Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

satu [a]

Negatif.

Sisil mendesah pelan. Punggungnya bersandar pada dinding kamar mandi, sambil terus memperhatikan tanda garis pada alat tes kehamilan di tangannya. Seolah dengan begitu bisa menambah garis baru lagi di sana. Bukan hanya satu saja.

Selama delapan bulan menjadi istri Farid, munculnya dua garis pada testpack adalah sesuatu yang selalu dinantikan. Namun sayangnya hal tersebut tak kunjung datang juga. Padahal Sisil sudah melakukan beragam cara agar bisa hamil.

Mulai dari cara yang paling sederhana dengan rajin melakukan hubungan intim di masa subur, hingga mengonsumsi makanan yang baik bagi kesehatan organ reproduksi. Pun memeriksakan diri ke dokter telah mereka lakukan, yang tidak menunjukkan sama sekali adanya indikasi kurang baik atau hal mengkhawatirkan lainnya. Baik Sisil maupun Farid memiliki kondisi yang bagus untuk bisa menghasilkan anak.

Pintu kamar mandi terbuka. Wajah tampan Farid muncul dari balik pintu. Memberi pandangan heran pada Sisil, karena sudah cukup lama berdiam diri di kamar mandi. Farid kemudian melihat testpack yang ditunjukkan Sisil.

"Negatif lagi," ungkap Sisil lalu melempar testpack itu ke dalam keranjang sampah dengan pandangan kecewa.

Farid menghampiri Sisil, lalu merengkuhnya ke dalam pelukan. "Jangan sedih. Kita masih bisa terus berusaha."

"Aku hanya takut bikin kamu kecewa," ucap Sisil yang begitu nyaman merasakan belaian lembut Farid di kepalanya.

"Kata siapa aku kecewa? Aku punya kamu aja udah bersyukur, Sayang."

"Orang lain kayaknya gampang banget punya anak. Sebulan menikah udah hamil."

"Hei, jangan berpikiran kayak gitu." Farid mencoba menenangkan. "Kita baru nikah delapan bulan. Bukan delapan tahun, Sayang."

Ada alasan yang tak bisa Sisil ungkapkan pada Farid. Sesuatu yang menjadikannya begitu terobsesi untuk segera hamil. Kekhawatiran itu kadang menyusup di dalam pernikahannya ini.

Sisil mendongak dan menatap sepasang mata yang juga balik menatapnya. Ia sangat mencintai laki-laki ini.

"Kamu mau?" tanya Farid yang mengira ada maksud lain ketika Sisil terus menatapnya.

"Mau apa?" Mata Sisil mengerjap beberapa kali.

Farid tersenyum. "Mau buat anak."

"Sekarang?"

"Ya sekarang aja. Ngapain ditunda-tunda." Tangan Farid mulai bergerak nakal menelusuri punggung Sisil.

"Eh, tapi kalau Mama datang gimana?" cegah Sisil. Ia teringat kalau setiap sabtu pagi, ibu mertuanya rutin datang ke rumah.

"Nggak pa-pa, biar Mama tunggu di teras sampai kita selesai. Kita siapin aja makanan dan minuman buat Mama. Kalau perlu sekalian juga sama makan siang. Jaga-jaga kalau kita bikin anaknya nanti kelamaan."

Sisil terkekeh dan menarik pelan hidung mancung Farid. "Dasar anak durhaka."

"Mama pasti mengerti. Anaknya sedang usaha biar istrinya nggak pusing lagi soal testpack."

"Jadi tujuan kamu itu buat bikin anak atau buat aku, sih?"

"Dua-duanya, dong, Sayang "

Dahi mereka berdua saling menempel. Sisil melingkarkan tangannya ke leher Farid.

Kemudian Farid berbisik, "Aku nggak mau kamu sepanjang hari ini jadi sedih terus. Karena aku maunya melihat senyum cantik kamu ada di sini." Farid mengatakannya sambil mengusap bibir ranum Sisil. Yang sukses membuat hati wanita itu seperti menggelenyar.

Mata Sisil tak lepas menatap manik mata Farid. Seakan ada sesuatu yang sedang dicari Sisil dari balik kacamata minus suami tercintanya itu. Namun pencariannya harus terpecah begitu Farid membius dirinya dengan satu ciuman panjang penuh hasrat di bibir.

•••

"Mama kira kalian lagi nggak ada di rumah," tukas Fatma begitu Sisil membukakan pintu. Setelah kurang lebih sepuluh menit, waktu yang dihabiskan wanita paruh baya itu menunggu di teras.

Sisil langsung mencium tangan ibu mertuanya. "Maaf, Ma. Tadi aku lagi di kamar mandi."

"Farid kemana memangnya?" tanya Fatma sembari melangkah ke dalam rumah.

"Farid lagi mandi."

"Kok, barengan mandinya?"

Buru-buru Sisil menjelaskan, "Bukan begitu, Ma. Maksudnya setelah aku selesai mandi, baru Farid yang mandi."

Fatma tertawa. "Mama paham. Tenang aja. Mama dulu juga, kan, pernah muda seperti kalian."

Sisil ikut tertawa. Fatma adalah ibu mertua yang tidak hanya baik, tapi juga menyenangkan.

"Kalian pasti belum sarapan, kan?" tanya Fatma yang tanpa perlu menunggu jawaban sang menantu, pertanyaannya itu langsung terjawab ketika melihat meja makan yang kosong. Padahal jarum jam sudah menunjuk ke angka sembilan.

"Kebetulan Mama sudah masak opor ayam buat kalian," ujar Fatma lalu menyerahkan kantong yang dibawanya pada Sisil. "Sambel goreng kentangnya juga ada."

"Ya ampun ... Mama repot-repot segala," ujar Sisil yang membawa kantong berisi kotak-kotak makanan itu ke dapur dan memindahkannya pada piring saji.

Aroma opor ayam membuat perut Sisil tak sabar untuk diisi. Ia harus melewatkan sarapan pagi karena tadi dipakai bercinta dengan Farid. Hari ini antusiasme mereka berdua untuk menuntaskan hasrat memang sedikit berlebihan. Wajah Sisil jadi bersemu merah kalau mengingat bagaimana Farid begitu lihai meng-eksplore setiap jengkal bagian tubuhnya.

"Sepertinya kamu lagi senang, ya, Sil?" Fatma menyadari ada rona berbeda pada wajah Sisil.

"Masa, Ma? Setiap hari aku juga senang, kok," sanggah Sisil lalu mencoba mengalihkan topik ke hal lain. "Masakan Mama pasti enak. Nggak seperti aku, yang belum pintar masak."

Fatma tersenyum. "Asal kamu mau belajar terus pasti bisa. Lagipula Farid bukan orang yang rewel soal makanan. Jadi kamu tenang saja."

Sisil mengangguk membenarkan. Setiap makanan yang ia buat, Farid selalu menyantapnya hingga habis. Walau dalam hal rasa, makanan hasil tangannya masih di bawah standar. Namun Farid selalu bisa menunjukkan sisi baiknya sebagai suami, dengan tidak mencela masakannya.

Limpahan perhatian yang diberikan Farid membuat teman-temannya iri. Pernikahannya begitu sempurna di mata mereka. Menjadikan Sisil dan Farid sebagai si cantik dan si tampan yang selalu berbahagia. Dengan ibu mertua yang baik hati seperti Fatma, menambah nilai plus pada kehidupan pernikahannya.

Tak berapa lama kemudian Farid turut bergabung bersama Sisil dan Fatma di meja makan. Rambut ikalnya dibiarkan agak berantakan, dengan jejak basah sehabis keramas.

Mereka bertiga berbincang dengan akrab sambil menikmati santapan. Beberapa kali Farid mengedipkan mata pada Sisil. Menggodanya diam-diam tanpa terlihat oleh Fatma. Sisil hanya tersenyum menanggapi kegenitan suaminya.

"Oh iya, Rid, Keenan sudah punya pacar, ya, sekarang," cetus Fatma seraya menyampirkan ujung hijabnya yang menjuntai ke pundak.

Farid mengangguk. "Mama tahu dari mana?"

"Tadi malam Mama nggak sengaja bertemu dia di restorannya Alexa. Dia kenalin ke Mama pacarnya itu. Namanya Camila."

"Camila itu teman sekantor aku juga, Ma," timpal Sisil.

"Orangnya cantik, ya. Pintar juga Keenan memilih perempuan."

"Keenan yang ngejar-ngejar Camila, Ma. Mungkin Camila terpaksa mau jadi pacarnya. Daripada diteror Keenan terus," canda Farid yang memancing gelak tawa Fatma.

Namun ada sesuatu yang tiba-tiba saja mencuri perhatian Sisil. Semalam, Farid bilang padanya kalau sepulang dari kantor dia akan langsung ke rumah Keenan. Tapi kenapa semalam Keenan malah bersama Camila?

Pertanyaan yang muncul dalam benaknya itu ia simpan sendiri. Tangannya tetap bergerak menyendok nasi beserta lauk ke dalam mulut. Ia tetap ikut tertawa waktu Farid bercerita tentang kejadian lucu di kantor. Bahkan bibirnya masih tersenyum menanggapi kedipan mata Farid yang terus menggoda.

••♡••

Sebenarnya masih agak ragu, apa cerita ini akan dibuat menyentuh area yang lebih dewasa atau lebih baik yang kalem dan manis-manis saja?

Ditunggu komentarnya 😊

Jangan lupa untuk memberi VOTE-nya juga ya... supaya semakin semangat melanjutkan cerita ini.

Terima kasih ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro