I'd Rather Die: 5
『MORE AFFECTION?』
══⛧⌒*。
"bisa tolong urus urusanmu sendiri tidak, ketua osis yang sangat kuhormati?"
aku kini tengah berhadapan dengan ketua osis emo yang entah apa alasannya terus menempel padaku semenjak dia putus dengan Anna.
"memangnya kenapa?" ia malah bertanya dengan raut muka seolah tidak merasa bersalah sama sekali.
aku menghela nafas, "tolong jangan terlalu dekat denganku, apalagi dengan statusmu yang baru saja putus dengan Anna".
"mau aku dekat denganmu atau tidak itu masalahku, persoalan aku putus dengan Anna kamu sendiri yang bilang 'anggap aja itu angin lalu' kan?" Ray masih saja membela dirinya..
"ya.. benar sih.. tapi tidak begini juga, Ray. aku jadi merasa.. dibatasi.." ucapku sambil mengecilkan suara diakhir kalimat.
Ray menundukkan pandangannya, "maaf kalau aku membuatmu risih" ucapnya dengan nada yang sedikit sedih.
"eh, tidak risih sih.. cuma merasa kurang bebas aja buat ngelakuin sesuatu, takut ada yang salah atau kurang"
Ray mengangkat kembali kepalanya dan berjalan mendekatiku, lalu menepuk pundakku sambil berbisik.
"temui aku ditaman sore nanti, bisa?"
aku terkejut dan langsung menoleh kearah Ray, "a-ada apa?" tanyaku.
"bisa tidak? kalau tidak bisa tidak apa一"
"bisa! kalau begitu sampai jumpa nanti sore, d-dah!" seruanku memotong ucapan Ray, aku dengan segera menjauh dari Ray dengan niat menuju ke perpustakaan sembari membawa buku pinjaman yang aku pinjam dari perpustakaan.
samar-samar aku mendengar kekehan selagi aku berjalan.
"haha, lucu ya"
.
.
.
"ada yang mau ditanyakan tentang materi kali ini?" sekarang adalah jam pelajaran bahasa, mapelnya pak James.
aku yang sedari tadi memperhatikan dan memahami materinya tidak akan bertanya, tetapi..
Ray yang duduk tepat dibelakang mejaku ini membuatku sedikit.. risih, karena aku merasa selama pak James menerangkan Ray bukan memperhatikan papan tulis melainkan aku.
bukannya aku bermaksud geer, ya!.
aku sedikit memundurkan kursiku supaya dekat dengan meja Ray.
"hey, Ray" panggilku dengan suara yang pelan agar tidak menyita perhatian orang lain.
Ray menopang kepalanya dengan tangan kanannya, "ada apa?" tanya nya.
"kau sedari tadi memperhatikan papan tulis tidak sih?" tanyaku langsung ke inti, sedikit kesal yah karena merasa diperhatikan terus.
"perhatiin kok, kenapa?"
"ini aku doang yang merasa atau.."
"merasa apa? ada yang memperhatikanmu?"
Ray.. sebenarnya aku mengira itu kau(︶︹︺).
"tidak.. tidak ada" lalu aku kembali fokus pada papan tulis dengan posisi menyender pada kursi.
Ray memajukan badannya dan meraih surai putihku dengan tangannya, sontak aku menoleh kebelakang dan mendapati Ray yang tersenyum sembari memainkan suraiku.
ya tuhan, kok lucu sih.
.
.
.
omong-omong aku mempunyai kembaran, namanya Giin. Noerma Giin.
yang.. lebih tua dariku sepuluh menit..
tapi peduli setan, kembaran tetap kembaran bukan kakak adik. jadi aku memanggilnya dengan nama saja. kami satu sekolah dan berada ditingkatan kelas yang sama, tapi pisah kelas.
sebenarnya kami tinggal berpisah dengan orang tua kami, tapi Giin terkadang pulang kerumah entah apa alasannya.
/cklek.
"aku pulang" ucapku begitu membuka pintu Rumah.
aku berjalan melewati ruang tengah dan mendapati sesosok makhluk bersurai putih pendek sedang memainkan game diponselnya sembari tiduran disofa.
"tumben gak pulang" ucapku.
"emang kenapa, mau ditinggalin sendiri terus?" tanya nya tanpa mengurangi fokusnya pada ponselnya.
"gak gitu, malahan aku seneng kalau ditinggal sendiri" ujarku sambil melangkah menuju kamarku.
"ah yang bener dek, nanti kayak waktu itu ditinggal sendiri ketakutan"
"anak setan!" aku melemparkan jaketku yang baru kulepas dan tepat mengenai kepalanya.
"ADUH DEK, INI TINGGAL DIKIT LAGI JUGAAN MALAH DIGANGGU" dia memprotes akan ulahku yang melemparinya jaket.
"dak dek dak dek, gak sudi aku dipanggil dek sama kau" aku berkacak pinggang dan langsung memasuki kamarku.
"oh iya, jangan lupa lipetin jaketku ya!" ujarku dari balik kamar.
"kembaran sialan" gerutu Giin.
.
.
.
"capeek"
aku kini berada dikamar Giin yang dimana pemilik kamar ini lagi tiduran dikasurnya, sedangkan aku duduk manis dimeja belajarnya dengan posisi menelungkupkan kepalaku diantara kedua tangan yang kutekuk.
"istirahat" singkat Giin.
"yaelah sok singkat amat" ejekku.
"terus maunya kayak gimana? mau ditambah kerjaan lagi biar makin capek? gak 'kan, udah diem" protesnya lalu membalik badannya kearah tembok.
teringat akan sesuatu, aku mengangkat kepalaku dan bertanya, "Giin, sekarang jam berapa?"
Giin menoleh padaku lalu kembali pada posisinya, "jam ada didepan tanganmu" ucapnya.
"oh iyah, hehe"
jam masih menunjukkan pukul dua siang, aku mengambil ponselku yang kutaruh dimeja. begitu aku menyalakan ponsel, aku disuguhi notifikasi pesan dari Ray.
Raayyy.
" kutunggu jam tiga, ya"
begitu isi pesannya, lalu aku beranjak dari bangku meja belajar Giin.
"aku mau ada janji jam tiga nanti. jangan kabur kemana-mana, jaga rumah" pesanku pada Giin.
dia berdehem, "mau kemana?" tanyanya.
"kepo amat", lalu aku kembali kekamarku.
.
.
.
"ini yang paling aku gak suka kalau diajak jalan nih, mesti pakai baju yang mana?!"
sudah seperti kebiasaanku kalau diajak jalan selalu bingung mau pakai apa, karena aku nolep sih makanya bingung.
dikarenakan aku malas berpikir lagi, aku pakai saja kemeja biru muda lalu kulapisi jaket putih lengan pendek dengan rok sepanjang diatas lutut berwarna hitam, tak lupa aku pakai topi putih kesayanganku.
aku mengambil ponselku lalu mengetik pesan untuk Ray.
febyy.
"aku menuju kesana sekarang"
.
.
.
"disuruh jaga rumah malah ikut pergi, ngapain si?"
"berisik deh, aku juga ada janji sama temenku tau"
"apa iyah dek?"
"yang seharusnya dipanggil dek itu kamu, bukan aku"
"ngawur, mana ada"
kini aku sudah berada ditaman, bersama seorang yang tidak diundang.
iya kembaranku ini, bukannya jaga rumah malah ikut aku keluar.
katanya dia janjian juga sama temannya, awas aja kalau bohong terus mau ngikutin aku doang.
"awas aja kalau cuma mau ikutin aku" aku menatap tajam kearah Giin yang ada disebelahku, dia fokus pada ponselnya.
"santai, beneran kok" balasnya.
/puk.
aku merasa ada seseorang yang menepuk pundakku, aku menoleh kebelakang dan mendapati Ray disana.
"hai, Ray" sapaku.
"walach walach~ mau date ternyata. ya udah aku pergi dulu, have fun dek!" Giin bangkit lalu pergi menjauh dariku dan Ray sambil melambaikan tangan.
"SIAPA YANG DIPANGGIL DEK HAH" protesku, entah aku kurang suka aja dipanggil dek sama Giin. aneh soalnya.
"abangmu?" tanya Ray yang sedari tadi memperhatikan interaksi antara aku dan Giin.
"kembaran" jawabku, lalu Ray hanya meng-oh ria.
Ray meraih tanganku dan menggenggamnya, "ayo" katanya, lalu aku mengangguk dan berdiri.
sampai aku baru sadar, "tunggu, topiku kemanaㄧ ck, GIIN SIALAN" topiku diambil tanpa izin oleh Giin, memang kadang-kadang itu anak.
kadang baik, kadang jahil, kadang jahat, kadang kadang nt一
gak cui, Giin gak pernah nt. orang dianya belum pernah naksir cewek soalnya, wkwk.
"merasa terpanggil. ini, sori aku colong wkwk" topi putih dengan garis biru muda diletakkan diatas kepalaku, aku sontak menatap kesal pelaku yang mengambil topiku sebelumnya.
"awas aja nanti!" ujarku kesal kepada Giin yang sudah menjauh menyusul temannya.
"pfft-"
aku menoleh kearah suara itu, kulihat Ray sedang menahan tawanya.
"apa" ketusku dengan raut wajah yang masih kesal.
"gak, lucu aja liat kamu sama kembaran kamu itu"
"oh gt"
Ray memegang tanganku lalu tersenyum tipis, "udah, urusan kembaranmu nanti aja. sekarang kita mau kemana?"
⊱ ────── {.⋅ ✯ ⋅.} ────── ⊰
-✰ғʙʏʀᴀʏ81.
1115 word.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro