Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 8 - Bring Me Back Again

September 2017,


Ternyata, butuh waktu cukup lama untuk pulih dari luka yang mendalam. Ibunya baik-baik saja setelah perceraiannya bersama Pak Sugeng, namun seiring dengan berlalunya waktu, luka yang mungkin disembunyikan oleh Ibunya ... mulai muncul ke permukaan dan menyerang semuanya. Sudah dua minggu, Ibunya terbaring karena sakit, dan beberapa dokter memberitahunya, bahwa semua terjadi karena faktor stress yang tinggi. Yah, memangnya ... siapa yang tidak stress setelah perceraian? Bahkan menurut salah satu temannya yang psikolog pun, perceraian tetap menyakitkan bagi seseorang—sekalipun ia benci terhadap pasangannya. Karena apa? Tentu saja karena perjuangannya harus berakhir sia-sia. Yah, setidaknya ... kita akan merasa semua sia-sia ketika kita gagal bukan? padahal, siapa yang tahu ... kegagalan itu justru menyelamatkan kita.

Ayya terbangun dari tidur siangnya, ponselnya berbunyi, dan ia melihat nomor Rianto muncul di sana. Oh Tuhan. Saat hidup sedang berat-beratnya, Ayya malah merasa diteror oleh seseorang.

Meraih ponselnya, Ayya memutuskan untuk mematikan ponselnya. Biar saja, setelah ini Ayya akan mengganti nomornya supaya Rianto tidak bisa menghubunginya! Masa bodoh dengan semua klien di kantornya, Ayya bisa memberitahu mereka satu per satu. Benar. Seharusnya begitu sejak awal bukan? tapi sampai sekarang, Ayya masih saja bertahan dan membiarkan Rianto mengganggunya, padahal Ayya bisa menolaknya, atau bahkan Ayya bisa memberitahu Rianto baik-baik kalau dia tidak bisa menerima kehadiran Rianto dalam bentuk apapun di hidupnya, sekali pun hanya seorang kenalan.

Ponselnya berbunyi lagi. Ayya berdecak. Ia meraihnya dan melihat pesan masuk berasal dari Ibunya.

Ayya sini ke kamar mama.

Mengerutkan keningnya, Ayya bangkit dari ranjangnya dan berjalan menuju kamar Ibunya.

"Kenapa? Mama butuh sesuatu?" tanyanya.

Sebenarnya kondisi Ibunya sudah mulai membaik sekarang, beliau sudah bisa bangun dan berjalan-jalan keciil di dalam rumah, tapi tetap saja masih harus dipantau oleh Ayya—lebih tepatnya oleh adiknya sih, karena Ayya sibuk bekerja.

"Sini duduk," kata Ibunya.

Ayya masih kebingungan, namun ia menuruti Ibunya untuk duduk di samping Ibunya.

"Rianto ngehubungi kamu?"

Begitu nama Rianto disebut, Ayya melebarkan matanya. Wah. Rianto sialan! Apa dia mengadu pada Ibunya?

"O—oh iya, ada," kata Ayya.

"Terus gimana?"

"Apanya?"

"Iya, apa udah komunikasi?" tanya Ibunya.

Ayya menjawab sekenanya, "Ya gitu aja."

Dina—Ibunya menganggukkan kepala. Ia membenahi posisinya dan menatap Ayya dalam-dalam, "Menurut Mama, jalanin dulu aja Ya."

"Jalanin gimana maksud Mama?"

Dina tersenyum, "Tadi Tante Ratih telpon Mama, katanya Rianto udah suka banget sama kamu, dan dia minta Mamanya—Tante Dewi buat lamar kamu langsung ke Mama. Ya Mama sih seneng dengernya. Menurut Mama, kenapa nggak kamu coba aja Ya?"

Rasanya seperti mendengar putusan hakim atas vonis bersalah meskipun Ayya tidak melakukan dosa apa-apa. Ia, seterkejut itu Ayya mendengarnya. Gadis itu menatap Ibunya tak menyangka. Apa-apaan? Tetapi Rianto—pria itu lebih apa-apaan lagi! Maksudnya, kenapa tiba-tiba mau melamar Ayya ketika Ayya saja tidak pernah menggubrisnya selama tiga bulan terakhir?

"Keluarga Rianto itu keluarga baik-baik, Mamanya sayang banget sama keluarga. Tante Ratih aja selalu ceritain gimana baiknya Tante Dewi sama semua anak-anaknya. Jangankan gitu, Mama aja kalau main ke rumah Tante Ratih, beliau welcome banget."

Ayya diam. Ia masih mencerna ucapan Ibunya baik-baik.

"Rianto juga dibesarkan dengan baik, ngajinya bagus banget, dia suka ngajar ngaji juga, dan dia sekarang jagain pesantren. Apa lagi coba nak? Menurut Mama, karir tuh bisa ngikutin. Nggak apa-apa meskipun kerjaan dia ngurusin pesantren, toh amalannya banyak."

Ayya benar-benar tak menyangka dengan apa yang Ibunya katakan barusan. Entah dari mana datangnya keyakinan Ibunya kepada Rianto sampai-sampai dia bisa mencekoki Ayya dengan pendapatnya tentang Rianto yang ... jujur, Ayya sendiri saja tidak suka.

Ayya masih diam, ia tidak berani menjawab apapun karena ia tahu, saat ia berpendapat, Ibunya tak akan terima.


*****


"Kemana aja lo? Anak gue udah bisa lari-lari, lo baru ke rumah."

Juna tertawa mendengar sambutan tak biasa dari Tirta kepadanya.

"Kabar gue baik Bang, kabar lo gimana?" tanya Juna.

Tirta tertawa, merasa geli dengan dirinya sendiri.

"Lo masuk aja dulu sana, gue lagi ribet ini mesti rapiin rumput. Heran, begini-begini aja harus gue yang ngerjain padahal bisa bayar tukang kebon," gerutu Tirta.

Juna menggelengkan kepalanya. Dasar Tirta!

Alih-alih masuk, pria itu berjongkok dan bergabung bersamanya. Ia meraih gunting rumput yang menganggur di samping Tirta dan mulai merapikan rumput yang ada di sekitarnya.

"Ini ada dua, bekas siapa?" tanya Juna.

Tirta menyimpan guntingnya dalam keadaan emosi, "Bini gue lah, siapa lagi. Lo tahu nggak? Dia kan emang nyuruh gue buat guntingin rumput dari lama, tapi gue sibuk. Tadi pagi anak gue nangis-nangis ya gue bingung emaknya ke mana, pas gue cariin, dia lagi motong rumput sambil ngomel-ngomel," gerutu Tirta.

"Ngomel-ngomelnya gimana?"

Tirta menegakkan tubuhnya, memperagakan Zena saat marah-marah kepadanya, "Jagain aja anaknya, biar aku yang guntingin rumput ini! Kita tukeran kerjaan aja hari ini, kamu jagain Zena, aku guntingin rumput. Nggak apa-apa nail art aku rusak yang penting rumputnya bagus, dipikir aku nggak bisa gitu ya motongin sendiri? Emang susah kalau hidup ngandelin suami yang suaminya aja nggak bisa diandelin."

Mendengar ucapan Tirta membuat Juna tertawa seketika, "Anjirr! Akurat banget ini Mbak Zena kalau ngomong emang begini!" katanya.

Tirta menggeleng dengan kuat, "Stress," gerutunya. Ia menatap Juna dan menepuk pundaknya, "Gue batalin omongan gue soal lo bisa cari cewek dan mulai nikah atau apapun itu! Nggak! Nikah nggak seindah yang lo bayangkan! Lihat aja gue, sekalinya sibuk dan lupa, digorengnya abis-abisan! Nggak! Lo ... kenyangin aja dulu nakal lo. Lo mau minum? Sana minum! Mau party? Party aja. Party sampe pagi."

Sebenarnya Tirta sedang memotivasinya kan, tapi karena dia sedang kesal, Juna malah merasa disindir olehnya.

"Mending lo beresin dulu rumput-rumput ini," ucap Juna.

Tirta meringis,"Sial. Kenapa istri gue nggak mau manggil tukang kebun sih Ya Tuhan, repot bener hidup gue," gerutunya lagi.

Sebenarnya Tirta memang terlihat menderita, tetapi bukannya ketakutan, Juna malah penasaran. Well, sepertinya ada yang tidak beres dengannya.


****


Kaureen dan Maisy menatap Ayya dengan sendu. Setengah jam yang lalu, Ayya menelpon mereka seraya menangis dan keduanya menyusul ke tempat di mana Ayya berada, mereka ingin memastikan bahwa Ayya baik-baik saja.

"Aku tadi langsung pergi, bilangnya mau kasih barang ke temen aku, dan Mama juga nggak tahu kalau aku nangis soalnya waktu Mama ngomong, aku cuman bisa diem."

Omong-omong, menangis di rumah tidak pernah ada dalam kamus Ayya. Sehingga ia selalu menangis di luar rumah dan kembali dalam keadaan seperti biasa. Padahal lihat saja sekarang, separah apa dia menangis.

"Jadi awalnya gimana ini kok tiba-tiba si Rianto mau ngelamar lo?" tanya Kaureen.

Ayya menggeleng dengan kuat, "Nggak ngerti. Ya, kalian tahu sendiri, aku kan nggak pernah bales chat nya dia. Nggak nyangka juga kalau dai bisa berani bilang sama Mamanya buat langsung lamar aku."

Maisy berdecak, "Posisinya Tante Dina sih pasti seneng Ya. Akhirnya ada cowok yang minta kamu baik-baik ke dia."

"Tapi akunya nggak suka!" protes Ayya.

"Iya, tahu. Ya udah, biarin aja dulu. Nanti obrolin ke Tante Dina, Ayya maunya gimana," ucap Kaureen.

Ayya menggeleng, "Aku takut dimarahin."

"Ya nggak langsung sekarang Ya ngomongnya. Besok-besok aja pas udah tenang."

Ayya mengusap air matanya dengan kasar, "Target aku nikah kan memang tahun sekarang, tapi aku berubah pikiran karena ... ya gimana, aku jadi benci aja sama pernikahan, tapi tiba-tiba begini ... ya makin nggak mau aja aku. Berasa dipaksa nikah," keluh Ayya.

"Menurut gue, lo tolak aja itu si Rianto," kata Kaureen.

Ayya menatap keduanya dengan ragu.

"Hah. Makan tuh rasa nggak enakan!" kata Maisy.

Ayya menundukkan kepala, "Abis gimana, takut aja nanti jadi omongan dan merusak hubungan Mama sama Tante Ratih."

"Terus karena takut merusak hubungan mereka, lo mau merusak masa depan lo dengan nerima dia? Gitu?"

Diingatkan seperti itu Ayya kembali menangis, "Nggak mau! Ya nggak gitu juga!" katanya.

"Ya makanya Ayya, kamu harus bisa menyampaikan pendapat kamu. Beneran deh, bilang aja jujur sama Tante Dina kalau kamu nggak suka sama si Rianto."

"Tapi—"

"Ngomong sekarang atau nanti, sama-sama dimarahin. Jadi pilih deh, mau dimarahin kapan."

Ayya menjambak rambutnya, "Siap-siap dulu deh," katanya.

"Ya udah, sok siap-siap. Tuh HP lo bunyi, ada telpon masuk."

Ayya melirik ponselnya dan melihat nomor yang belum ia simpan muncul di sana. Gadis itu menggeleng, "Takut Rianto yang nelpon. Dia pasti pake nomor lain," keluhnya.

Maisy menatapnya ngeri, "Kemungkinan ini bisa terjadi juga sih. Ya udah biarin aja dulu. Toh kalau bukan Rianto juga pasti chat lo kan?"

Ayya menganggukkan kepalanya setuju.


****


Juna menatap ponselnya lama. Kenapa Ayya tidak mengangkat telponnya ya? Apakah gadis itu sedang sibuk? Atau sedang di jalan? Tetapi setahu Juna, Ayya selalu memakai headset kalau di jalan sehingga ia pasti akan mengangkat telponnya secara otomatis. Kalau begitu, sepertinya Ayya sedang sibuk ya?

"Jun! lagi ngapain sih di situ?"

Suara Zena membuat Juna mengalihkan perhatian dari ponselnya. Pria itu buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan mematikan rokoknya lalu masuk ke dalam rumah.

"Sorry, barusan lagi ngerokok," katanya.

Zena hanya menggelengkan kepala, "Susah ya kalau laki dah ngerokok, tuh si Tirta juga berhentinya susah banget," gerutunya.

Juna hanya bisa tersenyum dan tak menjawab apa-apa karena kalau harus memilih kubu, tentu saja Juna kubu Tirta, karena ia sendiri perokok.

"Udah ditelpon Ayya nya?" tanya Zena.

Oh ya, omong-omong barusan Zena memintanya untuk menelpon Ayya, katanya ada yang ingin dia tanyakan pada Ayya. Urgent. Padahal Zena bisa memakai ponselnya, namun ponsel Zena mati total setelah dilemparkan oleh anaknya, sementara Tirta ... dia sedang pergi dulu ke minimarket untuk membeli sesuatu. Dan karena Juna punya nomor Ayya, maka Zena bisa menghubunginya lewat ponsel Juna.

"Udah, tapi nggak diangkat. Mungkin lagi sibuk," jawab Juna.

Zena menggeleng dengan kuat, "Nggak mungkin sibuk, dia nggak kerja. Mamanya lagi sakit."

"Oh iya? Sakit apa?" tanya Juna.

Zena berdecak, "Ya, gitu deh. Abis ketimpa masalah sebenernya, jadi ... ya, gitu."

"Gitu gimana?" tanya Juna.

Zena menggaruk kepalanya yang tak gatal. Masa iya dia harus membuka pembicaraan tentang masalah Ayya. Bukankah jatuhnya seperti bergunjing ya?

"Ya gitu aja kehidupan."

"Ya, tepatnya gimana?" tanya Juna, hampir terdengar seperti desakan.

Zena menggeleng, "Aku juga nggak tahu, bukan ranah aku menceritakan itu."

"Bukannya kalian temenan ya? Emang dia nggak cerita?" tanya Juna.

"Enggak," jawab Zena. Ia menatap Juna dan berkata, "Sekalipun temenan, ada hal-hal yang nggak bisa kita bicarakan kali Jun. Aku sih nunggu aja ya, kalau waktunya tiba juga nanti Ayya cerita."

Well, dipikir-pikir ... bukan urusan Juna juga. Toh, mereka hanya saling mengenal sekilas bukan? sekalipun pernah mengobrol, mungkin hanya sebatas mengisi waktu luang antara keduanya supaya tak ada kecanggungan dalam obrolan mereka.

Ya. Benar.

Seharusnya begitu.

Betul.

Tapi, kenapa ada yang mengganjal bagi Juna ya? 




TBC 



Whoah, aku agak ribet beberapa hari terakhir jadi baru bisa update wkwkwkwk 

Pendek ya tiap part, tapi yang ini aku panjangin nih 1.7 words wkwkwkwwk 

5 halaman ini lumayan. 

Cung! SIAPA YANG GREGET SAMA MEWREKA WKWKWKWKWK 

Lagian ayya kenapa nomor juna dihapus kan jadi gatau juna nelpon wkwkwkwk 

Kita tunggu ya, gimana kelanjutannya nanti. 

Oh iya, kemarin ada yang nanya. Katanya apakah setelah ayya-juna ada kaureen-kun, maisy-dion, TENTU SAJA ADA WKWKWKWK 

Kita sama ayya-juna dulu ya.

Dah, segitu aja dulu. 

Selamat hari jum''at, aku sayang kalian :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro