Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian - 5

Fabian mengantarkan Devika ke rumahnya pukul setengah sepuluh pagi. Devika keluar dari mobil mewah Fabian tanpa mengucapkan apapun, begitu pun dengan pria itu yang merasa tak ada yang penting untuk dibicarakan lagi.

Semua yang ingin disampaikannya sudah ia katakan tadi, saat mereka sarapan.

Fabian membawa Devika ke restoran mewah yang terdapat di hotel bintang limanya. Awalnya Devika begitu berselera memandang hidangan yang tersaji di mejanya, terlihat lezat sehingga lidahnya tak sabar ingin segera mencicipi. Namun, Fabian sangat tahu bagaimana cara menghilangkan selera makan seorang wanita.

"Jangan mengatakan pada siapa pun tentang hubungan kita! Aku tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan pemberitaan media, cukup diam dan jalankan peranmu dalam hubungan ini." Kata pria itu dengan nada suara yang membuat Devika terlihat kecil, Fabian seolah menganggap Devika terpesona dengan tak tertahankan.

Devika tergoda untuk bertanya hubungan apa yang dimaksud pria itu, bukankah tadi dia sendiri yang mengatakan kalau mereka tidak boleh terikat hubungan apapun? Tapi dengan bijak perempuan itu menutup mulutnya, sebagai gantinya ia mengangguk acuh. Mereka makan dalam diam, hingga dalam perjalanan pulang pun mereka tetap membisu. Devika yang masih terluka egonya akibat perkataan Fabian tadi memutuskan tidak mengacuhkan pria tersebut.

Devika membanting pintu mobil Fabian sedikit lebih keras dari seharuanya, ia sengaja ingin membuat pria itu kesal.

Baru beberapa detik ia berada di luar, Fabian sudah pergi dengan mobilnya yang melaju kencang.

"Dasar arogan," maki Devika memerah. "Tidak ada kelembutan sedikitpun di otaknya itu."

Devika menghela napas, merasa bodoh sendiri dengan luapan emosinya. Buat apa ia merutuki Fabian? padahal pria itu tidak akan pernah menghiraukan apa yang ia katakan atau pun lakukan. Devika menyampirkan tas tangannya di punggung kemudian berjalan memasuki gerbang rumahnya.

Pintu rumah dibukakan oleh pelayannya setelah ia menekan bel. "Apa Ayah ada di rumah?" tanyanya seraya masuk kedalam.

"Ada, Non. Lagi nonton, sepertinya."

Devika berjalan mencari ayahnya. Saat menemukan Adam yang duduk di atas sofa di ruang menonton tv, Devika duduk di samping ayahnya itu sambil menggelayutkan kedua lengannya pada siku ayahnya.

"Kok Ayah tidak ke kantor?" Devika masih berpura-pura tidak mengetahui permasalahan ayahnya, perempuan itu tidak ingin membuat ayahnya bertambah sedih. Lagi pula, sebentar lagi ayahnya tidak perlu ketakutan akan utang-utangnya.

Biarlah Fabian memiliki tubuhku, itu sepadan dengan kebebasan Ayahku. Batin Devika menenangkan diri sendiri.

Adam mengecup puncak kepala putrinya dengan sayang. "Lagi malas," dustanya. "Nginap di mana tadi malam? Ayah mencarimu tadi malam ingin makan malam bersama, tapi Mbok bilang kau pergi ada urusan."

"Aku di rumah Cindy, Yah." Kali ini Devika yang berbohong.

Adam menarik lengannya dari rangkukan Devika, lalu memeluk bahu putrinya itu. "Sudah ada yang merespon lamaran kerja kamu?" tanyanya.

Devika menggeleng pelan lalu berkata. "Belum, mungkin belum rezeki." Devika baru beberapa bulan lulus dari sarjananya, sebulan terakhir ia telah melemparkan lamarannya ke beberapa perusahaan. Sampai sekarang belum ada yang menghubunginya.

Devika ingin bekerja dengan kemampuannya sendiri, karena itulah ia melamar di perusahaan lain dan bukannya perusahaan ayahnya. Tapi Devika berpikir, andai saja ia bekerja di kantor Ayahnya, pasti ia akan tahu lebih cepat tentang utang-utang ayahnya ini. Dan sekarang jika ia meminta bekerja di kantor ayahnya, ayahnya pasti menolak ide tersebut.

Devika memeluk pinggang ayahnya, ia menaikkan kakinya ke atas sofa lalu menekuknya. Menyandarkan pipinya di bahu Adam, Devika berkata. "Aku sayang Ayah."

***

Seharian ini Devika di rumah. Ia tidak berselera pergi kemana pun. Bahkan ajakan Cindy ke mall ditolaknya.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam tapi matanya masih belum mengantuk. Di luar hujan sehingga udara semakin dingin. Devika menutup gorden jendelanya kemudian berbaring di tempat tidur.

Mengeluarkan ponsel dari saku piayamanya, Devika membuka akun sosmednya. Tidak ada yang menarik, hanya ada foto-foto orang yang tak dikenalnya dan beberapa status-status alay para remaja. Bosan, ia menutup akun sosmednya.

Ia telentang dengan menatap langit-langit kamarnya yang bercat biru langit. Dalam hati ia memikirkan tentang Fabian. Sejak pria itu mengantarkannya pulang, tidak ada lagi kabar darinya. Meski membenci sifat dingin Fabian, tapi hatinya menolak untuk menjauh. Ada desir hangat di tubuhnya ketika mengingat penyatuan mereka.

Devika jadi sering-sering memperhatikan ponselnya karena berpikir ada pesan dari Fabian. Tapi nyatanya hingga hampir tengah malam ini, pria itu tidak ada menghubunginya ataupun mengirim pesan.

Karena tidak ada kabar dari Fabian, timbul pikiran curiganya. Bagaimana kalau Fabian mengingkari janjinya untuk menganggap lunas utang ayahnya?

Pria itu memang tidak terlihat seperti orang yang curang, tapi Devika sedikit cemas. Bisa saja kan Fabian berubah pikiran? menganggap pertukaran mereka tidak seimbang.

Kalau tidak begitu, kenapa sampai sekarang tidak ada informasi dari laki-laki itu? Ayahnya pun belum menunjukkan sikap kelegaan yang memperlihatkan kebahagiaan karena bebannya hilang, itu berarti Fabian belum menyelesaikannya.

Merasa frustasi, Devika bangun dari berbaringnya. Ia mengambil remot tv lalu menyalakannya. Perempuan itu mengganti dari siaran satu ke siaran lain, tak ada yang membuatnya tertarik. Devika sudah hampir mematikan tv ketika sebuah suara menyebutkan nama orang yang beberapa jam ini dipikirkannya terdengar dari televisi.

Fabian Jotama Bachtiar

Kemudian matanya menatap pada layar datar di depannya. Dan benar, itu orang yang dimaksudnya.

Disana, pria itu terlihat tampan dengan setelan hitamnya yang begitu pas membalut badannya yang tegap. Cahaya remang-remang tidak menutupi ketampanan pria itu, semua orang setuju kalau Fabian adalah salah satu pengusaha tertampan di Indonesia. Rambutnya disisir rapi, pria itu sangat maskulin dengan caranya sendiri. Di samping Fabian berjalan seorang wanita tinggi yang langsing, dan cantik.

Telinga Devika menajam, mendengar apa yang dikatakan oleh pembawa acara.

"Malam ini kami menemukan salah satu pria paling diminati di tanah air sedang kencan romantis dengan kekasihnya, siapa lagi kalau bukan Fabian JB. Tampaknya pria tampan ini sudah menemukan pacar baru, mereka makan malam romantis yang bisa membuat para wanita iri." Untuk sementara wajah sipembawa acara hilang, digantikan dengan Fabian yang sedang menggenggam tangan wanitanya dan membawanya keluar dari sebuah bangunan yang diduga Devika adalah tempat mereka makan malam.

Tanpa disadarinya, ia meremas selimutnya dengan kuat. Melihat tangan pria yang baru tadi pagi bercinta dengannya sedang menggenggam tangan wanita lain, membuat hati Devika panas. Bagaimana Fabian memeluk punggung wanita yang ada disana, sangat berbeda dengan cara pria itu memperlakukannya. Di antara mereka hanya ada seks, tak ada senyuman maupun kata-kata manis. Devika berusaha menerima itu, tapi ia tak bisa. Fabian bisa lembut dan manis pada perempuan lain kenapa padanya tidak bisa?

"Menurut sumber kami yang dapat dipercaya, wanita yang sedang bersama Fabian tersebut adalah Monica Ferdyansah." gumam pembawa acara. "Ia adalah putri bungsu salah satu anggota Dewan, kabarnya mereka sudah bertunangan."

Ini bahkan lebih buruk lagi. Perasaan Devika sudah tidak menentu sekarang. Bagaimana bisa nasibnya semenyedihkan ini? Ia sudah tidur dengan pria yang memiliki tunangan? Hatinya tiba-tiba sesak, dan rasanya ia ingin menjerit saja.

"Sampai saat ini kami masih menanti jawaban dari Fabian maupun tunangannya," kembali pembawa acara bersuara. Devika hanya setengah mendengar di tengah perasaannya yang kalut. "Fabian tidak memberi jawaban apa pun terkait hubungannya dengan Monica, tapi kami akan---"

Devika mematikan tv kemudian melemparkan remot kedinding beton hingga hancur dan luruh ke lantai. Napas Devika sudah memburu, wajahnya memerah karena emosi.

Ditariknya ponsel dari atas nakas, dengan terburu-buru jemarinya mengetikkan kalimat yang memenuhi kepalanya.

Dasar kau bajingan, brengsek, penjahat kelamin. Kau meniduri perempuan seperti kau mengganti celana dalammu! Kau tidak punya otak dan perasaan, pikiranmu sudah pindah ke kejantananmu. Kau manusia menjijikkan!! Setelah kau meniduriku bisa-bisanya kau langsung meniduri wanita lain. Kau pikir aku pelacurmu???? Kau binatang, semoga kejantananmu itu terkena penyakit yang mematikan supaya kau tidak bisa lagi meniduri perempuan.

Devika tanpa berpikir langsung mengirim pesan yang telah diketiknya itu. Setelah itu ia berbaring dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Di dalam selimut ia terisak. Ia menangisi yang bukan miliknya dan ia merasa bodoh. Bodoh yang tidak bisa dienyahkannya, ia telah terpikat pada Fabian. Ia masuk terlalu  jauh dan tak menemukan jalan pulang.

"Kenapa? Kenapa kau memperlakukanku seperti ini?" Gumamnya sambil menangis.








Tbc...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro