tiga [e]
02/10/2023
Part ini hanya sementara di Wattpad
Nanti akan dihapus lagi
Kelanjutan selengkapnya
ada di Karya Karsa
Silakan klik tautannya di bio profil atau wall akun ini
Terima kasih 💙
Lima bulan sebelumnya ....
"Kamu bawa mobil sendiri?" tanya Farid. Pandangannya menyisir area parkir mobil. Bersiap kalau Nadia menunjuk ke arah mobilnya berada.
Nadia menggeleng.
"Kalau gitu aku antar kamu pulang, ya?" Farid memastikan lagi pada Nadia tentang tujuannya.
Nadia buru-buru menggeleng lagi. Kepalanya mendongak, menatap Farid dengan sorot memohon. "Jangan ... aku nggak mau pulang ...."
Bau alkohol tercium oleh Farid saat Nadia berbicara. Situasi yang membingungkan sekaligus menyenangkan baginya, yang baru pertama kali sedekat ini dengan Nadia. Kalau dalam kondisi normal, pasti Nadia menyadari debaran jantungnya yang mirip atlet triathlon.
"Aku mau tidur di sini sebentar aja," cetus Nadia sambil menepuk dada bidang Farid. "Nyaman banget di sini."
Bahkan sekarang tangan Nadia melingkari badan Farid, dengan kepala merebah tanpa rasa canggung di dadanya. Posisi yang kalau dilihat orang lain pasti akan mengira mereka berdua sedang bermesraan. Ia kemudian berinisiatif mengajak Nadia ke mobilnya. Daripada berdiri di tengah pelataran parkir yang terbuka.
"Jangan dilepas," rengek Nadia saat Farid hendak melepaskan pelukannya, dan mendudukkan Nadia di jok depan mobil.
Lelaki itu sesaat menghela napas. Rengkuhan kedua tangan Nadia yang melingkari tubuhnya tidak bisa serta merta ia lepas. Nadia seperti mendapat kenyamanan dengan posisinya yang terus menempel pada Farid.
Terpaksa Farid ikut duduk bersama Nadia di jok bagian penumpang. Bisa dikatakan bukan terpaksa juga, karena Farid menyukai kedekatannya dengan Nadia. Yang biasanya hanya kerap hadir memenuhi mimpi indahnya.
"Rid ...." Nadia menggumam.
"Hm?" tanggap Farid. Ia menunduk, hidungnya menyentuh puncak kepala Nadia. Sehingga ia bisa menghirup aroma rambut Nadia yang harum. Hal itu cukup menghangatkan hatinya.
"Pernah nggak kamu cinta sama orang, tapi orang itu nggak cinta sama kamu?"
Farid tak menyangka akan mendapat pertanyaan semacam itu.
"Pernah."
Sama kamu, batin Farid.
"Nggak enak, kan, pasti rasanya?" Nadia tidak menunggu jawaban Farid. "Kayak aku yang cinta banget sama Dimas. Tapi dianya nggak cinta sama aku."
Dimas?
"Dia dulu pacar aku." Suara Nadia terdengar sedih. "Tapi dia malah cinta sama wanita lain. Padahal dulu dia bilang cintanya hanya buat aku."
Farid menyimak cerita Nadia, seraya menepuk pelan bahunya. Sekadar memberi sedikit ketenangan dari kekacauan hubungan asmaranya dengan orang bernama Dimas itu. Turut prihatin mendapati Nadia telah dikecewakan.
"Aku selalu berusaha untuk kelihatan baik-baik aja di depan dia ... tapi sebenarnya nggak ... aku nggak bisa nggak cinta sama dia ...."
Bahu Nadia bergetar, seiring air mata yang meluruh.
"Laki-laki nggak ada yang bisa dipercaya. Mereka semua berengsek!" Nadia setengah menjerit, lalu terisak lagi.
Hati Farid terenyuh. Ia tak tahan melihatnya menangis. Jempol Farid mengusap lembut pipi Nadia. Menghapus air mata yang mengalir di sana. Matanya begitu lekat memandangi makhluk Tuhan yang baginya adalah salah satu yang tercantik.
Raganya mungkin bisa berpetualang di banyak tempat. Namun, hatinya hanya berlabuh pada satu tempat yang sejak delapan belas tahun lalu ia sebut dengan cinta pertama.
Nadia adalah cinta pertamanya.
Andai saja Nadia bisa dimilikinya, pasti ia tidak akan pernah membuatnya sakit hati. Cinta yang ia punya masih terpelihara baik. Masih mendamba Nadia sebagai sang pemilik hatinya yang tidak pernah terbuka untuk wanita lain. Tak terkecuali istrinya sendiri.
Nadia menatap balik Farid dengan linangan air mata yang masih menggenang. "Ada nggak ...," Nadia terisak, "satu aja laki-laki yang bisa cinta sama aku selamanya ... dan nggak akan pernah nyakitin aku ...."
Ada!
Farid ingin mengatakannya dengan lantang, agar Nadia melihat dirinya sebagai si pemilik cinta. Namun, janjinya yang dulu pernah terucap pada Keenan untuk tidak mengusik Nadia, telah mengubur niatnya. Bertahun-tahun lamanya terpaksa memendam perasaan.
"Apa kamu bisa cinta sama aku, Rid?" tanya Nadia.
Jantung Farid seolah mendadak berhenti saat mendengarnya. Sepasang netra itu menunjukkan ketidakberdayaan. Berharap ada cinta yang bisa menerimanya. Yang Farid yakin ia mempunyai segalanya yang dibutuhkan Nadia, tapi ia tidak yakin bisa memberikannya.
"Farid ... jawab, dong ...." pinta Nadia sambil menarik kerah kemeja lelaki bermanik mata hitam itu.
Farid tetap bergeming. Ragu-ragu untuk menanggapinya. Namun, Farid sadar kalau pertanyaan Nadia tadi akibat dari pengaruh alkohol. Jadi kalau ia sekarang berkata jujur, Nadia pasti nanti akan lupa begitu sudah terlepas dari kondisi mabuknya.
"Kamu aja nggak bisa cinta sama aku .... " Air mata Nadia kembali tumpah. "Ternyata nggak akan pernah ada orang yang mau mencintai aku ...."
"Aku cinta sama kamu, Nad." Farid akhirnya mengakui. "Dari dulu aku sudah cinta sama kamu."
"Beneran?" Nadia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Farid. Seperti sedang mencari sesuatu di mata Farid yang tak lepas menatapnya. "Kamu beneran cinta sama aku, Rid?"
Jarak wajah mereka berdua kini hanya tinggal sejengkal saja. Detak jantung Farid semakin dibuat tak terkendali. Napasnya tertahan.
"Kamu beneran cinta sama aku, Rid?" ulang Nadia.
Farid hanya bisa mengangguk. Kehilangan kata untuk menjawab. Debaran di dada telah melumpuhkan sistem kerja otaknya. Ia gugup sekaligus terkesima dengan Nadia yang menipiskan batasan di antara mereka. Dan yang terjadi selanjutnya, tanpa aba-aba sama sekali. Nadia langsung menciumnya.
Pendingin mobil tak menyala. Kaca jendela hanya terbuka sedikit di salah satu sisi saja. Sehingga wajar kalau udara di dalam mobil terasa gerah. Pekat oleh munculnya hawa panas seiring kelekatan yang terjadi di antara Farid dan Nadia.
Hati Farid membuncah gembira. Penuh antusias, ketika bibir ranum Nadia bersatu dengan bibirnya. Sangat manis. Hingga Farid takut kalau ini hanyalah mimpi. Namun, yang terjadi sekarang adalah kenyataan. Ciuaman yang dalam. Yang kali ini Farid lakukan dengan penuh perasaan cinta. Bukan dikendalikan oleh nafsu.
Farid merasakan tuntutan untuk melakukan hal yang lebih jauh lagi bersama Nadia. Meski begitu, akal sehatnya masih bekerja untuk menghentikan cumbuan Nadia yang sudah mengarah ke area lain.
"Jangan, Nad." Farid mencegah tangan Nadia yang hendak membuka paksa kancing kemejanya.
"Kenapa? Kamu nggak mau?" Bibir Nadia mengerucut. Ada sorot kecewa di matanya.
Farid semakin merasa bersalah kalau harus melanjutkannya di saat Nadia sedang melantur akibat mabuk. Namun, Nadia terus saja meminta lebih.
"Please ... Rid ...." Nadia memainkan lidahnya di leher Farid yang sedang berusaha menahan diri. "Aku mau kamu ...."
Farid menahan napas saat tangan Nadia sudah berada di atas permukaan celananya. Meraba bagian alat vitalnya, yang tidak bisa dikelabui telah mengeras.
"Katanya kamu cinta sama aku ...." Tangan Nadia terus bergerak di bawah sana, sembari tetap memainkan lidahnya hingga ke depan telinga Farid, lalu berbisik, "Buktinya mana ...."
Pertahanan Farid roboh juga. Ia tidak sanggup menahan dirinya lebih lama. Farid mengetatkan pelukannya. Menyibak helaian rambut panjang Nadia yang menempel di leher. Menyusuri lekuk bagian itu dengan napas yang sudah menderu.
Sorry, Kin.
Itu yang dikatakan Farid dalam hati sebelum memulainya dengan Nadia. Meminta maaf pada Keenan, karena telah melanggar janjinya.
•••
Yah ... begitulah ...
Ketik di kolom komentar, 1 kata yang menurut kamu pas banget buat Farid
Bagi yang belum tahu Dimas dan Keenan bisa baca di Camila ya 💙
Terima kasih banyak bagi yang sudah mendukung 💙💙
☆Find me on Instagram @a.w_tyaswuri
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro