(4) Quarrels
Temanku bilang, dia ga suka Yoona.
Tapi kubilang, aku suka Yoona.
Jadi buat yang ga suka Yoona sebagai visual Ify Axelle. Sebebas kalian saja buat berimajinasi. Tapi, kasih tau dong visual Ify Axelle di imajinasi kalian itu siapa. Komen ya
Selamat membaca!
***
Ify menemukan luka dalam tatap mata Trio ketika dia baru saja menyadari dampak dari ucapannya barusan. Kepalanya tertunduk dan Ify terdiam seribu bahasa.
"Aku yang akan bicara." Trio lantas meninggalkan Ify yang baru saja mendongakkan kepala untuk menatapnya.
"Rio..." Suara Ify tercekat ketika pening itu datang di kepalanya. Tangan Ify refleks menyentuh dinding toilet di depannya agar tak terhuyung. Saat dia mengerjapkan mata, Trio telah menghilang. "Ah..." Ify menekan pelipis kanannya. Seketika dia menyesal tak mengikuti saran dokternya untuk menunda pernikahan.
"Kak!" Derap lari Ifa yang baru saja datang terdengar. "Kakak kenapa?" tanyanya panik.
"Ri-rio, kamu lihat..?" tanya Ify terbata.
Ifa menatap heran kakaknya. "Tadi ke sana, kayaknya lagi marah. Kalian berantem?" jawabnya sambil menunjuk arah lokasi terakhir kali Ify melihat Trio. "Kak, istirahat aja, ya. Ifa takut Kakak kenapa-napa."
Ify menggelengkan kepala dengan sekali sentakan. Dia kembali menegakkan tubuhnya yang sempat bersandar di dinding dengan tangan Ifa memegangi lengan kanannya. "Nggak apa-apa, Fa. Kakak susul Rio dulu, ya."
Ifa menarik kembali lengan kanan kakaknya ketika Ify hampir berjalan. "Nggak. Ifa temenin. Kalau Kakak pusing lagi gimana? Lagian Kak Rio kenapa sih? Emangnya dia lupa kalau Kakak abis kecela−"
"Nggak, Fa. Cuma salah paham," potong Ify langsung. "Ya udah, kamu temenin Kakak." Tangan Ify membelai pipi kiri adiknya sebelum Ifa berceloteh semakin panjang. Ify sendiri heran, mengapa hal sepele saja bisa membuatnya berdebat dengan Trio? Tapi satu hal yang pasti. Selain dirinya yang tak ingin bertemu Leroy Axelle. Trio juga tak boleh bertemu dengan Malvin Roland.
Kepala Ifa mengangguk, adik beda sepuluh tahun dengan Ify itu berjalan beriringan langkah kakaknya. "Kak, Ifa boleh tanya nggak?"
Ify memiringkan kepalanya ke arah Ifa dengan alis berkerut dan kepala mengangguk.
"Selain karena Kak Alvin yang udah menikah dan Kak Rio itu orang baik. Kenapa sih Kak Ify buru-buru menikah sama Kak Rio? Padahal, Kak Rio sendiri nggak keberatan kalau harus nunggu Kakak sampe seratus persen pulih."
Bibir Ify sontak melengkung manis. "Kakak nggak mau kehilangan lagi karena menunggu, Fa. Kakak kehilangan Mommy saat terus menunggu. Kakak kehilangan Papa saat Kakak memperjuangkan Alvin, yang ternyata nggak memperjuangkan Kakak sama sekali." Ify menjeda ucapannya. "Dan Rio. Rio ada di sana, datang tiba-tiba, dengan keanehannya, dengan perhatiannya."
Kelopak mata Ifa melebar ketika mendapati Ify bicara tanpa menatapnya. Binar pandangan Ify jelas menyiratkan bahwa wanita itu benar-benar jatuh cinta pada sosok yang sedang dibicarakan. Sosok yang kini telah resmi menjadi kakak iparnya.
Sampai akhirnya kepala Ify kembali menoleh pada Ifa dan berkata, "Kalau Kakak membiarkan Rio menunggu. Itu artinya Kakak bodoh karena melepaskan orang yang bener-bener sayang sama Kakak. Dan memangnya... seberapa banyak orang di dunia ini yang mau menikah sama anak haram?"
"Kak Ify!" seru Ifa tak suka. "Kita nggak pernah bisa milih kan bakalan lahir dari siapa dan bagaimana? Yang terpenting itu gimana kita jalanin hidup kita sekarang dan di masa depan."
Ify terkesiap, langkahnya terhenti dan menatap Ifa tanpa berkedip.
"Kamu itu kamu, Fy. Nggak peduli siapa orangtuamu, nggak peduli seperti apa masa lalumu. Kamu sendiri yang menentukan kamu akan jadi seperti apa di masa depan, dan itu yang terpenting. Itu yang aku tahu dari diri seorang Ify Axelle sekarang."
"Kak, kenapa?" tanya Ifa heran, Ify menatapnya kosong tanpa bicara sama sekali.
Ify menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. "Kamu cocok jadi adik iparnya Rio, kalian satu kepala."
"Hah?" Ifa tak mengerti dengan ucapan kakaknya barusan, tapi dia tak terlalu peduli.
***
Trio mencoba mencari di mana keberadaan makhluk pucat menyebalkan yang membuatnya harus bertengkar dengan Ify. Seberapa keras Trio berusaha, dia tetap kalah jika harus bertanding dengan masa kecil mereka selama di Rumah Cinta. Ya, Trio takkan pernah menang sampai kapan pun. Dia tahu hal itu dan menanggung risiko dengan menikahi Ify tanpa mengundang keluarga Roland dan seluruh jajaran Zeus Corporation.
Tapi sial, kakaknya yang berisik itu menghancurkan rencana. Demi bisnis, Udara Shuwan mengundang Presiden Direktur Zeus Corporation yang−ternyata−datang dengan Alvin. Jika tahu begini, sejak awal Trio hanya akan mengirim undangan untuk Presdir dan istrinya agar makhluk pucat itu tak muncul dan menghancurkan pesta.
"Itu dia," gumam Trio ketika menemukan Alvin yang kini berdiri di samping ayah mertuanya tanpa banyak bicara. Trio berjalan cepat menghampiri Alvin setelah sebelumnya mengatur pernapasan. Bicara dengan makhluk itu akan memancing emosinya yang sudah bergejolak.
"Permisi." Trio menampilkan senyum ramah seperti biasa ketika telah berdiri persis di belakang tubuh pria paruh baya yang dikenalnya. "Saya harus bicara dengan putra anda, Presdir."
"Ah, tentu saja." Pria itu melemparkan kode pada Alvin untuk mengikuti Trio yang telah berjalan lebih dulu.
Trio berhenti tepat di kursi dekat danau, tempat Alvin dengan kurang ajarnya berbincang berdua bersama Ify, istrinya. Dia membalikkan tubuh dengan kedua tangan terkepal di dalam saku celana. Menatap Alvin dengan tajam hingga suara itu terdengar.
"Ada masalah apa?" tanya Alvin heran. Aneh rasanya bertatap muka dengan lelaki yang paling membuatnya iri sedunia saat ini.
"Apa kamu tahu kalau Ify sudah bertemu dengan orangtua kandungnya?"
"Apa?!" Alvin terperanjat. "Tapi dia... bukannya..." Bergeming, Alvin memikirkan segala hal yang mungkin terjadi di luar sepengetahuannya. Lima belas tahun berlalu selama Ify tak dapat dia hubungi. Bukan hal yang aneh jika Ify telah bertemu dengan kedua orangtua kandungnya. Lagipula gadis itu memanggil ibunya dengan sebutan Mommy tadi. Berarti jelas, Ify memang telah bertemu dengan orangtua kandungnya.
"Nggak. Saya nggak tahu. Kenapa memangnya?"
Ujung bibir kanan Trio meninggi sesaat. Senang karena dia berhasil unggul kali ini dari Alvin. "Kalau Ify bertemu dengan orangtua yang sudah membuangnya. Apa menurutmu, dia harus memberikan kesempatan kedua untuk orang itu? Memulai semuanya dari awal lagi selayaknya keluarga."
Alvin tertawa sinis dan mengalihkan arah pandangnya ke danau. "Nggak ada kesempatan kedua. Mereka sudah membuang apa yang mereka pikir layak untuk dibuang. Saat mereka datang dan mau kembali. Bukannya itu kesempatan bagus untuk kita melakukan hal yang sama persis?"
Hati Trio terpilin. Kedua orang itu−Alvin dan Ify−memiliki pikiran yang sama. Mereka persis seperti layaknya manusia yang berbagi isi kepala meski telah terpisah begitu lama.
"Dulu, kami pikir mereka akan kembali selama kami menunggu. Tapi delapan tahun... mereka nggak pernah datang. Sampai akhirnya ada orang yang mengadopsiku dan kupikir berpisah dengan Ify lebih baik saat itu."
Alvin memalingkan kembali wajahnya menghadap Trio dan menatap matanya tajam. "Saya pikir saat telah siap, saya bisa bertemu Ify lagi dan hidup berdua dengannya. Tapi semuanya kacau saat kalian datang."
Mata kanan Trio menyipit. Siapa yang Alvin maksud dengan kalian? "Kalau begitu terimakasih, karenamu, kami menikah hari ini."
Persis ketika tinju kanan Alvin melayang ke udara, tangannya tertarik kembali ke belakang. Kelopak mata Alvin melebar melihat siapa yang telah mencegahnya mendaratkan tinjuan itu di wajah mulus mempelai lelaki.
Ify menatap nyalang Alvin yang tengah memandanginya tanpa berkedip. Tak pernah menyangka bahwa orang yang dikenalnya baik, dapat begitu mudah terpancing dengan kata-kata sarkas Trio yang memang sudah menjadi tabiatnya sejak sembuh dari kepribadian ambang.
Sementara itu, Trio hanya bisa mematung melihat apa yang baru saja terjadi. Ify memeluk lengan kanan Alvin, seolah mereka menikmati apa yang tengah dilakukan tanpa mempedulikan perasaan Trio. Muak dengan adegan di hadapannya, Trio menyentak tangan Ify yang masih menggamit lengan Alvin dengan kasar.
"Kamu senang?"
Alis Ify menyatu. Tak mengerti apa yang baru saja Trio pertanyakan.
"Alvin sependapat sama kamu. Kamu senang?"
Dada Ify sesak. Dia tahu mengapa Alvin nyaris menghajar Trio. Suaminya pasti sudah mengatakan sesuatu yang merupakan dampak dari kemarahannya pada Ify. "Nggak. Tapi aku senang, aku nggak perlu bertemu Daddy sekarang."
"Daddy? Fy, kamu bener-bener ketemu ayah kandungmu?" Alvin memandang Ify penuh tanya. "Kapan? Bagaimana bisa?"
"Bukan urusanmu," jawab Trio kemudian menarik tangan Ify untuk pergi dari sana. Mata Trio terbelalak ketika mendapati Ifa berdiri tak jauh dari mereka saat ini. Ada penyesalan di hatinya ketika mendapati adik ipar melihatnya memperlakukan Ify dengan kasar, tanpa sadar.
Tangan kanan Trio mengepal. Dia tak ingin memperkeruh keadaan. Mereka harus menjauh dari makhluk pucat ini sekarang. "Ayo, Fy."
Alvin mencekal bahu Trio kuat dan memandangnya tajam. "Apa begini caramu memperlakukan Ify?"
"Kubilang, bukan, urusanmu," balas Trio penuh penekanan hingga tinjuan itu benar-benar mendarat di pipi kanan Trio.
"Ah!" seru Ify kemudian melihat wajah Trio yang memerah seketika. Tepat seperti dugaannya, seharusnya mereka tidak bertemu! "Kita pergi aja, Rio," kata Ify memohon. Tatapan Trio sama mengerikannya dengan Alvin saat ini.
Trio tak mengindahkan permintaan istrinya dan menyerang balik Alvin. Tepat di bagian hidung hingga darah keluar dari sana.
"Ifa, bantu kakak!" panggil Ify panik, memisahkan dua lelaki berkelahi bukanlah hal yang mudah. Buru-buru Ifa mendekati Alvin dan berusaha menarik jas yang dipakainya dari belakang dengan takut.
Begitu pula dengan Ify, dia mencoba meraih lengan kiri suaminya untuk membuat kedua makhluk itu berhenti karena mereka telah memancing perhatian tamu undangan. Namun Trio justru menyentak tangan Ify begitu kuat hingga sikunya menyikut wajah Ify, membuat tubuhnya yang kurus limbung ke belakang dan terjatuh dengan darah mengalir dari lubang hidungnya.
"Kak Ify!" Seruan Ifa spontan membuat kedua lelaki itu berhenti. Alvin dan Trio memperhatikan Ify yang tengah terduduk di atas rumput dengan wajah tertunduk.
"Fy!" Trio membungkukkan dirinya dan mendapati wajah Ify memucat dengan cairan merah yang mengalir dari hidung. Tepat ketika Trio berhasil menangkup wajah istrinya. Kepala Ify terkulai di bahu Trio dengan mata terpejam.
"Fy!" Alvin ikut mendekat dan terkesiap saat mendapati Ify telah terpejam dengan darah di bawah hidungnya.
Trio langsung membopong tubuh Ify yang kehilangan kesadaran. Sementara Ifa mendekati tiga orang dewasa di depannya dengan mata berair.
"Kalau sampai terjadi sesuatu sama Ify. Saya nggak akan segan-segan untuk menghancurkan Zeus Corp, ingat itu baik-baik. Ayo, Ifa." Trio pergi meninggalkan Alvin dengan Ifa yang berjalan cepat mengikutinya.
.
.
BERSAMBUNG
Gimana part kali ini?
Greget? Sebel? Hng... Tuliskan lah komentar kalian. Dan juga klik ★ ok!
☆ヘ(^_^ヘ)
Jangan lupa ikutan giveaway-nya ya! Biar lebih banyak yang ikut baper berjamaah dengan kita.
Sampai jumpa di part selanjutnya!
060518
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro