tiga [c]
02/10/2023
Part ini hanya sementara di Wattpad
Nanti akan dihapus lagi
Kelanjutan cerita ini ada di Karya Karsa
Silakan klik tautannya di bio profil atau wall akun saya
Terima kasih ❤
"Kamu mau hadiah apa?" tanya Farid sambil memencet keluar krim cukur dari tube, lalu mengoleskannya di area rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Wanita yang sudah membersamainya selama satu tahun ini, minggu depan akan berulang tahun.
Sisil baru selesai mandi, dan berdiri di sebelah Farid. Sama-sama berhadapan pada cermin besar yang ada di kamar mandi.
"Nggak usah," ucap Sisil yang kemudian mulai memakai produk skincare hariannya.
"Kok, nggak usah?" Farid melirik pantulan diri Sisil di cermin, yang tubuhnya hanya terlilit handuk sebatas dada.
Sisil tersenyum. Menatap balik Farid dari cermin. "Aku nggak perlu kamu kasih hadiah apa-apa. Kamu yang selalu ada buat aku aja, itu sudah lebih dari cukup sebagai hadiah, Rid."
Kalau saja Farid belum memakai krim cukur, ingin sekali ia langsung mencium Sisil. Kata-kata Sisil telah membuat hatinya menghangat.
"Bilang aja kalau ada sesuatu yang kamu mau, Sayang. " Farid mulai menggerakkan pisau cukur pelan-pelan. "Masa nggak ada benda yang mau kamu beli?"
"Nggak ada."
"Pasti ada."
Sisil menggeleng, kemudian mendekatkan diri ke cermin sambil menepuk-nepuk pelan permukaan kulit wajahnya yang tadi ditetesi serum.
"Kan, tadi aku udah bilang. Aku cuma mau kamu sebagai hadiah aku," ujar Sisil.
Farid mengehentikan sejenak gerakan pisau cukurnya, lalu berkata, "Kalau itu, sih, nggak perlu aku yang jadi hadiah juga kamu sudah bisa milikin aku, Sayang."
Saat Farid kembali fokus pada kegiatan bercukurnya, lelaki itu tidak menyadari keterdiaman Sisil setelah mendengar ucapannya.
"Tapi aku maunya memiliki kamu secara utuh," kata Sisil pelan.
"Hm?" Farid langsung menoleh. Ia tidak begitu paham dengan kalimat Sisil barusan, lalu pandangannya kembali pada cermin, sambil tetap menyimak yang dikatakan Sisil selanjutnya.
"Bisa nggak kamu jadi milik aku seutuhnya, Rid?"
Alis Farid terangkat naik. Masih belum mengerti arti dari pertanyaan tersebut. Satu tarikan pisau cukur pada bagian dagu mengakhiri sesi bercukurnya. Ia lalu membasuh wajahnya hingga bersih. Dan dengan sigap, Sisil sudah lebih dulu membantu mengeringkan wajahnya dengan handuk.
"Aku mau jadi satu-satunya wanita yang bisa menyentuh kamu," lanjut Sisil yang hampir mirip bisikan.
"Nggak perlu kamu minta juga, kamu sudah bisa nyentuh aku di manapun kamu suka, Sayang."
Farid menanggapinya dengan candaan. Tidak peka pada maksud kalimat istrinya. Sisil tampak bingung, dan matanya mengerjap beberapa kali. Sedangkan Farid malah terditraksi oleh hal lain.
"Maksud ak-"
Belum sempat Sisil menjelaskan, bibirnya sudah terbungkam oleh bibir Farid. Memagutnya dengan lembut. Menghipnotis Sisil untuk terlena dalam lumatan mesra suaminya.
Farid paling tidak tahan melihat bibir Sisil. Meski belum berpulas lipstick, warnanya tetap merah jambu. Terlihat indah, terasa manis, dan selalu bisa memancing dirinya untuk mencicipi.
Gelenyar nafsu sudah menyelimuti mereka berdua. Farid semakin bersemangat untuk menuntaskan kebutuhan biologisnya yang selalu datang tanpa permisi. Bahkan di waktu yang seharusnya mereka bersiap-siap berangkat kerja.
Sambil terus memperdalam ciumannya, tangan Farid bergerak melepas lilitan handuk di tubuh Sisil. Sehingga payudara Sisil langsung bersentuhan dengan dada bidang Farid yang juga tidak tertutup pakaian. Ia merengkuh tubuh Sisil, menyangganya agar tidak goyah di saat cumbuannya bertambah liar.
•••
Dua cangkir kopi yang baru dibuat Farid, terhidang di atas meja. Sisil yang duduk di seberang meja, sedang menekuri ponsel, sembari menggigit roti berselai kacang yang disodorkan Farid.
Farid menyesap kopinya terlebih dulu, lalu mulai menikmati roti bagiannya. Bukan dengan selai kacang, karena ia tidak terlalu menyukai aromanya. Ia lebih suka mengolesi rotinya dengan selai nanas. Menurutnya, kacang ketika sudah berubah wujud menjadi selai malah terlihat tidak menggiurkan lagi.
Sambil mengunyah, ia melirik ke arah leher Sisil. Di sana ada kissmark yang ia tinggalkan. Jejak bercinta mereka pagi ini. Cukup kontras dengan warna kulit Sisil yang putih. Namun, masih bisa ditutupi dengan rambutnya yang dibiarkan terurai.
Istrinya itu memang cantik natural, tidak dibuat-buat. Kalau kata sang ibu saat pertama kali ia membawa wanita berdarah Manado itu ke rumah, Sisil adalah wanita yang paling cocok untuk mendampinginya. Meski bagi Farid, keserasian sebagai pendamping hidup, bukan berarti akhirnya Sisil menjadi wanita satu-satunya.
Farid tidak bisa meninggalkan kebiasaan lamanya, meskipun telah memiliki sosok istri yang nyaris tanpa cela. Kepuasan yang ia dapat dari banyak wanita, merupakan wujud kekuasaan yang sebenarnya telah terpatri dalam-dalam dari sebuah ketidakharmonisan hubungan orang tuanya dulu. Meninggalkan bekas pada dirinya yang dulu belum tahu apa-apa tentang makna hubungan dua orang dewasa. Masa lalunya sebagai anak dalam satu keluarga yang tidak seperti kebanyakan keluarga normal lainnya terlampau menyakitkan.
Dan Farid tidak pernah ingin mengingatnya lagi, karena melupakan adalah jalan terbaik. Walau pada akhirnya, efek dari kejadian di masa lalunya telah mengendap, dan membentuknya menjadi orang yang haus belaian banyak wanita.
"Nanti aku pulangnya agak malam, ya," kata Sisil setelah menyesap kopinya.
"Mau ke mana?" tanya Farid, lalu menandaskan satu gigitan terakhir rotinya.
"Janjian sama Nadia di Kokas."
Hampir saja Farid dibuat tersedak. Nama yang disebutkan Sisil, sukses membuat benaknya kalang kabut.
"Mumpung dia lagi bisa diajak ketemu, Rid. Tumben-tumbennya juga, lho, dia ngajak ketemuan duluan. Kamu tahu sendiri, kan, aku sudah lama nggak ketemu Nadia," ujar Sisil santai.
Namun, hal itu tidak bisa ditanggapi secara santai oleh Farid, ketika wanita yang menempati tempat terspesial di hatinya tiba-tiba tersebut namanya.
Farid meraih cangkir kopi, berusaha bersikap sebiasa mungkin saat menanyakan tentang Nadia pada Sisil.
"Memangnya dia sibuk apa sekarang sampai kamu jarang ketemu dia?"
"Setahu aku dia sudah resign dari kantornya yang dulu. Aku belum tahu dia kegiatannya apa sekarang. Kerja lagi atau nggak," terang Sisil.
Farid menghela napas. Perasaanya tak menentu.
"Kenapa dia resign?"
"Dia cuma bilang kalau lagi butuh istirahat. Makanya pilih resign."
Sambil meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja, Farid mencoba menenangkan diri. Akan tetapi, malah timbul rasa khawatir yang membuatnya semakin tak tenang.
"Dia lagi nggak sakit, kan? Kok, butuh istirahat? Dia baik-baik aja, kan?"
Tiba-tiba Sisil memandangnya dengan heran. Dan Farid baru menyadari kekeliruannya, karena terkesan terlalu banyak ingin tahu mengenai kabar Nadia.
Farid berusaha menutupi kejanggalan sikapnya, dengan alasan yang dirasa tepat.
"Kalau ada apa-apa sama dia, kan, aku bisa kasih tahu Keenan juga, Sayang."
Sisil kemudian mengangguk, mengerti dengan situasi hubungan kakak beradik itu yang tidak lagi serumah.
•••
Efeknya berlanjut hingga ke kantor. Farid terus dibayang-bayangi tentang Nadia. Wanita yang terakhir dijumpainya sekitar enam bulan lalu. Yang telah menyebabkan keduanya berada pada situasi rumit.
"Kamu kenapa, sih?" bisik Inggit tepat di telinga Farid yang duduk bersandar pada kursi. Sedangkan Inggit sejak beberapa menit yang lalu, sudah memberikannya stimulus.
Farid hanya menggeleng. Tidak berniat menjelaskan apa-apa pada wanita yang mengajaknya bercumbu di ruangannya saat waktu pulang. Mungkin Inggit heran, karena ia tidak seaktif biasanya.
"Sorry, pikiran aku lagi nggak bisa fokus ke kamu," cetus Farid yang kemudian mengancingkan lagi kemejanya. "Besok aja kita lanjut lagi, ya."
"Nggak apa-apa. Aku ngerti, kok."
Untungnya, Inggit bukan tipe wanita yang mudah tersinggung. Inggit bisa mengerti tentang ketidakantusiasan Farid hari ini. Wanita itu melenggang keluar ruangan. Meninggalkan Farid sendiri, dengan tumpukan kegelisahan.
Farid melirik jam di pergelangan tangannya. Berpikir sebentar, lalu memutuskan untuk menyusul ke tempat istrinya saat ini berada.
•••☆•••
Bagi yang belum tahu sejarahnya Nadia, silakan baca Camila 😆
Terima kasih banyak bagi yang sudah mendukung cerita ini ❤
☆Find me on Instagram @a.w_tyaswuri
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro