10. Perdana Hari Bekerja
Setelah dua hari menunggu pertimbangan dari pihak HRD dan kepala divisi kantor yang akan Tejo tempati untuk bekerja itu, akhirnya ia diterima. Tadinya, sih, jika pihak kantor tidak menerimanya, ia akan melamar di kantor milik keluarga Fahrul. Atau ... Ya, bisa di kantor lain juga tidak apa-apa. Toh, yang penting bekerja. Ia bisa menghidupi biaya kebutuhan sehari-harinya dan Risya.
Kantor cabang milik ayahnya Zikri ini berjalan di bidang penjualan camera cctv. Bukan sebuah perusahaan yang lantainya hingga berpuluh-puluh. Kantor itu berdiri dengan lantai sebanyak 10.
Memang, sih, menggunakan lift. Tapi, bukan berarti lantainya hingga melebihi 20. Konon kata Zikri, kantor itu didirikan oleh ayahnya dengan susah payah. Tentu saja bantuan dari sang Kakek Zikri dulunya. Hingga, kantor itu bisa berdiri hingga sekarang.
Salah satu tempat staf yang kosong, kini sudah Tejo isi. Meski hanya menjadi staf, ia sudah sangat bersyukur. Setidaknya ia sudah memiliki pekerjaan saat ini.
Setelah sarapan pagi dan berpakaian rapi, tepat pukul 07.05 menit, lelaki itu sudah siap untuk berangkat. Risya sampai ternganga karena semangat lelaki itu untuk bekerja.
"Sya-yang, do'ain aku, ya?"
Sebentar, apa tadi?
Sya-yang?
Sya-yang burungkah?
Alih-alih malu, Risya malah memukul lengan lelaki itu yang terbalut jaket, sedangkan di dalamnya ada kemeja berwarna abu. Kemudian Risya mengamati Tejo yang kini sedang memakai helm sambil terkekeh geli. Masih ada di dalam kos juga.
"Mas, nanti pulang jam berapa?"
"Kayaknya, sih, mau magrib. Nanti, kalau aku mau pulang, aku kabarin kamu, kok. Emangnya kenapa?" Tejo menyandarkan tubuhnya di dinding. Tangannya terulur untuk merapikan rambut Risya yang keluar dari kerudung. "Yang bener, sih, pakainya. Ini keluar rambutnya, Sya."
"Kalau ada kompor, sih, aku pengen masakin Mas sesuatu. Tapi, kan, nggak ada, jadi ya udah, deh. Ini aku lupa pakai jarum, jadi longgar rambut ke mana-mana, hehehe ...."
Setelah membenarkan rambut dan kerudung gadis itu, Tejo menegakkan tubuhnya. Bersiap untuk berangkat, takut terlambat karena masuk jam kantor tepat di pukul 08.00.
Risya mengambil tangan kanan lelaki itu. Mengecup punggung tangannya dengan pelan. Kemudian berkata, "Hati-hati, Mas. Semangat, ya!"
Sebagai balasan, lelaki itu mencubit pipinya dengan gemas. "Iya, makasih," ucapnya.
Mereka keluar kos. Cahaya matahari perlahan menyambut. Menyalakan mesin motornya, Tejo terdiam beberapa saat. Kemudian menoleh pada Risya yang berdiri di depan pintu. Ia langsung menstandar motor, dan turun begitu saja.
Risya yang melihat itu keheranan. Ia menekuk alisnya. "Lho, lho, kenapa?"
Lelaki itu malah mendorong Risya masuk ke dalam kamar kos. Sambil memegang kedua bahunya, Tejo menutup pintu kamar dengan sebelah kakinya.
"Mas, ada yang ketinggalan? Atau, apa?"
"Iya, Sya, ada yang ketinggalan," jawabnya enteng.
"Apa? Emm ... Hape? Atau ... Apa?"
"Ini."
Lalu mendaratkan kecupan lembut di kening Risya.
"Udah, gak ada yang ketinggalan, deh. Aku berangkat dulu. Kamu hati-hati di kos."
Sebelum Risya membalas, lelaki itu sudah beranjak keluar kamar. Meninggalkan Risya yang perlahan memegang keningnya. Lantas, tersenyum kecil dengan pipi yang memanas.
Kecupan itu ... Menghangatkan hatinya.
...
Di divisi finance---atau divisi keuangan---Tejo masuk di salah satu stafnya. Konon katanya lagi, kantor ini tidak terlalu mandang jurusan dan lulusan apa seorang karyawan itu. Namun, jika memang mau belajar dan bersungguh-sungguh, pasti akan diterima.
Meski Tejo dari anak Manajemen Bisnis, tapi ia bisa masuk di divisi finance ini. Mungkin karena keungan memang masih ada sangkut pautnya dengan jurusan yang ia ambil dulu. Hm, mungkin lebih tepatnya akuntansi? Ah ... Tidak juga sepertinya. Ia yakin, dirinya pasti menjalankan pekerjaan ini.
Tiba di lobi, ia menuju resepsionis. Ada satu orang perempuan yang sudah stay di sana. "Permisi, Mbak."
Perempuan itu menoleh dan langsung berdiri. Menarik seutas senyum ramah. "Iya, Mas, kenapa?" Perempuan itu memandang Tejo dengan saksama. "Emm ... Tunggu, sepertinya saya pernah tahu siapa anda," lanjutnya.
"Saya temannya Zikri, yang kemarin-kemarin melamar pekerjaan di sini."
"Oh, iya! Mau bertemu Pak Zikri nya, atau dengan siapa?"
"Dengan HRD dan kepala divisi finance, Mbak. Apa sudah datang?"
Perempuan itu menjetikkan jarinya. "Jangan bilang, Masnya yang mengisi staf baru di finance?" Dan mendapat anggukan dari Tejo. "Keren," puji perempuan itu.
"Keren?" beo Tejo. Kebingungan juga. Perempuan itu terlalu ramah untuk dijadikan penjaga resepsionis saja.
"Baru lulus kuliah, kan? Keren langsung bisa diterima di sini, hihihi ...." Perempuan itu terkikik geli.
Tejo menggaruk tengkuknya. "Ah ... Iya, Mbak."
"Kalau jam segini, Pak Rey dan Pak Ham belum datang. Mungkin lima menit lagi, Masnya boleh tunggu di sofa itu aja."
Akhirnya Tejo duduk di sofa dekat resepsionis. Beberapa orang mulai memasuki kantor. Ia menatapnya satu persatu. Menarik napas dan membuangnya secara perlahan, berharap hari ini adalah awalan yang baik untuk ke depannya.
...
Ketika jam makan siang. Tepat jam 12, di biliknya sendiri, Tejo meraih ponsel. Segera membuka aplikasi hijau dan mengirimi chat pada Risya.
Risya-yang
Sya, aku mau solat dulu, abis itu beli makan, terus telponan. Gimana?
Ia beranjak dari kursi setelah memasukan ponsel di saku celana. Di bilik sampingnya sudah kosong. Menekuk alisnya sejenak, dirinya menaikkan bahunya acuh. Mungkin pemilik bilik sebelahnya sudah keluar ruangan.
Lift ramai akan karyawan yang ingin keluar untuk makan siang. Para perempuan bahkan ada yang membawa paperbag. Bergurau riang di dalam lift. Seakan-akan yang ada di dalam lift hanya mereka saja.
Tejo berdiri di pojokkan. Bersedekap dada dan menyandarkan tubuhnya ke samping. Telinganya itu sebenarnya tidak ingin mendengarkan apa yang para karyawan lain bicarakan. Tapi, karena suaranya menembus gendang telinga, jadi ia dapat mendengarkannya dengan jelas apa yang para karyawan itu bicarakan.
"Ya, emang, sih, masih muda. Tapi, ya kalau belum nikah, mah, embat aja bisa, kan? Sayangnya udah nikah sejak masih masa kuliah, coy! Hadeuh! Alamat dapat berondong, gagal!"
"Ya ampun, lo bener! Tapi, gue denger-denger, nih, ya, staf finance yang kosong itu diisi sama temennya, lho. Kira-kira gimana, ya, orangnya?"
Tejo menegakkan tubuhnya. Melirik para perempuan itu yang heboh bergosip. Ia mengembuskan napas beratnya. Yang mereka bicarakan tadi itu Zikri dan dirinya, kan?
Ia berdecih pelan. Dalam hati berkata, "Udah tua juga, masih aja ganjen."
Lift berdenting. Tepat di lantai 1, Tejo segera keluar. Akhirnya, telinganya tidak panas lagi mendengar gosip itu. Untung saja para perempuan itu tidak tahu jika ia adalah staf baru yang mengisi di bagian finance itu. Jika iya, sudah pasti dirinya diserbu pertanyaan. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya merinding. Hih! Jangan sampai!
"Jo!"
Hampir membelokkan langkah ke arah kanan untuk menuju mushola, teguran dari seseorang yang suaranya familiar membuat langkahnya terhenti. Di dekat resepsionis ada Zikri yang melambaikan tangan. Lalu temannya itu berjalan mendekat.
"Gue cariin dari pagi juga, baru ketemu sekarang," ucap Zikri setelah berdiri di samping Tejo.
Tejo merangkul bahu temannya itu. "Lo, kan, Pak Direktur, sibuk, mana ada waktu buat ketemu," balasnya.
Zikri menderai tawa. Orang-orang yang ada di sekitarnya itu meliriknya dan Tejo yang nampak akrab. Hm, mungkin setelah ini Tejo akan menjadi sorotan para karyawan.
"Solat, kan?"
"Iya. Habis itu baru makan."
Mereka berjalan menuju mushola kantor. Jika sedang berjalan beriringan dan saling merangkul bahu, mereka seperti sohib. Sayang saja kurang satu personil.
"Zik, lo digosipin karyawan, tuh! Mana bawa-bawa gue lagi."
Di depan mushola, mereka melepas sepatu. Zikri mendongak sejenak. "Kenapa bawa-bawa elo?" tanyanya balik.
"Ya, karena mereka tahu gue itu temennya elo. Tapi, mereka gak tahu kalau gue itu temennya elo yang udah masuk ke bagian finance. Gue diem aja, tuh, ya, pas mereka gosip. Akibatnya, kuping gue panas."
Zikri menderai tawa. "Awas, bentar lagi ada yang jadi inceran para karyawan. Inget, Risya di kos-an, noh!" godanya.
Sadar akan tempat umum, niat ingin melempar sepatu, Tejo urungkan. Dirinya hanya mendengus sebal.
Hah, mendengar nama Risya membuat ia ingin cepat-cepat mendengar suara gadis itu.
...
Garing banget kek rengginang :)
BESOK PO NOVEL AKRESHA ^^
SEQUEL OY UDAH PUBLISH YA, SILAKAN BACA
Part depan terjadi kegemparan guys
Indramayu, 24 juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro