Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9

Bokuto Koutarou--Dia yang tidak sadar dengan perasaannya

"[Name]! Bisa kau tolong bagian sini?"

Sang gadis berambut coklat menoleh ke arah Shinakata Kazuya--teman sekelasnya. [Name] menyerahkan kardus berisi hiasan dinding pada temannya yang lain. Kemudian menghampiri pemuda berambut keunguan.

"Apa yang bisa aku bantu, Kazuya-kun?"

Sang pemuda menyerahkan beberapa pamflet dan poster pada sang gadis berambut coklat. Kemudian mengambil selotip dan gunting.

"Aku mau memasang poster ini di beberapa tempat. Kau yang bawakan ya. Yang lain masih ada tugas,"

[Name] mengangguk. Gadis itu mengikuti Kazuya, mereka berjalan beriringan. Fukurodani Gakuen tampak lebih ramai dari biasanya. Orang-orang sedang sibuk berlalu lalang mempersiapkan acara festival sekolah yang diselenggarakan seminggu lagi. Begitu juga dengan kelas [Name] yang mengambil tema cafe bergaya tradisional jepang.

Mereka memasang poster di tempat-tempat yang strategis, dari papan pengumuman di dekat gerbang masuk sekolah bahkan sampai rooftop Fukurodani. Awalnya [Name] heran, namun Kazuya hanya tertawa saat gadis itu bertanya.

"Yah, siapa tahu banyak yang berminat," jawaban pemuda berambut keunguan itu membuat [Name] tertawa pasrah.

Keduanya melewati lorong kelas sang Bokuto Koutarou. Namun karena terlalu sibuk menimpali beberapa candaan milik Kazuya, [Name] sama sekali tidak tahu kalau ia sedang melewati kelas Bokuto.

Di sisi lain, sang ace voli Fukurodani yang sempat melihat [Name] dari jendela kelasnya berencana untuk menyapa. Namun suaranya tertahan ketika melihat sang teman masa kecil sedang berbicara akrab dengan pemuda berambut keunguan.

Bokuto memang sudah tahu sejak awal, kalau [Fullname] berteman dekat dengan Shinakata Kazuya. Bahkan mereka memanggil nama kecil satu sama lain sejak kenaikan kelas 11. Namun ia tak tahu kalau mereka sedekat itu.

Sang gadis berambut coklat bahkan tidak memarahi Kazuya karena sudah mengacak-acak rambutnya. [Name] hanya menggerutu pelan dan berjinjit untuk balik mengacak rambut keunguan pemuda itu. Menghindar, Kazuya memilih untuk merangkul gadis bernetra coklat tersebut. Tawa lepas keduanya membuat Bokuto tampak mengepalkan tangannya tanpa sadar.

"Bokuto, apa yang sedang kau lakukan? Kalau menganggur, sebaiknya kau bantu memasang kepala mainan ini,"

Teguran dari Komi Haruki membuat pemuda berambut dwiwarna itu tersadar dari lamunannya. Ia memamerkan senyum canggung. Kemudian mencoba bersikap untuk terlihat ceria seperti biasa.

"Tidak ada! Kupikir tadi ada kupu-kupu yang lewat," kata Bokuto.

Pemuda itu menghampiri teman sekelasnya. Membantu memasang beberapa kain hitam guna membuat nuansa horror. Komi dan Washio saling berpandangan. Merasa aneh pada Bokuto.

Walaupun pemuda itu tidak sampai bad mood parah seperti biasa, tapi sebagai gantinya, Bokuto menjadi lebih banyak diam. Ia juga sangat tidak fokus dengan pekerjaannya. Teguran dari teman-temannya hanya dibalas tawa canggung oleh pemuda bernetra gold.

"Bokuto, kenapa kau mewarnai tengkorak ini dengan warna hitam?"

"Eeh, bukannya hitam itu kelam dan menakutkan?" Balas Bokuto.

"TAPI TULANG TENGKORAK BERWARNA PUTIH, BOKUTOOO!!"

"Benarkah? Ahaha,"

Pemuda jabrik mengelus tengkuknya. Wajahnya kembali murung. Sang middle blocker--Washio Tatsuki menghela nafas. Pundak Bokuto ditepuk pelan.

"Kau istirahat saja sana. Biar kami saja yang mengurus sisanya," kata Washio.

Komi mengangguk. Ia mendorong punggung kapten voli tersebut keluar dari ruang kelas. Bokuto mengerjap pelan. Sedikit memprotes kelakuan libero kebanggaan Fukurodani.

"O-oi, kalian mengusirku?" Tanya Bokuto tidak terima. Komi menghela nafas.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu. Kau hubungi Akaashi saja sana. Ia sedang berada di cafeteria," kata Komi. Washio mengangguk setuju.

"Jangan kembali sampai mood-mu membaik ya!"

Bokuto menggerutu di sepanjang jalan menuju cafeteria. Pemuda itu terlihat sangat lesu. Jika biasanya ia menyapa orang duluan, maka saat ini pemuda itu hanya menganguk saat disapa.

"Bokuto-san!" Panggilan Akaashi membuat Bokuto menoleh.

Pemuda jabrik itu mendudukkan dirinya berhadapan dengan Akaashi. Pemuda bernetra gunmetal blue menyodorkan segelas es teh pada seniornya. Bokuto langsung menyeruput minuman dihadapannya sampai tersisa setengah.

"Kudengar dari Washio-san kau sedang bad mood ya?" Tanya Akaashi.  Bokuto terdiam sejenak.

"Naa, Akaashi. Apa kau merasa kesal saat melihat [Name] akrab dengan pemuda lain?"

Pertanyaan dari kapten volinya membuat sang setter Fukurodani mengerutkan keningnya bingung. Namun akhirnya mengerti alasan yang membuat mood Bokuto menurun. Akaashi menggeleng.

"Aku tidak pernah merasa kesal jika [Lastname]-san akrab dengan orang lain,"

"Eh? Tapi aku merasa kesal! Sangat kesal!" Mendengar ucapan sang kapten, Akaashi menghela nafas.

"Itu karena kau memiliki perasaan padanya,"

Netra gold mengerjap pelan. Ditatapnya sang wakil kapten dengan ekspresi melongo. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya, Bokuto kembali bertanya.

"...apa?" Akaashi kembali menghela nafas.

"Kau menyukainya, Bokuto-san. Karena itu kau merasa kesal jika dia dekat dengan orang lain. Kau selalu melakukan hal-hal yang bersifat spontan--memeluknya saat berhasil menemukan [Lastname]-san saat festival musim panas kemarin, misalnya. Tapi coba pikirkan. Jika gadis itu adalah Shirofuku-san atau Suzumeda-san, apa kau akan memeluknya?"

Keheningan melanda. Otak Bokuto tengah bekerja mengolah informasi yang diberikan secara mendadak. Pemuda berambut dwiwarna itu menggeleng pelan setelahnya.

"Tapi Akaashi, [Name] sudah kuanggap sebagai adikku,"

Kali ini, sang setter yang terdiam. Padahal Akaashi yakin sekali jika sang ace Fukurodani ini memang memiliki perasaan pada teman kecilnya. Kembali memutar otak, pemuda itu kembali memberikan perandaian lainnya.

"...kurasa Bokuto-san salah mengartikan perasaanmu sendiri. Anggap saja, [Lastname]-san memiliki kekasih yang sangat disukainya. Mereka saling bergandengan tangan, berpelukan--"

"TIDAK MAU!!" Teriak Bokuto sambil memukul meja cafeteria.

Akaashi bersyukur kalau cafeteria sedang sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang langsung memaklumi keadaan ketika melihat kehadiran Bokuto. Toh, hampir satu sekolah sudah biasa mendengarnya berteriak.

"Kalau begitu, Bokuto-san pasti memang menyukai [Lastname]-san. Karena seperhatian apapun seorang kakak, dia tidak mungkin sampai berperilaku seperti itu pada adiknya,"

Melihat Bokuto masih menampilkan wajah bingung, sang kouhai menghela nafas lelah. Otaknya kembali berpikir lebih keras, merangkai kalimat yang bisa ia gunakan untuk membuat senpai-nya memahami perasaannya sendiri.

"Ah, begini saja. Kalau Bokuto-san menemukan tempat paling indah, siapa perempuan yang pertama kali terbayang? Kalau ada toko makanan baru, siapa perempuan yang akan kau ajak? Siapa perempuan yang Bokuto-san inginkan untuk berbagi momen bersama?"

Bokuto terdiam sejenak. Di benaknya, hanya satu nama yang mampu terpikirkan. Ia tiba-tiba tertawa kencang. Dengan senyum lebar, ia menepuk-nepuk pundak Akaashi.

"TERIMA KASIH, AKAASHI!!"

Sang pemuda bernetra gunmetal blue mengangguk. Menghela nafas lega saat melihat Bokuto menyadari perasaannya. Karena jujur saja, kalau kaptennya tersebut belum mengerti, Akaashi sangat ingin menghantam kepala senpai-nya dengan bola voli. Siapa tahu kepekaannya bisa upgrade sedikit.

K--Aii : ...ini bukan drabble 😳😔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro