Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

pertentangan dengan teman zagi

"Cari siapa?"

"Aldrin."

Aku bersyukur sekali Xiera duduk di depan bangkuku sehingga kami berteman. Dia orang yang sangat bisa diandalkan.

"Bentar, ya."

Aku mengucapkan terima kasih dengan tersenyum. Xiera mendelik. "Biasanya kamu nggak punya malu loh, Rin."

"Lagi nggak ada si Honey."

Xiera kembali memandangku ngeri.

"Karena kamu dan Yuyu udah tahu aku lagi naksir sama cowok, siap-siap aja aku bakal sering curhat soal dia ke kalian."

Kepalanya menggeleng-geleng tak percaya. "Terserah kamu deh."

Aldrin tiba di hadapan kami.

Jangan aneh soal ini.

Aku bahkan tahu seluruh nama teman sekelas Zagi saat kelas tujuh. Apalagi Aldrin, Devon, dan Rayen.

Begitu sosokku ditangkap Aldrin, raut terkejut cowok itu seketika saja mencair. "Faris udah dua hari nggak masuk."

"Aku kan nggak nanya soal itu," kataku, sebal mengapa dia langsung mengetahui niatku datang ke 8K.

Namun cowok itu pun tak menggubris kebohonganku. "Mau jenguk dia?"

Iya.

"Nggak. Mau ngobrol sama kamu dulu."

Balasan tak terdugaku membuat alis Aldrin mengerut. Dia lalu menaikkan jam tangannya. "Bentar lagi masuk." Dia melihat Xiera sekejap. "Lama nggak?"

"Banget."

"Pulangnya aja kalau gitu."

Aku cukup tertegun melihat teman terdekat Zagi ini mengiyakan begitu saja permintaanku. Dia teman yang baik. Aku bersyukur Zagi memilikinya.

Pulangnya, aku meminta Xiera lagi untuk menemaniku. Biarpun aku tidak masalah mengobrol berduaan dengan Aldrin dan yakin perasaan cintaku untuk Zagi tidak akan berpindah, aku memerlukan kedewasaan berpikir Xiera dalam situasi ini. Dia sudah tahu soal aku yang memajang ratusan foto Zagi di apartemenku.

"Aku mau cerita sesuatu," kataku ke Aldrin, "tapi kamu jangan kaget, ya?"

Xiera langsung menabokku. "Gila aja kamu ceritain soal itu ke dia."

Aldrin melihati kami berdua.

"Ya, bagus dong? Biar aku tahu perspektifnya?" Aku membela keputusanku.

Xiera tampak akan mengeluarkan kekesalannya lagi. Tapi dia cuma mengusap mukanya saja.

Pandangannya yang berpaling seolah memberitahuku secara tak langsung untuk melanjutkan pembicaraan. Dia sudah pasrah.

Aku melihat ke Aldrin lagi. "Jangan kaget, ya."

Cowok itu hanya menatapku saja. Lempeng.

"Aku masang ratusan foto Zagi di apartemenku. Dan Zagi udah tahu dan udah lihat sendiri foto-foto itu."

Aldrin yang tidak banyak bicara dan cenderung tidak serius menanggapi masalahku kontan membulatkan mata. "Hah?"

Dia melanggar permintaanku!

Xiera geleng-geleng kepala sambil menunduk.

"Nah," seruku, "kira-kira, Zagi sakit apa gara-gara itu?"

"Kamu tuh ya," Xiera mendahului Aldrin bicara. "Kok kamu kayak yang bangga banget ngelakuin aksi stalker itu sampai diumbar ke temen korban segala."

"Gila." Aldrin akhirnya bereaksi. "Serius, kamu ngelakuin itu?"

"Iya. Tapi foto-fotonya udah kusingkirin lagi kok." Aku heran mengapa aku memerlukan validasi kebaikan hati pada teman terdekat kekasih hatiku ini.

Maksudku, biarpun aku ingin mengetahui perspektifnya untuk masalah ini karena dia teman terdekat Zagi, mau aku dikira jahat pun tak apa selama Zagi masih mencintaiku.

Aldrin mengikuti gelagat Xiera; menggeleng-geleng tak percaya.

"Nggak nyangka aku, Faris sampai disukain segitunya." Mulutnya mengulas senyum miring. Dia lalu menyimpan kedua tangannya ke belakang tubuh, membuat posisi yang nyaman. "Btw, tadi kamu manggil dia Zagi?"

Aku mengangguk.

"Zagi dari Inzagi?"

Aku mengangguk. "Jadi gimana menurut pandanganmu soal masalah ini?" Kuturunkan sedikit harga diri saat menanyakannya. Entah kenapa sikapnya tadi sedikit mengesalkanku.

"Itu jelas creepy-lah." Aldrin berpendapat sama dengan Xiera dan Yuyu. "Apalagi untuk laki-laki macam Faris yang jarang banget diperhatiin cewek. Tapi ada juga kemungkinan lain."

"Apa, apa?" Tanpa sadar langkahku mendekat.

"Masih kemungkinan biar rada kecil pun," jelasnya. Kemudian aku dipandangnya. "Faris, bisa aja, seneng."

"Heh." Xiera menginterupsi.

Aku lupa dia masih ada di sana.

"Laki-laki mana sih yang nggak seneng disukai cewek cantik? Bahkan walau disukainya dengan cara yang lumayan gila, ada beberapa dari kami yang justru seneng. Faris kemungkinan salah satunya meski awalnya dia harus syok dulu."

"Woy, jangan buat Sorin jadi makin bertindak gila!" Xiera memperingati Aldrin.

Aldrin membalas tatapannya enteng. "Kenapa? Dia cuma majang foto, kan? Nggak sampai secara harfiah nyakitin Faris?"

"Ya tapi dari perbuatan dan kebiasaannya itu, Sorin bisa aja bener-bener ngelakuin hal gila lainnya. Dan Faris udah sakit duluan loh ngeliat perlakuan berlebihan Sorin ini."

"Iya, emang bener." Cowok itu masih menjawab enteng. "Tapi yang mau kubilang tuh, meski Sorin udah berbuat yang nggak-nggak ke Faris, Sorin masih bisa minta maaf karena Faris nggak bener-bener marah ke dia. Cuma syok. Dan soal kemungkinan tadi—"

"Kok kamu jadi menggeneralisasi, sih? Emang bener ada cowok kayak gitu?"

Aldrin menatap tajam Xiera.

"Sudah, ah." Aku menghentikan pembicaraan ini. "Yang penting aku udah nggak ngelakuin itu lagi. Dan aku bisa minta maaf, kan?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Terakhir kudengar Xiera berkata-kata lagi ke Aldrin, "Kamu jangan ngerendahin kaummu sendiri dong. Kalau pun emang iya ada yang kayak gitu, jangan diumbar ke si pelaku. Gimana pun juga yang namanya berlebihan itu nggak bakal berujung baik."

Kenapa jadi mereka yang bertengkar? Perbedaan kesepahaman?

"Kenapa kamu masih mau temenan sama aku yang kayak gini, Xi?" Aku bertanya ke Xiera di perjalanan pulang menuju kelas.

"Nanti kamu makin menjadi-jadilah Rin, kalau nggak diawasi."

"Bukan tugasmu, kan."

"Terus siapa?"

"Aku sendiri?"

"Emang iya." Dia membenarkan. "Tapi nggak ada salahnya aku bantu kan, Rin? Gunanya temen kan itu. Lagian aku pun nggak percaya kamu bisa sadar sendiri tanpa dikasih tahu orang lain. Aku ngekhawatirin Faris."

Anehnya aku tidak cemburu mendengar pernyataan temanku itu yang mengkhawatirkan Zagi.

"Rin," katanya. "Kamu tahu kan cinta itu harusnya memberi sesuatu yang membahagiakan untuk orang yang kita cintai itu? Bukan justru kita-nya yang bahagia dan dia sengsara?"

Terang-terangan aku disindirnya.

"Kamu juga pasti nyadar dong kalau tindakanmu itu namanya bukan cinta tapi obsesi atau sejenisnya?"

Aku meneguk ludah saja.

"Tapi kalem aja, bisa diperbaiki kok."

Aku mengangguk-angguk.

"Aku juga yakin Faris orangnya baik dan bisa maafin kamu walau butuh waktu beberapa lama."

"Berapa lama?"

Xiera tersenyum tidak-tahu. "Ya kamu ngobrol aja sama dia. Bisa aja malah langsung bisa akrab lagi."

"Serius?" Mataku berbinar-binar mendekat ke wajahnya.

Segera dia meraup mukaku untuk menyingkirkan posisi yang terlalu dekat tersebut. "Makanya temui dia. Terus ngobrol."

"Nggak sama kamu lagi?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Capek."

Kami melihat gerombolan gengnya Zagi sedang berdiri di dekat gerbang seperti membicarakan sesuatu.

"Tuh, ikut mereka."

Tapi masa di hari kedua teman mereka sakit langsung dijenguk?

Kalau aku sih nggak aneh karena aku cewek yang mencintainya.

Hum....

Kayaknya harus pakai sihir ini.

fact.
sorin sangat bangga menyebut dirinya mencintai faris

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro