Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4 - Sudah lama Sejak Terakhir Kali

Ayya udah sampe?


Ayya tersenyum menatap pesan yang masuk ke ponselnya. Ia mengetikkan balasannya untuk Juna dengan penuh senyuman, namun sedetik kemudian ... Ayya tersadar.

Gadis itu menampar dirinya sendiri kemudian menggelengkan kepala.

"Kenapa ditanya udah sampe apa belum sampe senyam-senyum?! Kak Maisy sama Kak Kaureen juga selalu nanya begini!" gerutunya.

Lagi pula, hal seperti ini kan basic manner, karena Juna adalah orang terakhir yang Ayya temui sebelum dia pulang. Kalaupun ada apa-apa di jalan, Juna pasti orang pertama yang diselidiki.


Cibaduyut macet banget ya pasti?


Balasan Juna datang lagi. Ayya berdecak. Tidak perlu bertanya lah, Cibaduyut kan memang wilayah macet, semua orang juga tahu. Bahkan kucing jalanan saja tahu, Ayya yakin itu.

Benar, Ayya menghujat balasan Juna untuknya, berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya yang kembali tersenyum. Dan lihatlah apa yang dia lakukan sekarang.

Ayya membalas pesan Juna dengan cepat.


Bukan lagi. Emang susah tinggal di jalur gaza.


*****


Juna menatap balasan pesan Ayya seraya tertawa. Ada-ada saja jawabannya. Ia jadi ingat tentang pembicaraan menyenangkan mereka sore tadi.

Padahal mereka hanya bertemu untuk sekedar konsultasi semata, tapi siapa sangka obrolan mereka berlanjut dan bagi Juna, Ayya bisa menjadi teman mengobrol yang asyik. Tidak ada suasana canggung juga di antara mereka, keduanya benar-benar bisa mengimbangi masing-masing dengan baik.

"Juna ..."

Sebuah suara membuat Juna menoleh, ia mendapati Zena tengah menatapnya penuh harap.

"Kenapa?" tanyanya.

Zena tersenyum manis, "Ketemu temen akunya udah?" tanyanya.

Juna mengangguk, "Udah kok, ini orangnya baru sampe rumah katanya."

Mendengar jawaban Juna, mata Zena berbinar, ia melirik ke arah Tirta—suaminya yang menatapnya dengan tatapan penuh peringatan. Maksudnya, jangan terang-terangan juga kalau dia punya niat tersembunyi.

"Gimana orangnya?" tanya Zena.

"Maksudnya gimana masalah orangnya!" Ralat Tirta, buru-buru mengambil alih pertanyaan aneh Zena. Padahal sejak tadi, Zena sudah memintanya untuk tidak terlalu 'kepo' pada Juna. Eh, malah dia sendiri yang menyuruh Juna berkunjung ke rumah mereka, dan ... ya, malah dia juga yang bertanya hal-hal yang tidak berkaitan dengan pertemuan Ayya dan Juna hari ini. Memang ada udang di balik batu sih, tapi kan Juna dan Ayya hanya tahu mereka bertemu untuk 'konsultasi pajak' saja.

"Kasihan sih Ayyanya," jawab Juna, ia menatap sepupunya dan berkata, "Ini mah Bosnya Ayya yang nyebelin, soalnya dia yang keukeuh. Hadeuh, bener-bener. Perlu sabar banget ini."

"Ayya tuh udah bersabar bertahun-tahun. Coba dong Jun, selamatkan dia!" pinta Zena.

Tirta menyikutnya, memintanya untuk diam sementara Zena mengerjapkan mata. Ia tahu kalau ia keceplosan.

"Iya, coba selamatkan dengan cara kasih pemahaman beserta Undang-undangnya yang bener Jun. biar pendapat Bosnya Ayya yang keukeuh ini bisa dipatahkan sama Ayya. Meskipun memang bisa cek sendiri di google, tapi kalau dikasih tahu praktisi kan beda."

"Anjir, praktisi lo bilang!"


****


Pagi-pagi sekali, Ayya sudah siap untuk melawan Bosnya. Ia sengaja memakai baju terbaik miliknya. Bukan hanya itu, Ayya juga memoles wajahnya dengan make up yang tidak seperti biasanya. Bahkan parfum miliknya yang selalu ia pakai di saat-saat tertentu saja sengaja ia pakai hari ini.

Gadis itu masuk ke dalam kantor, belum ada siapa-siapa di sana. Jelas, Ayya datang ke kantor jam tujuh pagi. Padahal biasanya Ayya datang ke kantor mepet-mepet jam absen, hanya saja hari ini berbeda. Hari ini pengecualian!

Melirik ponselnya, Ayya melihat pesan yang Juna kirimkan kepadanya.


Semangat buat hari ini!


Ayya mengerutkan keningnya, namun karena mendapat semangat yang ia butuhkan, wajahnya tersenyum. Gadis itu kembali ke mejanya dan menyusun semua dokumennya. Ia menyalakan laptop untuk memulai pekerjaannya hari ini.

"Kenapa belum dateng juga nih bos gue," gerutunya. Biasanya, Bos Ayya memang selalu datang pagi-pagi karena beliau pergi kerja sekalian pergi mengantarkan istrinya yang PNS bekerja juga, tapi sudah lima belas menit berlalu dari jam biasa dia datang, batang hidungnya belum muncul juga.

"Apa—"

"Ayya!"

Sebuah panggilan membuat Ayya waspada. Ia refleks berdiri dan menatap Bosnya yang berjalan mendekat padanya.

"Pak, yang pajak kemarin. Saya udah—"

"Itu langsung bayar aja!" tukas Bosnya.

Ayya mengerjapkan matanya, "Gimana Pak?"

"Saya udah ketemu sama temen saya yang kerja di kantor pajak, dia udah jelasin semua dan memang nggak bisa ngelak, jadi bayar aja langsung."

Setelah mengucapkannya, Bosnya berlalu dari hadapannya sementara Ayya ... ia terduduk dengan lesu, tubuhnya mendadak lemas sementara tatapannya kosong seketika.

Apa katanya?

Sudah. Berdiskusi. Dengan. Temannya. Yang. Orang. Pajak?!

APA?!


*****


Juna menatap ponselnya dengan kerutan di keningnya. Seingatnya, ia tidak mengirim pesan yang tak perlu balasan. Maksudnya, Juna bukan mengirim pemberitahuan bencana, pemberitahuan promo atau info-info dari layanan masyarakat yang memang tidak seharusnya dibalas. Setahunya, ia memberikan semangat pada Ayya untuk berperang dengan bosnya hari ini. Lalu, kenapa pesannya tidak dibalas? Minimal ... Ayya mengucapkan terima kasih bukan?

"Ini udah dibaca belum sih," gumam Juna.

Ia menggulir layar ponselnya ke atas, membaca pesan-pesannya bersama Ayya sebelumnya di mana tidak ada ceklis dua berwarna biru di sana.

"Centang birunya mati lagi dia," kata Juna lagi.

Pria itu menghela napasnya, "Apa telat ya gue kirim semangatnya? Apa dia lagi debat sekarang sama bosnya?"

Memiringkan kepala, Juna masih menatap ponselnya seraya berpikir.

"Ya udah lah, gue yakin dia bisa," katanya seraya menyimpan ponselnya di atas meja.

Namun beberapa detik kemudian, Juna meraih ponselnya lagi.

"Beneran bisa kan ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Jun! lo katanya janjian! Orang dari PT Restika Putri udah dateng."

Suara salah satu rekan kerjanya yang menghampirinya membuat Juna terperanjat, "O—oh. Oke, gue ke sana."

Juna berjalan meninggalkan tempatnya dan keluar dari ruangannya, namun baru beberapa langkah keluar, ponselnya bergetar. Pria itu meraihnya dan membaca pesan yang masuk ke sana.


Ayya : Juna, aku boleh nanya2 lagi gak ya?


Tersenyum, Juna membalas pesan Ayya dengan cepat.


****


Ayo!


Ayya tersenyum saat membaca balasan Juna. Setelah melewati masa-masa pengumpulan teori untuk diperdebatkan, sekarang Ayya mulai ke prakteknya. Sial. Dia tidak tahu bagaimana cara mengisi formulirnya, untung saja ia sudah pernah bertemu dengan Juna untuk pembekalan teori, tidak ada salahnya juga Ayya bertemu lagi untuk pembekalan praktek bukan? Lagi pula, Juna sendiri yang mengatakan kalau Ayya bisa menanyakan banyak hal padanya. Jadi, sekalian saja.

Oke. Besok sore aja ya, ketemu di yang kemarin.

Ayya selesai dengan balasan pesannya untuk Juna. Gadis itu terkekeh kembali, "Anggap aja Juna beramal lewat aku."

"Napa lo?"

Suara Kaureen membuat Ayya mengerjap. Sampai lupa, ia sedang bertemu dengan kedua temannya. Ayya menghela napas, ia mulai menceritakan persiapan perangnya yang sia-sia pagi ini, padahal ia merasa pasti menang, tapi kenyataannya Ayya justru kalah sebelum berperang. Menyebalkan sekali memang.

"Tadi udah download formulir dan segala macemnya, tapi takut salah. Soalnya beda kayak yang biasa," kata Ayya.

"Terus mau nanya lagi ke ... siapa itu namanya?"

"Juna."

Ada yang berbeda dari cara Ayya menyebutkan nama Juna. Membuat Kaureen dan Maisy saling melemparkan tatapan mereka.

"Bentar-bentar Ya, kamu cuma cerita kalau kamu ketemu temennya siapa itu, Zena ya? Yang orang pajak. Belom cerita detailnya!" kata Maisy, merasa ketinggalan sebuah cerita seru yang seharusnya tidak boleh mereka lewatkan.

"Aduh, guys! Untung banget ini Kak Zena ada temen. Untung juga orangnya baik, dia mau kasih tahu bener-bener, hehe."

"Kok pake Hehe?!" tanya Kaureen.

Ayya malah terkekeh, "Nggak tahu, pengen aja," jawabnya.

"Jir. Lo ketemu dia apa ketemu Lee Min Ho Ya?" tanya Maisy.

Ayya menggeleng, namun wajahnya masih sumringah. Astaga!

"Saking baiknya, dia tadi sampe nyemangatin aku. Aneh aja, udah lama nggak disemangatin cowok."

Kaureen dan Maisy kembali bertatapan, "Udah. Biarin aja. Dia doang yang nggak paham," ucap Kaureen. Maisy menganggukkan kepalanya setuju sementara Ayya menatap mereka dengan kerutan di keningnya, "Kenapa?"

"Nggak apa-apa," jawab Maisy. Ia menatap Ayya dan melanjutkan pembicaraan mereka, "Ketemu di mana emang? Dia mau ya janjian sekitaran jalur gaza gini?" tanya Maisy.

Omong-omong, lokasi kantor Ayya berada di Cibiru, Maisy di Antapani, sementara Kaureen di Soekarno Hatta, sehingga titik mereka bertemu adalah di sepanjang By pass, jalur inilah yang memang aman untuk ketiganya.

"Kita janjian di Maranatha kok," jawab Ayya.

"Hah?!"

"GIMANA?!"

Ayya tersenyum pada kedua temannya, "Dia kantornya di Bojonagara guys, di Sarijadi. Nah rumahnya di Kota Baru, jadi aku pilih rute yang memudahkan dia aja."

Kaureen memejamkan matanya, mulai kesal, pun Maisy, ia menatap Ayya ... hendak merauk wajahnya, namun hanya sampai ke depan Ayya, amarahnya hanya bisa membuat Maisy merauk udara di hadapannya.

"Kenapa nggak tempat yang memudahkan lo aja?!" kata Kaureen.

Ayya menggeleng, "Nggak enak ah, kan aku yang butuh. Mana ada WC nyamperin orang mau pup, ya yang pupnya lah yang nyamperin wc."

"Tapi ya nggak wc yang jauh juga dong Ya! Bisa kebablasan kalau kejauhan."

"Nggak apa-apa lah, kemarin aku naik gojek kok nggak bawa motor sendiri."

"Anjir! Apa lagi naik gojek. Ongkosnya berapa?"

"Delapan puluh ribu," jawab Ayya.

Maisy dan Kaureen terperangah dibuatnya.

"Lo bener-bener ya," kata Maisy.

Ayya terkekeh, "Sebenernya kemarin pas mau pulang, Juna mau nganterin. Tapi kan nggak enak ya, udah ngerepotin karena konsultasi gratis, nganterin pulang juga. Mana jauh banget Cibaduyut ke Kota Baru."

Kaureen menggelengkan kepala, "Padahal sikat aja! Lo tuh suka yang gratisan Ya! Lo pemburu diskonan!"

"Kita bertiga," ralat Ayya.

"Iya, serah! Tapi pencari diskon terbanyak tuh lo! Terus kenapa ditawarin gratisan gini nggak mau?!"

Ayya menatap kedua temannya dan tersenyum, "Nggak apa-apa deh, kan aku yang butuh."

"SERAH LU!" kata Maisy, emosi.


*****


Juna baru sampai rumah dan ia melihat pesan masuk dari Ayya satu jam yang lalu. Pria itu mengetikkan balasannya dengan cepat.

Emang besok ke daerah Pasteur?

Ayya : Enggak, kenapa gtu?

Juna : Terus kenapa janjian di Marnat?

Ayya : Gapapa, di sana aja.

Juna : Terus kamu OTW dari mana?

Ayya : Cibiru


"YANG BENER AJA!" teriak Juna. Refleks karena terkejut melihat balasan Ayya barusan. Ia menatap ponselnya, hendak mengetikkan balasan Ayya namun pada akhirnya ia memutuskan untuk membiarkannya.

"Ya udah, kayaknya besok dia naik gojek lagi. Senggaknya kalau naik gojek, nggak secapek bawa kendaraan sendiri, pulangnya juga bisa gue anterin."

"Beneran harus gue anterin." 



TBC 



Mari kita lihat apakah pada akhirnya Juna bisa nganterin ayya? wkwkwkwk

Apa deh misi anter-anterin ini wkwkkwkw 

Btw kita semua pasti pernah di posisi ayya, udah ngerjain sesuatu tapi gak kepaka. it's okay, nggak apa-apa, anggap aja pembelajaran, jangan mengumpat, jangan kesal, jangan bersedih, cukup ketawa aja soalnya apa lagi yang bisa kita lakukan selain menertawakan kehidupan wkwkwkwkwk da tetep harus dijalani ya kembali lagiii. 

Oke segitu aja dulu buat part hari ini, sampe ketemu besok. 

Dah ... aku sayang kalian :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro