Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Pulang Bersama

Jika aku hanya jadi tempat peristirahatan dalam penat penantianmu, tak apa. Beristirahatlah tanpa mencemaskan apapun. Aku akan tersenyum padamu, meski itu sulit.

Winmin menyeruput mi ayamnya tanpa beban. Sementara Yujin mengedarkan pandangannya sekilas, tatapan tak suka orang-orang terus saja mengusik pikirannya. Namun begitu melihat Winmin lagi, yang seakan tetap bersinar meski tengah lahap-lahapnya makan, seulas senyumnya mengembang begitu saja. Orang-orang sinis itu pasti ingin berada di posisinya saat ini. Ia pun ikut melahap makanannya kembali, tentunya dengan lebih anggun.

"Makasih yah, Kak Win udah mau nemenin gue makan di sini," ujar Yujin malu-malu.

"Nggak usah makasih kali, gue juga kebetulan aja kok duduk di sini soalnya tempat duduk yang lain udah pada penuh."

"Oh, gitu yah Kak," lirihnya mengulum senyum kecut, membuat Winmin spontan menahan semburat tawanya.

"Bercanda kok, bercanda. Gue emang pengen makan sama lo kok." Sorot tulus mata Winmin, membuat Yujin susah payah menahan senyumnya yang seketika ingin merekah sempurna.

"Emang kenapa Kak Win jadi tiba-tiba pengen makan sama gue?"

Winmin menggigit bibirnya, rautnya mendadak berubah cemas. "Sebenernya gue juga mau sekalian minta maaf sama lo. Kenapa lo nggak bilang sih kalau kemarin tuh gue malah jadiin lo babu gue? Seharusnya lo nggak usah mau. Lo tahu kan kalau kemarin itu bukan gue. Gue jadi bener-bener nggak enak sama lo."

Yujin mengibaskan tangannya, seolah itu bukan apa-apa. "Udahlah Kak. Lagian gue juga nggak apa-apa kok."

"Mau lo kenapa-kenapa atau enggak. Gue tetap nggak mau kalau lo jadi babu gue lagi. Lo tuh temen gue. Gue nggak mau lo direndahin kayak gitu. Apalagi sama diri gue yang lain. Jadi tolongin gue yah. Tolong jangan nyiksain diri lo lagi demi gue!" Winmin tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan Yujin cukup erat. "Janji yah, lo nggak bakal gitu lagi!"

Yujin menelan ludah, fokus menatap pergelangan tangannya. Bukan hanya sekali, hari ini Winmin sudah menggenggam pergelangan tangannya dua kali. Samar-samar senyumnya mengembang tipis. Ya ampun, pokoknya gue nggak bakal cuci tuh lengan gue. Gak bakal!

"Yujin?" panggil Winmin merasa terabaikan, membuat Yujin cepat-cepat tersadar begitu saja.

"Eh, iya Kak. Makasih yah udah khawatirin gue," girangnya, menunjukkan senyum semringahnya terang-terangan.

***

Bel masuk usai dibunyikan. Zeno yang baru saja hendak keluar dari gedung tak terpakai, tempat persembunyiannya, seketika urung. Tepat di depan sana, tiga orang wanita baru saja berkumpul, seperti ingin melakukan pembicaraan rahasia. Zeno kembali ke dalam menyembunyikan dirinya, memilih cari aman.

"Liya kayaknya lo harus bener-bener waspada deh. Si cewek ganjen itu nggak bisa lo anggap remeh. Gue liat sendiri tadi pas di kantin, tiba-tiba aja mereka udah kayak deket banget, gak tahu kenapa. Pokoknya lo mesti hati-hati sama tuh cewek, dia bisa ngerebut tempat lo dari Winmin kapan aja. Tuh cewek siapa lagi namanya? Yu-Yujin?"

Zeno benar-benar tak berniat untuk menguping. Awalnya ia malah tak tertarik sama sekali mendengar pembicaraan mereka. Namun, begitu nama Yujin disebut, cepat-cepat ia menempelkan telinganya di dinding, seketika menajamkan indera pendengarannya betul-betul.

Mereka beneran ngomongin Yujin? Gue nggak salah denger, kan?

"Iya. Gue kenal kok sama tuh cewek. Gue juga udah ngeliat langsung apa yang ada di kantin tadi," ujar Liya tenang dengan raut dinginnya.

"Jadi? Lo nggak bakal biarin gitu aja, kan? Denger-denger, dia cuma adik kelas, mantan anggota cheerleaders lo juga. Harusnya itu bisa buat lo jadi lebih gampang nanganin dia, kan?"

Sudut bibir Liya, terangkat miring begitu saja seraya menyilangkan tangan. "Ya jelaslah. Dia bukan tandingan gue, tapi malah berani-beraninya ngelangkah sejauh ini. Lihat aja! Gue bakal ngasih perhitungan sama dia."

Zeno membelalak, mengkhawatirkan Yujin seketika. Gue nggak boleh biarin ini. Gue harus ngelindungin Yujin dari mereka gimanapun caranya.

***

Liya yang baru saja selangkah memasuki kelasnya, mendadak menjadi pusat perhatian begitu saja. Liya meneliti satu per satu sorot itu. Ia mendengus tertawa, paham betul arti dari sorot itu. Mengapa mereka menatapnya iba seperti itu? Tatapan seperti ini tiba-tiba mengingatkannya pada sesuatu yang setengah mati ingin dilupakannya. Tanpa diminta, kenangan buruk itu kembali jelas begitu saja di ingatannya.

Kala itu, satu kelas Liya seketika dibuat heboh dengan penemuan puluhan lembar foto Winmin yang sengaja disebar di satu meja agar semuanya ikut melihat. Foto-foto itu ditemukan tak sengaja di salah satu tas wanita di kelas tersebut. Berawal dari salah seorang temannya yang ingin meminjam buku di tas orang itu, tetapi ia malah menemukan sesuatu yang menarik di dalam sana. Foto-foto Winmin yang seperti diambil diam-diam dengan jumlah yang tak sedikit.

"Tuh dia orangnya!" Tunjuk seseorang tepat mengarah pada Liya yang baru memunculkan dirinya di ambang pintu.

Liya mengernyit dalam, melihat seisi kelasnya yang seketika kompak memusatkan perhatian ke arahnya. "Kenapa nih?" tanyanya tak mengerti.

"Alah, nggak usah sok polos deh lo." Foto-foto yang tadinya berada di meja, kini dibuang tepat di depan wajahnya, membuat satu per satu foto-foto Winmin tergeletak di lantai begitu saja. "Itu semua ditemuin di tas lo. Ngeri juga yah lo ternyata."

Liya membelalak sempurna begitu melihat jelas foto-foto itu. Tubuhnya mendadak kaku di tempat, bersamaan dengan kedua tangan yang mengepal keras seketika. "SIAPA BILANG LO BOLEH NYENTUH-NYENTUH TAS GUE!" murkanya memekik nyaring, membuat seisi kelas mendadak hening.

"Kenapa? Takut rahasia lo jadi penguntit kebongkar?" sahut salah satu temannya, memecah hening dengan berani.

"Gue bukan penguntit!" geram Liya bersikeras tak terima.

"Lah, terus foto-foto itu apa? Lo ngambil foto dia pas latihan basket, pas di perpus, pas jalan-jalan. Lo bahkan sampai ngikutin dia di luar sekolah. Gak abis pikir gue."

"Hooh, muka aja yang cantik, kelakuan ternyata fanatik," cibir temannya yang lain, menyambungi, membuat seisi kelas seketika bersahut-sahutan menyetujui.

"Iya, padahal gue kira dia orang baik-baik loh."

"Kasihan, muka cantiknya nggak guna lagi."

Ujaran-ujaran benci itu enteng saja keluar dari mulut mereka sementara yang menerima susah payah menelan pahit-pahit kata-kata itu. Liya sekuat mungkin berusaha menahannya, namun bulir bening tetap saja berkumpul di tepi matanya, membuat dirinya hanya kian tampak menyedihkan.

Ia menyeka air matanya cepat dan menemukan sorot teman-temannya kini mulai menatapnya iba, seolah menaruh simpati padahal puas betul telah menghakimi dirinya.

Liya menggeleng keras, berusaha mengenyahkan cepat ingatan masa lalu itu. Seketika ia membulatkan matanya, balas menatap teman-temannya tadi yang menatapnya dengan sorot menyedihkan itu.

"Ngapain liat-liatin gue gitu? Hah?" gerutunya menantang. Ia kini sudah lebih kuat. Tak akan ia biarkan orang-orang memandangnya seperti dulu lagi.

"Lo pasti udah tahu berita Winmin yang di kantin tadi, kan? Sepertinya lo harus siap-siap patah hati deh. Setelah sekian lama, Winmin akhirnya terang-terangan juga deket ama cewek."

Liya menyeringai malas, seolah tak terganggu sama sekali dengan hal itu. "Mereka nggak ada apa-apa kok. Lo juga tahu kan, kalau tuh cewek jelas-jelas udah ditolak ama Winmin."

"Nah, maka dari itu gue ngingatin lo. Harusnya kalau udah ditolak, mereka jadi makin jauh, kan? Lah, ini mereka malah makin deket aja. Gue sih yakin kalau mereka pasti ada sesuatu. Gue ngasih tahu ini demi kebaikan lo juga yah. Jadi, siap-siap aja kalau akhirnya perasaan lo hanya bakal bertepuk sebelah tangan."

Liya menyeringai sekali lagi, menyembunyikan amarahnya. "Bisa nggak sih lo ngurusin hidup lo aja? Muak tahu gue ama perhatian busuk lo itu," timpalnya dingin, seketika berhasil membuat temannya itu kehabisan kata-kata.

Ia pun melangkah tenang menuju bangkunya. Seperti tak ada beban, padahal apa yang dikatakan temannya tadi, sebenarnya berhasil menambah beban pikirnya begitu saja.

Kalau emang bener Winmin ama cewek itu ada sesuatu, gue harus bisa nyingkirin tuh cewek secepat mungkin.

***

Yujin menyusuri jalan yang agak sepi seorang diri. Mungkin karena tak ada adiknya lagi yang berjalan pulang bersama di sampingnya, maka dari itu jalan terasa menjadi sesepi ini. Tak ia sangka, adiknya itu benar-benar lebih memilih egonya daripada dirinya. Ia menghela napas panjang, malas memikirkan hal itu lagi.

Tiba-tiba matanya memicing, begitu samar-samar mendengar suara derap langkah di tengah senyap ini. Seperti ada yang mengikutinya. Yujin memutuskan mengambil langkah cepat-cepat, terlalu takut untuk menoleh. Namun, kian cepat ia melangkah, semakin cepat pula derap langkah itu terdengar di telinganya. Ia benar-benar diikuti.

Antara cemas dan penasaran, langkah Yujin mendadak terhenti begitu saja.  Ia menoleh cepat ke belakang dan seketika menemukan orang itu. "Hoodie hitam?"

Zeno terkesiap, agak salah tingkah mengetahui ia tertangkap basah. "Kenapa?" tanyanya berusaha tetap tenang.

"Lo ngikutin gue?" Yujin mentapnya lurus-lurus dengan sorot curiga.

"Ngapain gue ngikutin lo. Ini juga jalan ke rumah gue kok," bohongnya takut-takut.

"Kenapa sebelumnya gue nggak pernah ngeliat lo di sekitar sini?"

"Yah, gue baru pindah ke sini beberapa hari yang lalu," bohongnya lagi, tak berani menatap Yujin.

"Serius?" Sorot Yujin mendadak berbinar begitu saja. "Kalau gitu mulai sekarang kita pulang bareng aja yah, jalan di sini sepi amat soalnya, takut gue pulang sendiri."

"Ya udah deh kalau lo maksa," ujarnya datar seraya mengembangkan senyum tipis.

"Ih, siapa yang maksa coba!"

Keduanya melangkah beriringan tanpa banyak perbincangan, hanya sepatah dua kata, kemudian berjalan dalam diam lagi, tetapi tak apa, setidaknya Yujin merasa sedikit lebih aman saat ini dengan keberadaan Zeno di sampingnya.

Langkah Yujin seketika terhenti, begitu sudah berada tepat di depan rumahnya. "Gue balik duluan yah, di sini rumah gue. Kalau rumah lo di bagian mana?"

"Kenapa? Mau jalan-jalan ke rumah gue nanti?" goda Zeno diiringi seringai jail, membuat Yujin mendengus malas.

"Udahlah, nyesel gue basa-basi. Ya udah, gue masuk yah?"

"Tunggu!" Begitu cepat Zeno mencekal pergelangan tangan Yujin begitu saja, membuat Yujin yang tertahan di tempatnya seketika mengernyit dalam. "Jaga diri lo yah!" cemas Zeno dengan sorot tulus, membuat suasana mendadak canggung begitu saja.

"Apa sih lo! Gaje banget deh!" Yujin cepat-cepat masuk ke rumahnya, takut ketahuan sedikit salah tingkah.

Begitu Yujin sudah benar-benar menghilang dari pandangannya, barulah Zeno mulai melangkah pulang dengan berbalik arah. Sebetulnya, arah rumahnya dan Yujin berlawanan. Meski harus berjalan lebih jauh lagi dari biasanya, namun lebih baik begitu, daripada ia tetap diam saja setelah mendengar langsung bagaimana rencana jahat seseorang yang ingin melibatkan Yujin.

Mengantar ia pulang seperti ini, mungkin itu hanya hal kecil. Namun, memastikan Yujin bisa pulang dengan aman seperti sekarang ini, itu sudah cukup melegakan untuknya.

Uhuy, update dengan cover baru nih hihihi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro