Bagian 10 - Something Romantic
"Kok kamu bisa ada di sini?"
Adalah pertanyaan yang Ayya ucapkan pertama kali setelah mereka bertemu lagi dalam waktu lima bulan. Zena mengambil alih Nayla dari tangan Juna tadi dan membiarkan keduanya berbicara sehingga mereka memutuskan untuk pergi ke taman belakang dan mengobrol sebentar.
Juna tertawa mendengar pertanyaan Ayya, membuat Ayya menatapnya tak mengerti. Ia benar-benar butuh penjelasan sekarang.
"Aku Omnya Nayla," kata Juna.
"Aku juga Tantenya Nayla," sahut Ayya.
"Iya, tapi aku sepupunya Tirta."
"Wow!" sahut Ayya. Terkejut dengan informasi yang ia dengar barusan.
"Kamu emangnya nggak tahu ya?" tanya Juna.
Ayya menggeleng. Ia menatap Juna dan menjawab, "Aku cuma pernah denger Kak Zena punya kenalan orang yang kerja di kantor pajak. Terus aku minta kontaknya, udah. Aku kira ya temennya aja gitu, nggak pernah tahu kalau kamu sepupunya Kak Tirta."
"Aku juga nggak cerita sih ke kamu," timpal Juna. Ia menatap Ayya dan melanjutkan ucapannya, "Memangnya Mbak Zena nggak cerita ya?"
"Nggak. Eh, ya dia suka ceritain Omnya Nayla sih, tapi ya cuman bilang Om aja. Nggak bilang namanya Juna."
Mendengar penjelasan Ayya, Juna tertawa. Merasa lucu dengan keadaan yang mereka alami sekarang.
Juna pun tahu kalau Ayya memang temannya Zena, namun ia tak pernah menyangka akan melihat Ayya di pesta ulang tahun keponakannya. Biasanya kan yang diundang teman-teman Ibu atau Ayah si anak, atau teman-temannya bermain, atau mungkin tetangganya. Ayya juga belum punya anak. Jadi wajar saja jika Juna tidak akan menduga pertemuannya dengan Ayya hari ini bukan?
"Ternyata temen kampus Ibunya bisa diundang juga ya ke ulang tahun anaknya," kekeh Juna.
"Aku jadi MC nya ini, makanya diundang."
"Loh? Kamu punya side job MC dadakan?" tanya Juna penasaran.
Ayya tersenyum tipis, "Hobi aja sih ini. Hobi ngomong, tapi kalau ngomongnya depan anak-anak kan beda ya, responnya selalu meriah."
"Meriah kalau nadanya nada upin-ipin Ya. Kalau nada monster ya takut juga mereka."
"Enggak loh! Kalau monsternya dibuat-buat, mereka lari-lari sambil ketawa tahu!"
"Masa?"
"Iya! Cobain aja nanti!" kata Ayya.
Juna menggeleng, "Nggak mau ah! Tar kalau pestanya bubar, aku disalahin Tirta."
Ayya tertawa dengan keras saat mendengarnya, "Memang Kak Tirta ini rada-rada ya," katanya.
"Bukan lagi! Dia—"
"Ekhm! Mas, Mbak, ini party nya mau mulai. Ngobrolnya boleh nanti lagi nggak?"
Suara Tirta yang terdengar di sela-sela obrolan mereka membuat Ayya dan Juna menoleh, mereka bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Siapa sangka, tamu undangan sudah berkumpul dan memenuhi ruang tamu rumah Zena. Padahal sebelumnya belum ada siapa-siapa. Cepat sekali mereka berkumpulnya!
****
"Anak-anak, ikutin Tante ya!"
"Kalau kau senang hati tepuk tangan!"
Juna menurunkan kameranya dan menatap Ayya dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya. Ia menelusuri pandangannya pada setiap penjuru ruangan di mana semua anak-anak yang menjadi tamu undangan pesta keponakannya menuruti Ayya dan menari bersamanya. Beberapa bahkan melompat-lompat dan berteriak kegirangan saking bahagianya.
Pria itu kembali mengangkat kameranya dan mengabadikan beberapa momen yang ada di sana. Wajah bahagia Zena dan Tirta, ekspresi terkejut Nayla yang sesungguhnya belum mengerti apa-apa, dan terakhir ... senyuman ceria Ayya saat mengajak anak-anak bermain bersamanya.
Tidak salah, mengabadikan momen-momen seperti ini memang luar biasa.
"Oke, Tante Ayya punya hadiah. Yang bisa nyanyi bareng nanti dapet hadiahnya. Ayo ... siapa mau?!"
"AKU!"
"ME!"
"NALAAAA!"
"KENZO!"
Dan sorakan lain dari anak-anak yang ada di sana. Jangan lupakan Ibu-Ibu berambisi tinggi yang menyebut nama anaknya, Sebagian mendorong anaknya ke depan dan Sebagian lagi mengangkat tangan anaknya. Wah. Sungguh luar biasa!
"Ngeri juga gue sama ambisi orangtua masa kini," bisiknya pada Tirta saat dia menghampirinya.
Tirta menepuk pundaknya, "Ada saatnya kita bergunjing. Sekarang, kembali ke posisi lo dan ambil foto yang bagus," katanya.
"Awas lo, nggak akan gue kasih memori card nya."
"Lo nggak akan tega bro liat muka Queen gue yang menggemaskan itu."
"Damn."
*****
"Makasih ya kalian sudah membantu mensukseskan acara hari ini!" kata Zena begitu acara ulang tahun Nayla selesai. Ia menyodorkan satu bungkus yogurt pada Juna dan Ayya, "Biar seger!" katanya.
Ayya menatapnya dengan tatapan tidak enak, "Kak Zena, maaf banget. Makasih buat Yogurtnya, tapi aku nggak suka yogurt," ucapnya.
"Waduh. Minum apa atuh? Orson mau?" tanyanya.
Juna tertawa mendengar ucapan Zena barusan, "Orson banget?" tanyanya pada Tirta. Membuat Tirta mengangguk dan berkata, "Maklum, Garut pride."
"Woy!" kata Zena.
Ayya meraih satu botol air mineral yang berada di atas meja dan menunjukkannya pada Zena, "Aku minum ini aja nggak apa-apa," katanya.
"Ya udah," kata Zena pada akhirnya. Ia melirik anaknya yang tertidur di atas sofa dan melirik Tirta, "Ayah, boleh nggak pindahin Nayla ke kamar?" pintanya.
Tirta bangkit dari duduknya dengan cepat, "Siap! Aku pindahin Queen ke kamar sekarang."
"Makasih ya, aku mau anterin dulu bingkisan buat tetangga. Ayya sama Juna diem aja dulu di sini, istirahat dulu," ucap Zena.
Keduanya bertatapan kemudian menganggukkan kepala. Tirta mengangkat Nayla pelan-pelan dan berjalan menuju kamarnya sementara Zena membawa satu dus bingkisan untuk ia bagikan. Keduanya pergi meninggalkan Ayya dan Juna yang kini duduk bersebelahan di ruang tamu mereka.
"Kenapa nggak suka yogurt?" tanya Juna tiba-tiba.
"Nggak enak, asem soalnya. Aku tipe orang yang nggak suka rasa ekstrim."
"Seperti?"
"Asem dan pedes," jawab Ayya.
Juna menganggukkan kepalanya, paham dengan ucapan Ayya barusan.
"Kalau aku suka yang ekstrim-ekstrim."
"Kayak kecoa goreng?"
Pertanyaan polos Ayya mengundang tawa besar dari Juna, "Ya enggak juga!"
"Katanya suka yang ekstrim! Kan ada tuh kecoa goreng, jangkrik goreng, dan makanan-makanan lain yang aneh-aneh."
Juna bergidik mendengarnya, "Aku bahkan nggak bisa makan kelinci," kata Juna.
"Aku juga nggak bisa sih. Masa iya kelinci kita makan hidup-hidup?"
Juna menatap Ayya dengan kerutan di keningnya sementara Ayya tertawa, barulah setelah melihat Ayya tertawa, Juna juga tertawa.
"BTW, acara tadi asik juga. MC nya pinter," katanya.
Ayya menahan senyumnya saat mendengar Juna memujinya barusan.
"Tapi aneh juga ya, anak dua tahun kan belum ngerti apa-apa, tadi juga tamunya nggak banyak yang seumuran. Malah kayaknya ada yang SD," ucap Juna.
"Nanti aku balik lagi kalau aku udah punya anak seumuran Nayla ya. Takut pesta ulang tahun anak aku nanti lebih heboh," timpal Ayya.
Juna tertawa mendengarnya, "Tapi iya juga ya, kalau di posisi Tirta sama Zena juga, ya gimana ... mereka dapetin Nayla setelah Kak Zena keguguran berkali-kali, jadi kalau bisa arak-arakan sih pasti arak-arakan itu," ucap Juna.
"Makanya," kata Ayya. Ia melirik Juna dan berkata, "Tapi aku pun sebenernya masih belum paham, Nayla nya kan tadi hampir nangis saking kagetnya lihat orang banyak. Jadi apa happy nya ya?"
Juna mendekat ke arahnya dan berkata, "Nanti aku balik lagi kalau udah punya anak seumurna Nayla ya."
"Heh!" kata Ayya. Merasa terkhianati karena Juna membalikkan ucapannya, sementara Juna hanya tertawa, puas dengan respon Ayya barusan.
Di ujung sana, Tirta yang sudah keluar dari kamarnya dan mendekat ke arah mereka, kembali ke dalam kamar. Ia menatap anaknya dan berkata, "Neng, sabar ya. Omnya lagi asik ngobrol sama cewek, lama-lama pasti dia lupain kamu."
*****
Zena kembali setengah jam kemudian karena setiap membagikan bingkisan, ia akan mengobrol bersama tetangganya, berlangsung seperti itu di setiap rumahnya. Kalau Tirta tidak menelponnya, Zena mungkin masih betah berbincang-bincang dengan mereka.
Ia masuk ke dalam rumah dan mendapati Ayya dan Juna sedang asyik mengobrol. Keduanya bahkan terlihat sangat akrab, Ayya tertawa sampai memukul bahu Juna, begitu pula Juna yang tidak keberatan diperlakukan seperti itu oleh Ayya. Wow! Pemandangan apa ini?
"Udah paling bener gue roadshow aja di rumah tetangga," gerutu Zena. Aduh. Kenapa juga pintu rumahnya hanya satu. Kalau ada dua kan Zena bisa masuk lewat pintu lain tanpa mengganggu mereka berdua.
"Kenapa lama Kak?" tanya Ayya yang akhirnya melihatnya. Gadis itu menggeser duduknya, memberikan jarak antara dirinya dan Juna, membuat Zena meringis saat menatapnya. Yah. Padahal harusnya mereka semakin dekat, kenapa malah jadi berjauhan?
"Biasa Ya, ngobrol dulu," kekeh Zena. Ia melirik ke arah kamarnya, "Tirta nggak keluar-keluar ya? Aduh, tidur itu pasti dia," katanya.
Wanita itu hendak berjalan menuju kamarnya namun Ayya menghentikannya, "Kak, aku mau pulang," katanya.
"Loh? Masa udah pulang lagi?"
Itu bukan suara Zena, melainkan suara Juna.
"Iya! Baru juga jam segini," sambung Zena.
"Ada kerjaan belum selesai, harus diberesin sekarang biar besok tenang," jawab Ayya.
Zena menghela napasnya, "Ayya, apa nggak capek. Pulang kerja, kerja lagi. Libur kerja juga kerja lagi."
Ayya tersenyum tipis, "Ya gimana lagi, aku udah tanggung ambil kerjaannya. Nggak apa-apa deh bentar lagi beres kok."
Juna yang berada di sana merasa tidak bisa bergabung dengan obrolan mereka karena ia sendiri tidak tahu mengenai topik yang sedang mereka bicarakan sekarang sehingga ia memilih untuk diam dan mendengarkan.
"Ya udah moga beres atuh yah Ya," sahut Zena.
Ayya mengangguk. Ia bangkit dari duduknya, diikuti oleh Juna.
"Aku anter aja," kata Juna.
Ayya merogoh tasnya dan meraih kunci motornya, "Aku bawa motor," jawabnya.
Ada perubahan ekspresi di wajah Juna yang tertangkap basah oleh Zena hingga wanita itu menahan senyumnya.
"Bareng aja kalau gitu," ucap Juna kemudian. Ia berjalan lebih dulu dan berpamitan pada Zena, begitu pula Ayya.
"Kamu pulang lewat mana emang?" tanya Ayya begitu sampai di depan motornya.
"Hm? Gampang itu!"
"E—eh, nggak. Maksudnya ya nggak apa-apa bareng sampe Jalan Jakarta aja. Aku belok ke Laswi nanti," kata Ayya.
"Nggak apa-apa, aku temenin," katanya.
Ayya menggeleng, "Aman kok! Jam segini masih siang. Nggak apa-apa, sampe Kebon Waru aja ya."
Juna belum sempat menjawabnya karena Ayya sudah lebih dulu memasang headset dan helmnya. Ya sudah, pria itu juga masuk ke dalam mobilnya.
Ia mempersilakan Ayya untuk pergi lebih dulu sementara dirinya mengikuti dari belakang. Sepanjang perjalanan, Juna menatap motor Ayya dengan serius. Namun tubuh Ayya yang terlihat kecil di matanya lebih menyita perhatiannya.
"Woy! Fokus!" kata Juna seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Ia menjaga jaraknya dengan motor Ayya, mengawasi pergerakan kendaraan lain yang melewatinya dan beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar Ayya. Namun Ayya tiba-tiba saja menyalakan lampu sein nya dan berhenti, membuat Juna juga mengikutinya.
Pria itu turun dari mobilnya, "Kenapa?" tanyanya.
Ayya terkejut saat melihatnya, "Eh? Kenapa malah turun!" katanya.
Gadis itu melambaikan tangannya, "Sampe sini aja, itu di depan belokannya," tunjuk Ayya pada jalan di hadapannya. Oh. Tuhan. Ternyata sudah sampai ya ke tempat mereka berpisah.
"Nggak apa-apa sih aku anterin ke—"
"Nggak usah nggak apa-apa," kata Ayya. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya, "Dah! Hati-hati ya!"
Terakhir kali Ayya mengatakan hati-hati, mereka baru bertemu lagi hari ini. Maka Juna merasa ia perlu mengganti ucapan perpisahan mereka.
"See you!" katanya.
Setelah mengucapkannya, Juna kembali ke dalam mobilnya. Ia menunggu Ayya maju, namun gadis itu tidak maju-maju, kebalikannya ... Ayya justru malah mempersilakannya duluan, membuat Juna menghela napas namun akhirnya ... Juna mendahuluinya. Dan benar saja, saat melihat spionnya, Ayya benar-benar maju dan mengikutinya di belakang. Benar-benar.
****
Juna masuk ke dalam rumah dengan senyuman lebar di wajahnya. Wah! Menyenangkan juga ternyata party yang Tirta adakan hari ini untuknya, justru lebih menyenangkan dari party nya bersama Joshua dan teman-teman yang lainnya. Sebenarnya masih menyenangkan sih, hanya saja Juna butuh suasana baru karena ia sudah menjalani party nya ini selama bertahun-tahun sehingga ia mulai menganggapnya rutinitas yang terkadang bisa menjemukan juga untuknya.
Pria itu duduk di atas sofa lalu meraih ponselnya, ia mencari kontak Ayya dan langsung mengirimnya pesan.
Ayya udah sampe?
Setelah mengirimkannya, Juna masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya, setelah itu ia membuka bingkisan yang Zena berikan padanya. Ada banyak snack-snack di sana, dan Juna memakannya satu per satu. Ia melirik kembali pesan yang sudah ia kirimkan. Sudah hampir sejam namun Ayya tidak membalasnya.
"Apa belum sampe ya?" gumamnya.
"Atau udah sampe tapi nggak buka HP kali ya?"
Demi menenangkan pikirannya, Juna memilih kemungkinan terakhir. Sepertinya Ayya terlalu lelah, dan ia tak melihat ponselnya lagi saat sampai di rumah. Ah, jangan lupa kalau Ayya juga sedang sibuk dengan pekerjaannya yang ia bicarakan dengan Zena tadi.
"Kayaknya sih lagi kerja ya," gumamnya lagi.
TBC
Akhirnya ketemu lagiii di pesta nikahan anak kecil yang tidak tau apa2 ini WKWKWKWKWKWK
Segitu aja ah aku soalnya mau nonton drakor ongoing aku.
Dah.
Aku sayang kalian :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro