Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

tiga [d]

02/10/2023

Part ini hanya sementara di Wattpad

Nanti akan dihapus

Baca selengkapnya di Karya Karsa

Klik tautannya di bio profil atau wall akun ini

"Mau makan apa?" tanya Sisil sambil membolak-balik buku menu.

"Kamu aja yang pilihin," jawab Farid yang saat ini tidak dalam kondisi mementingkan menu apa yang harus dimakannya. Pikirannya dipenuhi hal lain.

"Beef Yakimeshi gimana?" Sisil menyebut nama salah satu menu yang tersedia di Zenbu. "Kamu kayaknya belum pernah coba yang ini, kan?"

Farid mengangguk, hampir tanpa antusias. "Terserah kamu, Sil."

Kali ini Farid merasa canggung untuk mengucapkan panggilan sayangnya ke Sisil. Ia diam-diam melirik ke arah Nadia yang juga sedang melihat buku menu. Nadia menyebut Teppanyaki Chicken yang porsinya lumayan banyak kalau hanya untuk satu orang.

"Tumben pesan makanan berat, Nad," cetus Sisil heran, karena biasanya Nadia amat menjaga asupan makanannya. "Sudah nggak diet-dietan lagi, nih, ceritanya?"

Farid menyadari perbedaan itu. Ada sedikit perubahan dari bentuk tubuh Nadia, yang sekarang menjadi agak lebih berisi.

"Nggaklah, lagi mau jadi orang normal," ujar Nadia enteng. "Capek juga kalau terlalu picky sama makanan."

Farid tertegun memperhatikan Nadia. Hingga Sisil menyenggol lengannya, dan bertanya soal minuman yang mau dipesannya. Farid tak terlalu fokus pada Sisil, sehingga ia jawab saja sekenanya. Segenap pikirannya sedang tertuju pada Nadia yang tak jemu dipandang. Mungkin, karena terlalu rindu. Sehingga kesempatan langka ini sedang ia gunakan sebaik-baiknya.

Nadia mengangkat pandangannya dari buku menu. Sekilas saja melihat ke arah Farid, lalu menyebutkan menu yang diinginkannya pada waitress.

Bermain peran di depan Sisil, merupakan sesuatu yang selalu Farid usahakan agar bisa ia lakukan sebaik-baiknya. Termasuk ketika ia harus bersikap sebiasa mungkin, senormal mungkin, dan setidakterlalu peduli mungkin, pada wanita yang mempunyai tempat khusus di hatinya.

Demi bisa bertemu Nadia, ia nekat untuk langsung datang ke mall. Beralasan ingin makan malam bersama Sisil, tapi ternyata bukan. Lagi-lagi memang kebohongan yang harus ia katakan pada istrinya. Yang tidak tahu kalau teman baiknya adalah wanita yang selama ini ia cintai.

Farid lebih banyak menyimak saat Sisil dan Nadia mengobrol. Tentang alasan Nadia berhenti dari pekerjaannya, sampai cerita Sisil tentang dirinya yang belum juga ada tanda-tanda kehamilan.

"Sabar aja, nanti juga kamu hamil," ujar Nadia mencoba menenangkan.

"Sabar, sih. Cuma kepikiran aja sama suami ganteng aku ini," Sisil mengusap dagu Farid, "pasti sudah pengin banget gendong anak."

Tidak seperti biasanya Farid merasa jengah saat Sisil mengusap dagunya. Ia tidak nyaman tampil mesra di depan Nadia. Ia lantas pura-pura membetulkan kerah kemeja. Tanpa kentara sedang berusaha menghindari tangan Sisil.

Saat itu juga matanya kembali bertemu pandang dengan Nadia. Farid berharap Nadia mau berbicara dengannya, tapi wanita itu sepertinya memang tetap menjaga jarak. Nadia pasti tidak menyukai kehadirannya di sini.

Saat mereka sudah mulai menyantap makanan masing-masing, Sisil beranjak ke toilet. Farid pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk berbicara pada Nadia.

"Kamu baik-baik aja, kan?" tanyanya.

Nadia meletakkan sendoknya. Memperhatikan Farid yang sedang penuh perhatian menatapnya. Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Nadia malah mengatakan hal lain, "Seharusnya kamu jangan ikut datang ke sini."

"Tapi aku kangen sama kamu."

"Please, Rid, jangan bilang itu lagi."

"Memang itu kenyataannya. Aku senang sekarang bisa lihat kamu. Sejak malam itu kamu selalu menghindar dari aku."

"Karena memang seharusnya begitu."

"Tapi aku nggak pernah bisa lupa dengan malam itu."

"Stop ungkit-ungkit tentang itu lagi," tegas Nadia.

Namun, Farid tetap mengatakan sesuatu yang ada di kepalanya, "Malam itu aku melakukannya sama kamu pakai cinta, Nad."

Nadia menggeleng cepat. Tampak tak habis pikir dengan Farid. "Omong kosong."

"Sesulit itu untuk kamu percaya sama aku?"

"Gimana aku bisa percaya, Rid?" Nadia balik bertanya, lalu berdecak heran. "Aku tahu kamu kayak apa. Aku tahu bagaimana kamu bisa melakukannya nggak hanya sama aku, tapi juga banyak perempuan lain yang bisa kamu tidurin."

Perkataan Nadia menohoknya. Farid tidak bisa mengelak pada bagian yang menunjukkan ke-playboy-annya. Akan tetapi, ia berharap Nadia masih bisa melihat ketulusan di matanya.

"Beda, Nad. Kamu berbeda dengan yang lainnya." Farid mencoba menjelaskan isi hatinya. Meski Nadia tetap pada pendiriannya.

"Nggak ada bedanya, Farid ...." Nadia menggeleng dan memandang sekeliling restoran seakan mencari sesuatun, lalu berkata lagi, "Hanya hubungan satu malam. Nggak lebih dari itu. Kamu pasti paham banget tentang itu. Nggak pakai perasaan. Nggak perlu ada hati, kan?"

Ternyata Nadia tidak bisa memercayainya. Cinta yang ia punya sudah tertutup dengan kelakuan brengseknya. Farid ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Nadia sudah mendahuluinya.

"Kamu sudah nikah sama Sisil. Kamu harus jaga itu. Aku nggak bisa melihat teman aku sendiri sampai kecewa kalau tahu yang pernah terjadi sama kita," tandas Nadia. "Itu kesalahan yang harus kita kubur dalam-dalam selamanya."

Farid terdiam. Ia juga tak sampai hati melukai hati Sisil. Namun, ia tidak bisa menyamakan yang mereka berdua lakukan malam itu dengan kesalahan.

Karena baginya, itu bukan kesalahan.

•••

Lima bulan sebelumnya ...

Suara bising dari musik yang mengentak di klub malam, menemani sepasang manusia di salah satu pojok ruangan. Duduk berhimpitan di antara riuhnya pengunjung penikmat euforia malam yang gegap gempita.

Farid menghirup leher Gisca sambil sesekali mengeluarkan kata-kata nakal tepat di telinga wanita berdada besar itu. Membuat Gisca tertawa kecil, serta semakin nyaman bermanja-manja dalam rengkuhan Farid. Jemari lentik bercat kuku birunya menggerayangi area dada Farid, yang tiga kancing teratasnya telah terlepas.

Sebenarnya Gisca tidak masuk dalam rencana Farid malam ini. Farid tadinya mau mengenalkan wanita yang dikenalnya dua minggu lalu itu pada Keenan. Namun, karibnya malah menolak. Tidak tertarik untuk sejenak mencoba bermain dengan wanita. Mencicipi nikmat duniawi yang bisa membuatnya melambung hingga lapisan langit ke tujuh.

Keenan seperti seorang pertapa yang tetap melakoni hidup lajangnya tanpa pernah melakukan seks. Sesuatu yang seratus persen mustahil bila itu harus dijalani Farid. Si lelaki bebas merdeka penganut sistem hubungan 'suka sama suka' dan 'enak sama enak'.

"Gigi ...."

"Apa? Gigi?" Farid kurang menangkap maksud dari ucapan Gisca barusan. Tertelan dentum suara musik yang kencang.

"Kamu bisa gigit aku di bagian mana aja," ulang Gisca sambil terkekeh. Wanita itu ternyata tengah melancarkan godaannya. Yang tentu langsung mendapat feedback dari Farid berupa gigitan kecil di leher.

Gisca menggelinjang kesenangan. Menyukai keintimannya dengan lelaki tampan yang sejak awal sudah wanita itu incar. Jarang-jarang Gisca bisa mendapat teman kencan yang parasnya di atas rata-rata. Sehingga tak ayal kebersamaannya malam ini dengan Farid harus dilewati dengan cara yang maksimal.

Di tengah keasyikan mereka berdua, tiba-tiba ponsel Farid berdering. Nama Sisil terpampang jelas di layar. Farid tidak mungkin mengangkatnya di sini. Bisa-bisa Sisil tahu keberadaanya di klub malam. Ia lalu bergegas keluar, demi menghindari suara berisik.

"Kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Sisil yang tak tahu kalau Farid sedang berusaha menyembunyikan yang dilakukannya malam ini. "Belum selesai kerjaan kamu?"

"Masih belum selesai, Sayang," dusta Farid.

Sebelumya ia sudah bilang kalau akan lembur di kantor, karena harus mengerjakan desain yang akan dipresentasikan pada meeting besok pagi. Sebuah alibi agar bisa bertemu dengan Gisca.

"Kamu nggak lagi di dalam ruangan, ya?" Suara lalu lalang mobil mencapai pendengarannya di ujung telepon.

Pertanyaan Sisil langsung dijawab dengan cepat, "Iya. Aku lagi mau cari makan dulu."

Untungnya Sisil percaya saja.

"Kamu juga jangan telat makan malam, ya, Sayang," pungkas Farid sebelum mengakhiri pembicaraan.

Ia memasukkan ponsel ke saku celana, kemudian berniat segera masuk lagi ke klub. Namun, mendadak langkahnya terhenti ketika melihat seorang wanita sedang bersandar pada dinding bagian samping bangunan klub. Wajahnya sedikit menengadah, dengan mata terpejam.

Cahaya di pelataran parkir lebih dari cukup bagi Farid agar bisa mengenali rupa wanita itu. Kecuali minus matanya ternyata bertambah, yang membuatnya bisa keliru mengenali orang.

"Nadia?"

Mata wanita itu terbuka. Melihat ke arah Farid, tapi tatapannya tampak tidak terlalu fokus. Efek alkohol membuatnya agak mabuk.

"Hai, Rid." Nadia menanggapinya. Terlihat kikuk, lalu menarik napas dan memejamkan mata lagi.

"Sendirian aja?"

"Sama teman-teman aku. Mereka di dalam."

"Terus kenapa kamu di sini?"

"Pusing ...." ujar Nadia sambil memegangi pelipisnya. "Padahal cuma minum sedikit."

Sedikit yang bisa berarti banyak.

Tiba-tiba tangan Nadia menggapai bahu Farid. Menumpukan tubuhnya yang sempoyongan. Lalu dengan sigap Farid menopang Nadia. Merengkuh tubuhnya sampai menempel.

"Bawa aku pergi dari sini, Rid. Ke mana aja," desis Nadia. Tak memedulikan posisi tubuhnya yang terlalu dekat.

Farid berpikir sebentar, tentang ke mana ia harus membawa Nadia.

•••☆•••

Apa yang terjadi selanjutnya?

Mari kita reka ulang kejadiannya di part selanjutnya 😁💙

Jangan lupa kasih tap love-nya ❤

Terima kasih banyak ya 💙💙

☆Find me on Instagram @a.w_tyaswuri

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro