Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

laki-laki BIASA SAJA

Biarpun dengan lumayan percaya diri aku mengajak Sorin kembali bertemu sepulang sekolah, nyatanya aku nyaris tak sanggup menggerakkan kaki lebih jauh menuju tempat pertemuan.

Aku memang orang yang mudah kepikiran, sedikit suka overthinking. Apalagi untuk hal-hal ajaib semacam disihir.

Aku tetap menyangka Sorin mengibul, cuma mencari perhatianku saja. Padahal tanpa melakukan itu pun, dengan wajah cantiknya yang sudah membuat diriku terperdaya, aku pasti bakal langsung tertarik padanya.

Kuhela napas jengah pada diri sendiri yang terus saja seperti ini. Aku harus berubah.

Menyiapkan mental, menegakkan punggung, sepatu sneakers hitam putihku pun membawaku ke lokasi di mana seharusnya gadis itu telah berada. Aku membuatnya menunggu agak lama.

Namun Sorin belum ada di situ. Padahal aku berlama-lama berdiam di kelas dulu sampai mengundang kekepoan Aldrin dan Devon. 'Lagi nunggu gebetan, ya?' katanya. Karena selalu ketahuan tiap berbohong, mereka berdua lantas tertawa di atas penderitaanku memikirkan sihir-sihiran yang disebut Sorin.

Kacau pokoknya.

Kapan aku bisa merasa keren?

"Zagi."

Walau belum terlalu mengenal suaranya, aku tahu itu siapa. Hanya dia saja yang memanggilku begitu.

Tapi ketika aku hendak berbalik, kedua bahuku ditahannya hingga pandanganku tak jadi menghadap ke arahnya.

"Jangan nengok ke sini. Dengerin dulu apa yang bakal kubilang," katanya dengan suara tersendat-sendat. Aku menurutinya.

Tapi omong-omong, "Oke... tapi itu tangannya tolong singkirin dulu...."

Aku tidak terbiasa bersentuhan dengan lawan jenis seperti itu.

Sorin melepas tangannya dari bahuku dengan cepat, tampak salah tingkah. Aku merasa heran sendiri mengapa dia bersikap malu-malu begitu jika seiyanya dia 'menyihirku' dengan seenaknya. Harusnya dia orang yang tidak tahu diri.

"Mmm." Dia menelan ludah. "Kalau kamu masih nggak percaya aku udah nyihir kamu, abis kamu nengok ke sini kamu bakal bilang... i love you."

Oh....

"Habis itu Zagi harus bener-bener percaya."

"Hah?"

"Harus percaya."

"Mana mungkin."

"Ih, Zagi."

Mengejutkan sekali tiba-tiba gadis itu berubah centil. Aku langsung tidak mengenalnya dalam sekejap.

"Kenapa aku harus percaya segala?" tanyaku, kembali kesal seperti saat istirahat lalu.

"Supaya Zagi bisa nerima...."

"Nerima apa?" Penjelasannya masih tidak bisa kupahami. "Kalau maksud kamu biar bisa aku terima perasaan... eh, bukan soal itu kan, Sorin?"

Aku tidak boleh kegeeran dulu.

Namun Sorin diam lumayan lama seolah kelabakan. Ah, halusinasiku ketinggian.

"Tujuan kamu nyihir aku bilang i love you ke kamu tiap ketemu tuh buat apa? Ngerjain doang karena ada dendam masa lalu?" Aku tidak asal menebak. Ini berdasar gagasan-gagasan yang telah kupikirkan belakangan ini.

"Kok kamu mikir gitu?" Nadanya menyaratkan kekecewaan.

"Salah, ya?"

"Salah!" sanggah Sorin dengan suara tinggi. "Aku... nyihir kamu bilang gitu ke aku tiap ketemu... biar aku merasa kamu suka aku."

Aku tersekat sampai mengerjap-ngerjapkan mata.

Sejujurnya aku bukan jenis laki-laki yang susah peka. Aku hanya tidak punya pengalaman percintaan saja jadi berkali-kali mencoba tak percaya alias denial. Namun ini sebetulnya... sudah terlalu jelas.

Di detik itu juga aku membalikkan badanku menghadap Sorin. Aku sudah ingin mencacinya. Tapi yang keluar memang, "I love you."

Aku menahan mulutku sejenak sambil menahan malu. Meski gitu dirinya tetap aku tatap.

"Kamu boleh nyihir aku pake kalimat apa aja selain itu," kataku akhirnya. "Itu... kenapa harus itu, sih!"

I love you, I love you, apaan!

Seorang siswa SMP rajin menyebutkan kalimat picisan seperti itu kepada gadis yang baru dikenalnya?

Faris Inzagi telah sepenuhnya kehilangan harga diri di depan gadis penyihir keturunan Korea bernama Sorin.

Agaknya aku akan semakin membenci diriku sendiri.

"Mau pulang sekarang?" ajakku.

Aku dan Sorin sudah berada di bangku bis yang sama siang itu. Aku yang duduk dekat jendela.

"Sudah aku bilang. Biar aku merasa Zagi suka aku."

Sorin tiba-tiba bicara di tengah aksi diam-diaman kami sedari berjalan sampai ke sini. Oh, dia menjawab pertanyaanku yang terakhir.

Kupandangi jalanan trotoar yang penuh dengan pejalan kaki dan pedagang asongan. "Kan nggak perlu pake kata-kata. Aku bisa ngelakuinnya pake cara lain."

"Maksudnya?"

Apa secara tidak sengaja aku baru saja berkata 'aku akan melakukan apa saja untukmu untuk membalas perasaanmu padaku'? Hiih.

"Nggak jadi," balasku, berupaya menautkan fokus pada anak SD yang sedang menunggu jemputan. "Um, bisa lanjutin penjelasanmu soal sihir-sihir itu?"

Aku memang bodoh sudah mempercayainya tentang sihir itu. Tapi biarlah.

"Nggak ada lanjutannya. Tapi kalau Zagi pengen tahu soal aku, aku bakal jelasin."

Aku meliriknya sebentar.

"Tapi janji ya harus percaya?" Sorin berusaha melihatku. "Ini kedengerannya bakalan mustahil banget. Tapi aku nggak berkata bohong. Jadi Zagi percaya aja, ya? Atau pura-pura percaya juga nggak apa-apa."

Dari awal perkataannya memang susah dipercaya. Tapi jika aku terus menunjukkan penyangkalan pun agaknya Sorin tidak akan menghentikan penjelasannya mengenai kemustahilannya itu. Jadi iya, pura-pura percaya saja.

Aku menganggukan kepala sebagai jawaban.

"Kamu-nya lihat ke sini."

"Apaan, ah."

"Sambil lihatin aku dong, Zagi."

"Nggak mau."

Ternyata sifat aslinya memang suka kecentilan! Gugup dan malu-malunya hanya muncul di awal pembicaraan saja.

Kudengar dia menghela napas di sebelahku. Perasaanku mendadak tak enak.

"Aku adalah seorang putri kerajaan dari suatu dunia yang nggak bisa kamu tembus, Zagi. Aku manusia dari dunia lain."

Sorin mengatakannya dengan pelan dan perlahan, membuat keadaan tiba-tiba menjadi sunyi dan hanya suaranya saja yang dapat telingaku dengar.

Kutolehkan kepala ke arahnya, menatap tatapan misteriusnya padaku.

"Aku melarikan diri ke sini untuk menghindari pertunangan dengan seorang pangeran dari kerajaan tetangga. Biarpun dia lebih ganteng darimu, dia terlalu nyentrik. Aku ingin mencari laki-laki yang biasa-biasa saja dan normal. Dan aku bertemu denganmu empat tahun lalu."

Empat tahun lalu...?

"Dulu kamu ngusir aku pas aku nyatain suka. Bilang buat temuin kamu empat tahun lagi dan kamu bakal suka aku. Sekarang aku nagih janji itu."

"Janji?"

Sorin mendekatkan wajahnya. "Apa kamu sudah suka aku?"

Aku kehilangan pengendalian diri dan terfokus hanya pada ucapannya saja. Tapi aku benar-benar tak ingat soal pertemuan empat tahun lalu. Apalagi janji membalas perasaannya.

Benarkah itu?

"Zagi sudah suka aku?"

"Tunggu sebentar." Rasanya baru kali itu aku bisa berkedip. "Kamu melarikan diri ke sini untuk menghindari pertunangan?"

Balasannya mengangguk.

"Terus, ingin mencari laki-laki yang biasa saja dan normal?"

"Iya. Seperti dirimu."

Baiklah, baiklah, baiklah. Aku tak perlu tersinggung karena aku pun menyadari diriku memang biasa saja.

Tapi tetap saja itu terdengar menyebalkan.

"Zagi sudah suka aku?"

"Sorin sendiri, suka aku atau nganggap aku cuma pelarian?"

Aku kecewa entah pada siapa.

Mungkin pada ekspektasiku sendiri.

Jelas-jelas gadis cantik seperti Sorin tak mungkin menyukai laki-laki biasa saja sepertiku.

Dan itu dua kali terdengar lebih mengesalkan dibanding sebelumnya.

fact.
faris baperan a.k.a mudah tersinggung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro