Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Permainan

Saat ini Tejo dan Zikri sedang berada di kantin kantor yang ramai. Di mejanya, hanya ada mereka berdua. Padahal masih muat untuk tiga atau empat orang lagi. Para karyawan lain malah melipir ke meja lain. Sungkan untuk nimbrung dengan mereka berdua.

Hari ini juga, mereka sama-sama membawa bekal dari rumah. Sang istri yang menyiapkannya. Jelas saja, itu hal yang sudah pasti. Apalagi istri mereka memang sama-sama pengertian.

Ahh ... Mungkin jika ada Fahrul, temannya itu pasti akan mencak-mencak. Jomblo, ya, cuma bisa iri.

"Nyaman gak di kontrakan baru, Jo?" Zikri bertanya sebelum menyedokkan satu suap nasi ke mulutnya.

Tejo mengangguk pasti. "Nyamanlah! Kan, sama Dek Ica," jawabnya mantap.

Zikri ingin tertawa, namun ia urungkan karena mulutnya penuh dengan nasi. Yang ia lakukan hanya geleng kepala. Temannya yang kini merangkap menjadi karyawan kantornya itu memang selalu ada saja tingkahnya. Konyol, memang, tapi hanya sebagai pemanis dirinya sendiri.

"Panggilan sayang, heh?" Zikri langsung menyemburkan tawa saat mendapatkan jawaban 'iya' dari temannya itu.

Tejo mendengus saat Zikri tertawa. Di mana, temannya itu bermaksud meledek, sudah pasti itu maksudnya. Ia tidak merasa aneh dengan panggilan sayangnya pada Risya. Kan, memang dirinya sayang pada perempuan itu, lalu salahnya di mana?

Tolong, ya, ingatkan Zikri kalau temannya itu juga sama seperti dirinya.

"Ya, gue mending, lah elo? Sayang? Sayang pala kau peyang!" paparnya.

"Suka hatilah!" cetus Zikri.

Mereka lalu mengobrol kembali. Diselingi candaan Tejo yang ala kadarnya, mereka berdua sesekali tertawa. Membuat para karyawan menatap mereka kagum. Yang satu ganteng dan manis, yang satu lagi manisnya lumer seperti cokelat panas.

Obrolan mereka terhenti ketika salah seorang karyawan datang menghampiri. Perempuan. Berpakaian rapi dan tidak ketat. Pakaiannya sopan. Perempuan dengan rambut panjang yang terurai itu memberikan senyuman lebarnya sambil menyapa, "Permisi, Pak. Ini, kan, di luar jam kerja, jadi saya boleh, kan, bertanya sesuatu?"

Tejo dan Zikri saling tatap, lalu berdeham pelan. Tejo melanjutkan makan karena perempuan itu mungkin ingin bertanya pada Zikri. Dari ekor matanya, ia melihat Zikri yang menghentikan acara makannya sejenak untuk menanggapi salah satu karyawannya itu.

"Ya, kenapa?"

Perempuan itu menggenggam ponselnya. "Boleh minta nama akun Instagramnya pak ini, nggak?" Ia menunjuk Tejo dengan ibu jari agar terlihat sopan.

Tejo tersedak. Batuk beberapa kali. Menegak minum, tenggorokannya terasa lega saat air itu mengalir. Lalu, ia menatap perempuan itu. "Saya?" tunjuknya pada diri sendiri.

"Iya, Pak. Boleh?"

Zikri ingin tertawa. Kondisi wajah Tejo sangat tidak bagus sama sekali. Seperti orang linglung. Ia melanjutkan makan, tidak peduli pada Tejo yang sudah memberikan tatapan seakan meminta bantuan padanya. Biarkan saja temannya itu mengurus hal sepele seperti ini sendirian.

Tejo menggaruk kepalanya. Lalu terdiam beberapa saat. "Emmm ... Boleh." Sebuah ide tercipta dalam satu kedipan mata saja. Ia terkagum sendiri dengan kecerdasan otaknya. Zikri sampai melototkan kedua matanya.

Perempuan itu tersenyum cerah. "Namanya apa, Pak?" Formalitas saja memangil Pak, biar tidak kena semprot.

"Haris2011," kata Tejo.

Zikri menyenggol kaki Tejo di bawah meja. Membuat sang empu menatapnya. Ia menaikkan satu alisnya. Dan hanya dibalas kedipan mata tidak terlalu terlihat. Kode jika semuanya akan baik-baik saja.

"Bagus, Pak, namanya."

Dengan santainya, Tejo berucap, "Iya, dong, bagus. Haris, kan, artinya JoHAn-RISya. Itu akun kami berdua. Saya dan istri saya tercinta. Boleh follow dan share ke temen kamu juga, biar semuanya pada follow, ya." Ia menarik senyuman puas.

Zikri mengerjapkan matanya, syok. Sama halnya dengan perempuan itu. Tanpa pamit, dengan wajah merah menahan malu, perempuan itu meninggalkan Tejo dan Zikri.

"Sembarangan sih kalo sama Johan, gitu kan akibatnya!" tandas lelaki itu. "Gue cinta sama Dek Ica, enak aja sok-sok pdkt. Cantik, sih, tapi nggak deh. Punten lurr."

...

"Tolong pijitin kepala aku, Dek."

Hujan deras mengguyur ibu kota. Ia lupa membawa jas hujan di motornya. Karena sudah sore dan gelap, ia tidak ada pilihan lain selain menorobos hujan. Tanggung juga karena sudah seperempat perjalanan ke rumah dari kantor. Akibatnya, kepalanya pening, meski badannya yang kehujanan.

Pulang dengan keadaan menggigil, Tejo mendapati omelan dari Risya setelah dirinya membersihkan diri. Sedangkan perempuan itu membuatkan teh hangat, lalu menyuruhnya untuk istirahat.

Dan di sinilah sekarang, Tejo berbaring dengan paha Risya yang jadi bantalannya. Lalu, ia bisa merasakan kalau kepalanya dipijit perlahan oleh jemari tangan kecil itu dengan penuh kelembutan.

"Makan dulu aja, Mas," ucap Risya.

Tejo memejamkan matanya menikmati pijitan istrinya itu. "Males, ah!"

"Aku udah masak."

Tiga kata, namun berhasil membuat lelaki itu langsung membuka mata dan beranjak. "Ayok, makan!"

Risya membatin, "Keanehan apalagi yang belum aku tahu tentang Mas Jo?"

...

Setelah makan, pening di kepala Tejo sudah mereda. Hanya kehujanan segitu saja, tidak masalah. Selagi ada obatnya--Risya--pasti pening itu akan hilang seketika. Hahaha ....

Memilih tidak rebahan lalu mengobrol, lelaki itu malah mengajak Risya bermain games sederhana. Mereka duduk di atas tempat tidur. Duduk berhadapan. Hanya ada selembar kertas yang berisi bedak bayi yang menjadi sekat.

"Nanti kalau salah berarti kena coret?" tanya Risya.

Tejo mengangguk. "Iya. Tapi, sebelum itu, pipi kita berdua harus dicoret pakai bedak dulu, sebagai tanda permulaan permainan. Oke?"

Dengan dua jari--jari telunjuk dan tengah--yang terdapat bedak, lelaki itu mulai memoles pipi kanan dan kiri Risya. Lalu, bergantian dengan Risya yang memoles bedak itu di kedua pipinya.

"Jadi, cara mainnya kayak gini, aku bakal sebutkan nama hewan, terus kamu harus jawab dengan cepat hewan itu makan apa. Contoh: sapi? Rumput, gitu. Tapi, kamu harus jawab yang cepet," jelas Tejo. Menatap Risya dengan serius. "Paham, gak? Diem mulu kayak batunya si Patrick ikut lomba lari," ujarnya.

Risya mendelik. "Tuh, kan, orangnya becanda mulu! Aku paham tahu, Mas! Ayo, main!" ajaknya.

"Suit dulu."

"Gunting, batu, kertas!"

Tejo memukul paha Risya dengan kecil saat dirinya memilih kertas, sedangkan Risya batu. "Aku dulu, asik!" serunya dengan girang. Risya memutar bola mata dengan malas.

"Udah, mulai aja, deh!" desak gadis itu.

"Sabar!" sembur Tejo.

Permainan di mulai.

"Senin?"

"Selasa!"

"Ehh! Kok nama hari?! Katanya nama hewan!" sosor Risya sambil melototkan matanya. Kenapa juga dirinya malah menjawab selasa? Lelaki itu ... Memang benar-benar!

Mau tek 'hih' aja rasanya, batinnya berteriak kesal.

Tejo terbahak. "Tapi, bohong! Yhaaa! Kena tipu ... games palsu ...." Dengan lantangnya berkata demikian.

"Mas, ih, jangan becanda!"

Tejo akhirnya angkat tangan. Kali ini serius. Permainan di mulai.

"Ji, ro, lu! Monyet?"

Kenapa juga awalnya harus monyet?

"Pisang!"

"Sapi?"

"Rumput!"

"Semut?"

"Gula!"

Tejo membulatkan mata. "Kata siapa?!" serunya.

Risya mengerjapkan matanya. "Kan semut suka yang manis-manis, ya gula dong!" paparnya tidak mau kalah.

"Itu mah semut rumahan, kalau semut liar? Makannya apa, hayo?" Lelaki itu menodong.

"Ya, semut liar berburu di tong sampah! Mas Jo, masa gitu doang gak tahu?"

"Dek, bukan gitu aturan mainnya." Tejo siap mencoret pipi Risya. Gadis itu menahan. "Salah, dong?"

"Ya, salahlah, Sayangku. Sini, coret dulu pakai bedak."

Setelah itu, permainan berlanjut. Kali ini Risya yang melontarkan pertanyaan, sedangkan Tejo menjawab.

"Ular?"

"Kodok!"

"Kodok?"

"Belalang!"

"Kambing?"

"Rumput!"

"Kucing?"

"Wiskas," jawab lelaki itu dengan santai.

Risya memukul pahanya. "Ish! Itu kucing golongan sultan, ini kucing rumahan biasa!" semburnya.

Tejo memiringkan kepala. Bertanya, "Ikan asin?"

"Itu tahu, kenapa malah jawab wiskas? Sok, sultan banget!" dumel Risya sambil mencoret pipi Tejo.

Teji tertawa lebar. Mencubit kedua pipi Risya. "Tahu dari mana bahasa sultan-sultan kayak gitu, hm?"

Risya, bukannya mencoret bedak ke pipinya saja, ini malah meratakannya ke seluruh wajah. Dari pipi, lalu turun ke dagu, di keningnya juga ia polesi bedak. Menyeluruh pokoknya!

Melirik mata lelaki itu sebentar, Risya menjawab, "Tahu dari anak-anak yang main depan kontrakan tadi siang, hehehe ...."

Lantas, lelaki itu mulai mengurungnya dengan kedua tangan. Lalu mulai menggelitiki perut perempuan itu.

...

Ada yg kangen?

Games tadi bisa kalian praktekkan sama siapapun, doi apalagi wkwkwk (kalau ada)

Gak kerasa udah part 17, tunggu konfliknya, kita napas dulu aja

Info aja, ini bakal ending di part 30-an ya

Makasih yg masih sempat kasih vote dan komen!

Salam cinta

NUNG

Indramayu, 10 agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro