey' miliknya. Senyum cerianya bahkan membuat orang lain ikut merasa senang.
Semuanya masih sama. Hanya saja, sosok kekanakan Bokuto Koutarou— mood swing parah yang dideritanya sejak kecil kini sudah tidak tampak. Pemuda itu bahkan terlihat lebih banyak berpikir saat pertandingan.
Bunyi peluit tanda berakhirnya pertandingan membuat sorakan memenuhi gedung. MSBY Black Jackals menang dengan pukulan terakhir dari pemuda berambut orange bernomor punggung 21, Hinata Shoyou. [Name] bertepuk tangan kagum.
"Kami akan mewawancarai Bokuto-san. [Lastname]-san mau ikut?"
Melihat Akaashi yang sudah beranjak dari duduknya bersama dengan temannya membuat [Name] menoleh, lalu menggeleng pelan. Ia kembali menatap ke arah lapangan, melihat beberapa atlet yang sedang memberi tanda tangannya.
"Aku ada titipan dari temanku untuk Sakusa Kiyoomi. Aku ada janji dengannya untuk bertemu di ruang tunggu. Akaashi-kun lakukan saja pekerjaanmu," kata [Name]. Pemuda bernetra gunmetal blue mengangguk.
"Kalau begitu, kami permisi, [Lastname]-san," membungkuk sebentar, Akaashi pamit pergi bersama rekannya.
"Sampai jumpa!" Ucap [Name] sambil melambaikan tangannya.
Sang gadis beranjak dari duduknya, kemudian menuju beberapa staff Black Jackals. Menunjukkan kartu identitas dan bukti janji, ia dipersilahkan untuk memasuki ruang tunggu.
"Kau [Fullname]?" Tanya pemuda berambut keriting.
"Iya," paper bag titipan diserahkan. "Ini, titipan untukmu,"
"Terima kasih," Sakusa mendengus kesal. "Padahal kalau cuma begini saja, lebih baik dikirimkan lewat jasa pengiriman," Mendengar itu, [Name] tertawa pelan.
"Yah, dia bilang, ini penghematan. Kalau begitu, aku pamit dulu, Sakusa-san,"
"Ah iya. Terima kasih, maaf merepotkan, [Lastname]-san,"
"Tidak apa-apa kok,"
[Name] berjalan menuju taman terdekat. Mengotak-atik ponselnya, gadis itu mengabari Bokuto jika ia sudah berada ditempat perjanjian. Beberapa detik kemudian ponselnya bergetar. Bokuto membalas bahwa ia akan segera menuju ke sana.
"Kou-chan!" [Name] melambaikan tangannya pada pemuda tinggi berpakaian tertutup, mengenakan topi, dan masker.
Bokuto menghampirinya dengan tergesa-gesa. Menarik tangan gadisnya saat mereka sudah berhadapan. [Name] jatuh pada dekapan erat Bokuto Koutarou. Sang gadis berambut coklat tampak terkejut, namun langsung membalas pelukan sang pemuda.
"Aku merindukanmu," kata Bokuto pelan.
Pipi [Name] merona. Wajahnya ditenggelamkan pada dada bidang sang pemuda berambut dwiwarna. Bokuto tertawa melihat reaksi malu-malu sang gadis. Beberapa saat setelah itu, [Name] melepaskan pelukannya.
Netra coklat menatap wajah tampan sang Bokuto Koutarou yang sedang tersenyum bahagia. Dan lagi, pemuda itu menurunkan rambutnya dibalik topi untuk membantu penyamaran.
"Kou-chan, kau tinggi sekali sekarang. Rasanya leherku sakit mendongak terus. Aku jadi merasa pendek," [Name] terkekeh. Bokuto mengerutkan keningnya.
"Benarkah? Tapi kau terlihat imut kok!" Balas Bokuto.
[Name] mengalihkan pandangannya. Berusaha menutupi rona merah di pipinya. Ah, wajahnya terasa panas sekali! Gadis itu tersentak kaget saat Bokuto menggenggam tangannya. Pemuda itu tersenyum lebar.
"Ayo pergi! Aku sudah izin untuk mengajakmu jalan-jalan seharian ini!" Tangan [Name] ditarik pelan.
Menyusuri kota Sendai berdua memang bukan hal yang buruk. Karena dimanapun itu, semuanya akan terasa menyenangkan jika bersama Bokuto Koutarou.
Sebagai destinasi terakhir, pemuda itu mengajak [Name] untuk melihat pemandangan malam Sendai dari atas bukit. Dinginnya angin malam tidak terasa mengganggu [Name]. Bokuto sudah menyerahkan jaketnya sejak sore tadi. Masker dan topi yang digunakannya juga sudah dilepas.
Rambut dwiwarna yang menutupi keningnya bergerak secara perlahan akibat hembusan angin. Merasakan tangannya digenggam lebih erat, [Name] menoleh ke arah Bokuto yang sedang menatapnya.
"[Name], aku mencintaimu," katanya dengan ekspresi serius.
[Name] membulatkan netranya. Terkejut dengan pernyataan yang tiba-tiba. Namun gadis itu membalasnya dengan senyum tipis.
"Aku juga mencintai Kou-chan,"
Bokuto tersenyum lebar. Tangan kanan pemuda itu meraih sisi wajah [Name]. Membawa sang gadis pada ciuman hangat. Ditemani dengan angin yang berhembus pelan, pemandangan lampu-lampu kota Sendai, rindangnya pepohonan, dan bulan purnama yang cerah.
Menghentikan ciumannya, pemuda bernetra gold itu merogoh kantung celananya. Ia menyodorkan sebuah kotak beludru merah. Bokuto berujar dengan kening yang masih saling menempel.
"Ayo menikah,"
K--Aii : 1,8k words yeeyyy^^
Sekali lagi makasih buat kalian yang udah ngikutin iniii. Makasih buat vote dan comment-nyaaa. Aku sayang kaliaaannn♡♡♡
Aku ngerasa agak aneh dibagian ngelamar. Maksudku—yah, aku masih bocah banget nggak tau yang begituan. Tapi kalo dibanding sama lamaran di restoran terkenal pake jas sama dress, itu bukan tipe Bokuto banget. Jadi ya udah deh, aku buat kayak gini aja. Semoga nggak mengecewakan 😔😳
Oh iya, Oikawa ver. udah aku publish. Bisa cek di work aku yaaa.
With♡
K--Aii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro