Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

kalau aja nggak ke circle k

Wajah kami memerah.

Menyatakan cinta pada seorang gadis dalam jarak wajah lumayan dekat dan posisi begini benar-benar memalukan!

Aku memundurkan tubuh dengan agak susah karena gadis tersebut belum bangun sepenuhnya; menyebabkan celana seragamku semakin kotor di hari pertama bersekolah setelah liburan semester.

Dia pun berdiri di tengah aku yang masih syok dalam posisi setengah berbaring di tanah.

Gawat!

Bagaimana aku menjelaskan padanya tentang ungkapan cinta itu?

Itu... itu tidak disengaja!

Sumpah bukan aku yang bicara begitu meski pada kenyataannya memang mulutku yang mengucapkannya. Ini akan susah dijelaskan.

Sekuat tenaga dengan harga diri sedikit terkikis, aku bangun dan langsung merasakan kakiku gemetaran.

"L-lupain aja apa yang kubilang tadi."

Semoga gadis itu belum punya pacar. Sebab kalau punya dan dia mengadu ke pacarnya, riwayatku akan tamat!

Ketika aku hendak berlari meninggalkan tempat kejadian perkara, kudengar dia menyebut nama panggilan itu.

"Z-Zagi...."

Kutolehkan kepala melihatnya masih berada di sana. Di bawah langit biru cerah tanpa awan dan membelakangi sinar matahari. Wajahnya menjadi gelap sehingga sulit kukenali.

Aku berjalan mendekat. "Kamu bilang apa?"

Kami berdiri berhadapan dalam jarak satu meter. Sikap tubuhnya kaku dan hanya menatap wajahku saja.

Aku juga menatapnya. Dia belum menjawab pertanyaanku.

Omong-omong, bukankah tadi dia sengaja berlari ke punggungku dan akhirnya tabrakan? Apa maunya?

"Kamu kenal aku..., Sorin?"

"Kamu tahu nama aku?" responsnya, sumringah.

Kutunjuk nametag di bagian kanan seragamnya. "Tapi kok aneh banget namanya Sorin aja. Keturunan Korea?"

"Nggak. Cuma setahuku ada laki-laki yang tipe perempuannya mirip orang Korea. Jadi aku menggunakan wajah ini."

"Hah?"

Bicaranya sangat mencurigakan.

Gadis itu lalu tersenyum, entah apa yang dilihatnya dari diriku. "Udah lama kita nggak ketemu, Zagi. Kamu masih ganteng."

Aku tercengang. Lebih membuat tercengang dibanding aksi jail surprise ulang tahun.

Tapi sebelum bisa kusaksikan lebih lama lagi wajah mirip cewek Korea itu, bel pertanda istirahat berakhir berbunyi. Kami harus segera pergi dari sana.

Aku duluan yang meninggalkannya, tak fokus akan apa pun di depanku.

Setelah sampai di bangkuku, kubenamkan dagu di lipatan tangan, mereka ulang kejadian beberapa saat lalu.

Udaranya memanas, ya?

.

Aku kepikiran. Sangat kepikiran!

Aku bertanya-tanya lagi mengenai kakak SMA yang kutemui di bis ketika berangkat sekolah. Dia juga memanggilku Zagi, dia juga mirip orang Korea, dia juga menanyakan padaku perihal jatuh cinta. Apa mereka berkaitan?

Apa kakak itu kakaknya Sorin?

Aku belum benar-benar mengingat wajah keduanya.

Ah, bikin pusing saja!

Lupakan, lupakan. Aku cuma berhalusinasi.

Tidak mungkin aku bisa disukai oleh gadis secantik itu.

"Far, beliin selotip ke Circle K dong."

Aku melirik tajam ke tempat tidur samping. Bang Jovie tidak sedang dalam kondisi membutuhkan alat perekat untuk menempelkan sesuatu. Lagi pula tidak ada tugas prakarya di hari pertama masuk semester satu dan dia bukan anggota klub mading.

"Eh, bukan selotip. Pulsa."

Jauh banget.

"Nanti aku kasih permen yupi yang bentuknya hati."

"Itu kesukaan Ginka."

"Oh, salah, ya? Sori lupa."

Ginka adik perempuan kami yang masih kelas 6 SD. Dia sama hiperaktifnya dengan Bang Jovie. Hanya aku saja yang waras di antara kami.

"Bang Paris." Orangnya muncul di pintu kamarku dan Bon Jovi (aku sering memplesetkan nama abangku dengan band rock asal Amerika itu). "Anterin aku beli pulsa ke Circle K."

"Nah tuh sama Ginka aja." Aku mengubah posisi berbaring menjadi tengkurap, lanjut bermain Monster Rancher 2 di ponsel.

"Nggak bisa," sahut si Bon Jovi. "Bahaya anak perempuan usia 11 tahun berkeliaran sendirian di luar apartemennya."

"Iya, Bang Jopi bener. Harus dianterin Bang Paris." Kedua kakak beradik tersebut sangat amat kompak.

Aku melenguh. Memindahkan posisi berbaring lagi menjadi membelakangi mereka.

"Kalau sama Bang Paris, nanti Bang Jopi kasih permen Kis yang tulisannya i love you."

"Woy." Aku bangun dari rebahan, tiba-tiba teringat aksi memalukanku menyatakan cinta ke Sorin pada jam istirahat sekolah lalu. "Jangan ajarin anak kecil gituan."

"Enak aja! Aku udah ngerti tahu." Anak kecil itu sewot, tangannya masih menggerak-gerakkan kenop pintu hingga membuat berisik. "Buruan. Aku belum ngebales chat-nya Bu Guru."

"Iya, iya."

Selalu saja aku yang dimanfaatkan. Serasa jadi asisten rumah tangga alih-alih anak tengah.

Di jalan, aku menanyai Ginka soal hal-yang-telah-dia-mengerti-tersebut. "Kamu udah punya pacar, ya?"

Ginka senyum-senyum sendiri. "Nggak kok, Bang. Baru tahap suka aja."

"Anak kecil jangan main suka-sukaan."

"Kayak Abang nggak aja."

"Nggak."

"Bohong."

"Serius."

"Terus Abang pernah ditembak cewek nggak?"

Langkah kakiku terhenti. Dan itu merupakan tindakan bodoh karena adik perempuanku yang kecepetan dewasa itu pasti langsung menyadarinya.

"Oh. Pernah, ya?" terkanya sambil senyum jail.

"Nggak." Aku melanjutkan jalan, tak habis pikir mengapa hari ini aku mendapat pertanyaan tersebut sebanyak dua kali. Para perempuan memang selalu penasaran terhadap hal itu, ya?

Ginka mencubit lenganku. "Pernah, ah. Kalau nggak salah waktu itu Abang sempet cerita."

"Waktu itu kapan?" Kuelus-elus kulit bekas cubitannya, masih tak terbiasa dengan kebiasaannya menyerang pihak lawan.

"Lupa," jawabnya langsung tanpa repot-repot berpikir. "Pokoknya waktu itu Bang Paris terus-terusan bilang dia cantik banget. Tapi Abang malah tolak gara-gara kata Abang kalian masih kecil."

Oh. Baguslah diriku waktu itu!

Tapi siapa ya, omong-omong?

Tidak mungkin Sorin, ah.

Sampai di mini market yang dimaksud, aku pergi ke bagian es krim. Bon Jovi dan Ginka menganggap aneh kesukaanku tersebut.

Cowok kok suka es krim.

Aku sedikit merasa terhina. Cowok juga manusia kali yang suka makanan-makanan manis.

Sementara Ginka ngacir entah ke mana, aku membuka penutup pendingin es krim yang agak basah. Ketika itu, kulihat sebuah bayangan mendekat ke sini.

Dia berhenti di sampingku, sebelah kanan. Kutolehkan wajah ke arahnya.

Gadis itu tengah melihati macam-macam es krim di dalam mesin pendingin.

Lalu....

"I love you."

Aku dan dia mematung selama setidaknya satu menit.

He?

Apa-apaan aku ini!

Kalimat itu lagi.

Pada gadis yang sama lagi.

Meski pernah mendengarnya dari mulutku satu kali di hari yang sama, Sorin tetap terkejut. Tangannya menyentuh tutup pendingin; membuka dan menutupnya berulang kali.

Aku menghentikannya, pun sebagai upaya pengendalian diri. "Maaf. Lupain aja apa yang kubilang barusan."

"Dua kali...."

"Iya, maaf. Itu nggak sengaja. Tiba-tiba keluar dari mulut aku."

Aku tahu dia menatapku, dan sesungguhnya aku sudah tak punya muka lagi di hadapan gadis cantik ini.

Sangat-sangat sial.

Aku ingin segera pergi dari situ.

fact.
faris selalu dijadiin babu sama kakak dan adiknya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro